Senin, 27 September 2010

Kemudian kembali ke Mina untuk melempar Jumrah. Setelah itu mereka langsung pergi dari sana menuju negaranya masing-masing. Dengan demikian akhir perjumpaan mereka adalah dengan tempat-tempat jumrah, bukan dengan Baitullah, padahala nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَنْفِرَنَّ أَحَدٌ حَتَّى يَكُوْنَ آخِرُ عَهْدِهِ بِالْبَيْتِ [رواه مسلم ]
“Janganlah sekali-kali seseorang meninggalkan (Mekkah), sebelum mengakhiri perjumpaannya (dengan melakukan thawaf) di Baitullah“ (Riwayat Muslim).
Maka dari itu, thawaf Wada’ wajib dilakukan setelah selesai dari seluruh amalan haji dan beberapa saat sebelum bertolak. Setelah melakukan thawaf Wada’ hendaknya jangan menetap di Mekkah, kecuali untuk sedikit keperluan.
2. Seusai melakukan thawaf Wada’, sebagian mereka keluar dari Masjid dengan berjalan mundur sambil menghadapkan muka ke Ka’bah, mereka mengira bahwa hal itu merupakan penghormatan terhadap Ka’bah. Perbuatan ini adalah bid’ah, tak ada dasarnya sama sekali dalam agama.
3. Saat sampai di pintu Masjid Haram, setelah melakukan thawaf Wada’, ada sebagian mereka yang berpaling ke Ka’bah dan mengucapkan berbagai doa seakan-akan mereka mengucapkan selamat tinggal kepada Ka’bah. Inipun bid’ah, tidak disyariatkan.
• Beberapa Kesalahan Ketika Ziarah Ke Masjid Nabawi
1. Mengusap-usap dinding dan tiang-tiang besi ketika menziarahi makam Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mengikatkan benang-benang atau semacamnya pada jendela-jendela untuk mendapatkan berkah. Sedangkan keberkahan hanyalah terdapat dalam hal-hal yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam bukan dalam bid’ah.
2. Pergi ke gua-gua di Gunung Uhud, begitu juga ke Gua Hira dan Gua Tsur di Mekkah, dan mengikatkan potongan-potongan kain di tempat-tempat itu, di samping membaca berbagai doa yang tak diperkenankan oleh Allah ta’ala, serta bersusah payah untuk melakukan hal-hal tersebut. Kesemuanya itu adalah bid’ah, tak ada dasarnya sama sekali dalam syariat Islam yang suci ini.
3. Menziarahi beberapa tempat yang dianggapnya sebagai bekas peninggalan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti tempat mendekamnya unta Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sumur khatam maupun sumur Utsman dan mengambil pasir dari tempat-tewmpat ini dengan mengharapkan berkah.
4. Memohon kepada orang-orang yang telah mati ketika berziarah ke pemakaman Baqi dan Syuhada Uhud, serta melemparkan uang ke pemakaman itu untuk mendekatkan diri dan mengharapkan berkah dari penghuninya. Ini adalah termasuk kesalahan besar bahkan termasuk perbuatan syirik yang terbesar menurut pendapat para ulama, berdasarkan kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena sesungguhnya ibadah itu hanyalah ditujukan kepada Allah semata, tidak boleh sama sekali mengalihkan tujuan ibadah selain kepada Allah, seperti dalam berdoa, menyembelih kurban, bernazar dan jenis ibadah lainnya, karena firman Allah ta’ala:
         
“Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama “ ( Al Bayyinah: 5)
Firman-Nya:
 •        
“ Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah. Maka janganlah kamu meyembah seseorangpun di samping menyembah Allah“ ( Al Jin: 18 )
Kita memohon kepada Allah, semoga Dia memperbaiki keadaan ummat Islam dan memberi pemahaman dalam agama serta melindungi kita dan seluruh umat Islam dari fitnah-fitnah yang menyesatkan. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Mengabulkan doa hamba-Nya.















PENGARAHAN RINGKAS UNTUK JAMAAH HAJI DAN UMRAH SERTA PEZIARAH MASJID NABAWI

Kewajiban-kewajiban bagi jamaah haji

1. Agar segera bertaubat kepada Allah ta’ala dengan sebenar-benarnya dari segala dosa, dan memilih harta yang halal untuk ibadah haji dan umrahnya.
2. Agar menjaga lidahnya dari dusta, menggunjing, mengadu domba dan menghina orang lain.
3. Dalam melaksanakan haji dan umrah, hendaklah bermaksud untuk mendapatkan ridha Allah dan pahala akhirat, jauh dari rasa ingin dipandang, ingin tersohor dan berbangga diri.
4. Hendaklah mempelajarai amalan-amalan yang disyariatkan dalam haji dan umrah, dan menanyakan hal-hal yang kurang jelas.
5. Apabila telah sampai di miqat, diperbolehkan memilih antara Haji ifrad, tamattu’ dan Qiran. Haji Tamattu lebih utama bagi yang tidak membawa binatang kurban, sedang bagi yang membawanya, lebih utama baginya melaksanakan haji Qiran.
6. Seseorang yang berihram, apabila ia merasa khawatir tidak mampu melanjutkan ibadah hajinya dikarenakan sakit, atau musuh, atau karena sebab lain, maka disyaratkan ketika berihram mengucapkan:
إِنَّ مَحَلِّي حَيْثُ حَبَسَتْنِي
“Tempat tahallulku adalah di tempat ku tertahan “
7. Anak-anak kecil yang melakukan haji, dianggap sah. Hanya saja haji semacam itu belum termasuk haji fardhu.
8. Orang yang sedang berihram boleh mandi dan membasuh kepalanya atau menggaruknya dikala perlu.
9. Bagi wanita yang sedang berihram diperbolehkan untuk menutup wajahnya dengan kerudung apabila takut dilihat kaum pria.
10. Mengenakan ikat kepala dibawah kerudung agar mudah sewaktu membuka wajah sebagaimana yang sering dilakukan oleh sebagian kaum wanita, tidak ada dasarnya dalam syariat.
11. Bagi yang sedang berihram boleh mencuci kain ihramnya kemudian mengenakannya kembali dan boleh juga menggantinya dengan yang lain.
12. Seseorang yang sedang berihram, apabila ia mengenakan pakaian berjahit atau pakaian yang menutupi kepala atau mengenakan wewangian karena lupa ataupun karena tidak tahu akan hukumnya, maka ia tidak dikenakan fidyah.
13. Bagi yang melakukan haji Tamattu atau umrah, hendaklah menghentikan bacaan talbiyah apabila ia sampai di Ka’bah sebelum memulai thawaf.
14. Raml (lari-lari kecil) dan idhtiba’•, hanya dilakukan pada thawaf qudum dan raml itu dikhususkan pada tiga putaran pertama, untuk kaum pria saja, tidak untuk wanita.
15. Seseorang yang sedang melakukan thawaf, apabila ia ragu apakah sudah melakukan tiga putaran, atau empat umpamanya, maka hendaklah dihitung tiga putaran. Demikian pula diwaktu sa’i.
16. Boleh melakukan thawaf di belakang sumur zamzam dan Maqam Ibrahim dikala penuh sesak, karena Masjid Haram seluruhnya merupakan tempat thawaf.
17. Termasuk perbuatan munkar, jika seseorang wanita melakukan thawaf dengan memakai perhiasan dan wewangian serta tidak menutup aurat.
18. Wanita yang sedang datang bulan (haidh), atau baru bersalin setelah berihram, tidak boleh melakukan thawaf, kecuali setelah ia dalam keadaan suci.
19. Bagi wanita boleh berihram dengan mengenakan pakaian yang ia sukai, asalkan pakaian itu tidak menyerupai pakaian pria dan jangan sampai menampakkan perhiasan, tetapi hendaklah mengenakan pakaian yang tidak membangkitkan syahwat.
20. Melafazkan niat dalam ibadah selain Haji dan Umrah adalah bid’ah yang diada-adakan, lebih-lebih bila dilafazkan dengan suara keras.
21. Diharamkan bagi seorang muslim mukallaf melintasi miqat tanpa berihram, apabila ia bermaksud melakukan ibadah haji dan umrah.
22. Jamaah haji atau umrah yang datang lewat udara, hendaklah berihram ketika berada sejajar dengan batas miqat, oleh karena itu hendaknya ia bersiap-siap memakai pakain ihram sebelum naik pesawat.
23. Bagi yang tempat tinggalnya di daerah miqat, tidak perlu pergi ke salah satu tempat miqat, dan cukuplah tempat tinggalnya itu sebagai miqat untuk berihram haji dan umrah.
24. Memperbanyak umrah setelah menunaikan haji, dari Tan’im atau Ja’ranah, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian jamaah adalah hal yang tidak ada dalilnya.
25. Hendaklah para jamaah haji pada hari Tarwiyah berihram dari tempat tinggalnya di Mekkah dan tidak perlu berihram dari dalam kota Mekkah atau dari bawah pancuran emas Ka’bah, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji. Tidak perlu baginya thawaf ketika berangkat menuju Mina.
26. Berangkat dari Mina menuju Arafah pada tgl. 9 Dzul Hijjah, lebih utama dilakukan saat terbit matahari.
27. Tidak diperkankan meninggalkan Arafah sebelum terbenam matahari. Dan saat berangkat setelah terbenam matahari, hendaklah dengan tenang dan penuh kekhusyu’an.
28. Shalat Maghrib dan ‘Isya dilakukan setelah sampai di Muzdalifah, baik sampainya pada waktu Maghrib ataupun setelah masuk waktu ‘Isya.
29. Memungut batu pelempar jumrah, boleh dilakukan dimana saja, dan tidak harus dipungut dari Muzdalifah.
30. Tidak disunnahkan mencuci batu-batu itu, sebab hal itu tidak pernah dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, begitu pula para shahabat beliau. Dan agar jangan melontar dengan batu yang telah dipakai melontar.
31. Diperbolehkan bagi orang-orang yang lemah, seperti wanita, anak-anak kecil dan yang semisalnya, untuk berangkat menuju Mina saat lewat pertengahan malam.
32. Apabila telah sampai di Mina pada Hari Raya, hendaknya jamaah haji menghentikan bacaan Talbiyah dan agar melontar jumrah Aqabah dengan tujuh batu berturut-turut.
33. Tidak disyaratkan agar batu itu tinggal di tempat lontaran, tapi yang disyaratkan adalah jatuhnya batu itu di tempat lontaran.
34. Penyembelihan korban waktunya adalah sampai terbenam matahari pada hari Tasyriq yang ketiga menurut pendapat ulama yang paling benar.
35. Thawaf Ifadhah adalah salah satu rukun haji yang tidak dianggap sah haji seseorang apabila dia ditinggalkan, dan ini hendaknya dilakukan pada hari Raya, tapi boleh juga ditunda sampai setelah hari-hari Mina.
36. Bagi yang melakukan haji Qiran dan haji Ifrad, ia hanya wajib melakukan satu kali sa’i dan dia tetap berihram sampai hari Nahr (10 Dzul Hijjah).
37. Bagi jamaah haji, lebih utama baginya melakukan amalan-amalan haji pada hari nahr (10 Dzul Hijjah) dengan tertib, yaitu memulai dengan melontar jumrah aqabah kemudian meyembelih binatang kurban, lalu mencukur bersih (gundul) atau memendekkan rambutnya, setelah itu thawaf Ifadhah di Baitullah dan selanjutnya Sa’i. Dan boleh juga amalan-amalan tersebut dilakukan dengan tertib, yaitu dengan mendahulukan atau mengakhirkan satu dari yang lainnya.
38. Tahallul penuh dapat dilaksanakan setelah melakukan hal-hal dibawah ini:
a. Melontar jumrah Aqabah
b. Mencukur bersih atau memendekkan rambut.
c. Thawaf Ifadhah dan Sa’i.
Berziarah ke Masjid Nabawi

1. Disunnahkan bagi anda pergi ke Madinah kapan saja, dengan niat ziarah ke Masjid Nabawi dan shalat di dalamnya. Karena shalat di Masjid Nabawi lebih baik dari seribu kali shalat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
2. Ziarah ke Masjid Nabawi ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan ibadah haji, oleh karena itu tidak perlu berihram maupun membaca talbiyah.
3. Apabila anda telah sampai di Masjid Nabawi, masuklah dengan mendahulukan kaki kanan, bacalah: Bismillahirrahmaanirrahim dan shalawat untuk nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan mohonlah kepada Allah agar Dia membukakan untuk anda segala pintu rahmat-Nya, dan bacalah:
أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ وَوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . اللهمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung kepada wajah-Nya yang Maha Mulia, dan kepada kekuasaan-Nya Yang Maha Dahulu (qadim), dari godaan setan yang terkutuk. Ya Allah, bukakanlah bagiku segala pintu rahmat-Mu “
Doa ini juga dianjurkan untuk dibaca setiap masuk masjid-masjid yang lain.
4. Setelah memasuki masjid Nabawi, segeralah anda melakukan shalat tahiyatul masjid. Afdhalnya, shalat ini dilakukan di Raudhah, jika tak mungkin, lakukanlah di tempat lain di dalam masjid itu.
5. Kemudian tujulah makam Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan berdirilah di depannya menghadap ke arahnya, kemudian ucapkanlah dengan sopan:
السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
“ Semoga salam sejahtera, rahmat Allah dan berkah-Nya terlimpah kepadamu wahai Nabi (Muhammad) “
اللَّهُمَّ آتِهِ الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ الْمَقَامَ الْمَحْمُوْدَ الَّذِي وَعَدْتَهُ، اللَّهُمَّ أَجْزِهِ عَنْ أُمَّتِهِ أَفْضَلَ الْجَزَاءِ
“ Ya Allah, berilah beliau kedudukan tinggi di sorga serta kemuliaan, dan bangkitkanlah beliau di tempat terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya. Ya Allah, limpahkan kepadanya sebaik-baik pahala, beliau yang telah menyampaikan risalah kepada umatnya“
Kemudian beranjaklah sedikit kesebelah kanan, agar dapat berada dihadapan makam Abu Bakar radiallahuanhu, ucapkanlah salam kepadanya dan berdoalah memohonkan ampunan dan rahmat Allah untuknya.
Kemudian bergeserlah lagi sedikit kesebalah kiri, agar anda dapat berada dihadapan makm Umar radiallahuanhu, ucapkanlah salam dan berdoalah untuknya.
5. Disunnahkan bagi anda berziarah ke masjid Quba dalam keadaan telah bersuci dari hadats, dan lakukan shalat di dalamnya, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan hal itu dan menganjurkannya.
6. Disunnahkan pula bagi anda berziarah ke pemakaman Baqi, Makam Utsman radiallahuanhu (di Baqi) dan juga makam para syuhada Uhud dan makam Hamzah radiallahuanhu, ucapkanlah salam dan berdoa untuk mereka, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menziarahi mereka dan berdoa untuk mereka, dan beliaupun mengajarkan para shahabat, apabila mereka berziarah agar mengucapkan:
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ نَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمْ الْعَافِيَةَ
“ Semoga salam sejahtera terlimpahkan untuk kamu sekalian, wahai para penghuni makam yang mu’min dan yang muslim, dan kamipun insya Allah akan menyusul kamu sekalian, semoga Allah mengaruniakan keselamatan untuk kami dan kamu sekalian “
Di Madinah Munawwarah tidak ada masjid ataupun tempat yang disunnahkan untuk diziarahi selain Masjid Nabawi dan tempat-tempat tersebut di atas, oleh karena itu janganlah memberatkan diri atau berpayah-payah mengerjakan sesuatu yang tidak ada pahalanya, bahkan mungkin akan mendapatkan dosa karena perbuatan tersebut.
Wallah waliuttahufiq.

BEBERAPA KESALAHAN YANG DILAKUKAN OLEH SEBAGIAN JAMAAH HAJI

• Beberapa kesalahan dalam Ihram
Melewati miqat tanpa berihram dari miqat tersebut hingga sampai ke Jeddah atau tempat lain. Setelah melewati miqat, baru melakukan ihram dari tempat itu. Hal ini menyalahi perintah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam yang mengharuskan setiap jamaah haji agar berihram dari miqat yang dilaluinya.
Maka, bagi yang melakukan hal tersebut, agar kembali ke miqat yang dilaluinya tadi dan berihram dari miqat itu kalau memang memungkinkan. Jika tidak mungkin, maka ia wajib membayar fidyah dengan menyembelih binatang kurban di Mekkah dan memberikan keseluruhannya kepada orang-orang fakir. Ketentuan tersebut berlaku bagi yang datang lewat udara, darat maupun laut.
Jika tidak melintasi salah satu dari kelima miqat yang sudah ditentukan itu, maka ia dapat berihram dari tempat yang sejajar dengan miqat pertama yang dilaluinya.

• Beberapa kesalahan dalam thawaf.
1. Memulai thawaf sebelum Hajar Aswad, sedang yang wajib haruslah dimulai dari Hajar Aswad.
2. Thawaf di dalam Hijr Isma’il. Itu berarti ia tidak mengelilingi seluruh Ka’bah, tapi hanya sebagiannya saja, karena Hijr Ismail termasuk Ka’bah, maka dengan demikian thawafnya tidak sah (batal).
3. Raml (berlari-lari kecil) pada seluruh putaran yang tujuh. Padahal raml itu hanya dilakukan pada tiga putaran pertama dan itupun hanya dalam thawaf qudum saja tidak pada thawaf yang lainnya.
4. Berdesak-desakkan untuk dapat mencium Hajar Aswad, kadang-kadang sampai pukul-memukul dan saling mencaci-maki. Hal itu tidak boleh, karena dapat menyakiti sesama muslim, di samping memaki dan memukul antar sesama muslim itu dilarang kecuali dengan jalan yang dibenarkan agama.
Tidak mencium Hajar Aswad sebenarnya tidak membatalkan thawaf, thawafnya tetap sah sekalipun tidak menciumnya. Maka cukuplah dengan berisyarat (melambaikan tangan) dan bertakbir di saat berada sejajar dengan Hajar Aswad, walaupun dari jauh.
5. Mengusap-usap Hajar Aswad dengan maksud untuk mendapatkan barokah dari batu itu. Hal ini adalah bid’ah, tidak mempunyai dasar sama sekali dalam syari’at Islam. Sedang menurut tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam cukup dengan menjamah atau menciumnya saja. Itupun kalau memungkinkan.
6. Menjamah seluruh pojok Ka’bah, bahkan kadang-kadang menjamah dan mengusap-usap seluruh dindingnya. Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah menjamah bagian-bagian Ka’bah kecuali Hajar Aswad dan Rukun Yamani saja.
7. Menentukan doa khusus untuk setiap putaran dalam thawaf. Karena hal itu tak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Adapun yang beliau lakukan setiap melewati Hajar Aswad adalah bertakbir pada setiap akhir putaran antara Hajar Aswad dan Rukun Yamani beliau membaca:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“ Wahai Tuhan kami, berilah kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksaan api nereka “
8. Mengeraskan suara pada waktu thawaf sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian jamaah atau para muthawwif yang dapat mengganggu orang lain yang juga sedang melakukan thawaf.
9. Berdesak-desakkan untuk melakukan shalat di dekat Maqam Ibrahim. Hal ini menyalahi sunnah, disamping mengganggu orang-orang yang sedang thawaf. Shalat dua rakaat thawaf dapat dilakukan di tempat lain di dalam Masjid Haram.



• Beberapa kesalahan dalam Sa’i
1. Ada sebagian jamaah haji, ketika naik ke atas Shafa dan Marwah, mereka menghadap Ka’bah dan mengangkat tangan ke arahnya sewaktu membaca takbir, seolah-olah mereka bertakbir untuk shalat. Hal ini keliru, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua telapak tangan beliau yang mulia hanyalah disaat berdoa.
Di bukit itu, cukuplah membaca tahmid dan takbir serta berdoa kepada Allah sesuka hati sambil menghadap Kiblat. Dan lebih utama lagi membaca dzikir yang dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam saat beliau di bukit Shafa dan Marwah.
2. Berjalan cepat pada waktu Sa’i antara Shafa dan Marwa pada seluruh putaran. Padahal menurut sunnah Rasul, berjalan cepat itu hanyalah dilakukan antara kedua tanda hijau saja. Adapun yang lain cukup dengan berjalan biasa.

• Beberapa kesalahan di Arafah.
1. Ada sebagian jamaah haji yang berhenti di luar batas Arafah dan tetap tinggal di tempat tersebut hingga terbenam matahari. Kemudian mereka berangkat ke Muzdalifah tanpa wukuf di Arafah. Ini suatu kesalahan besar, yang mengakibatkan mereka tidak mendapatkan ibadah haji. Karena sesungguhnya haji itu ialah wukuf di Arafah, untuk itu mereka wajib berada di dalam batas Arafah, bukan di luarnya.
Maka hendaklah mereka selalu memperhatikan masalah wukuf ini dan berusaha untuk berada dalam batas Arafah. Jika mendapatkan kesulitan, hendaklah mereka memasuki Arafah sebelum terbenam matahari, dan terus menetap di sana hingga terbenam matahari. Dan cukup bagi mereka masuk Arafah di waktu malam khususnya pada malam hari raya kurban.
2. Ada sebagian mereka yang pergi meninggalkan Arafah sebelum terbenam matahari. Ini tidak boleh, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wuquf di Arafah sampai matahari terbenam dengan sempurna.
3. Berdesak-desakkan untuk dapat naik ke atas gunung Arafah (Jabal Rahmah) hingga ke puncaknya yang dapat menimbulkan banyak bahaya, sedangkan seluruh padang Arafah adalah tempat berwuquf, dan naik ke atas gunung Arafah tidak disyariatkan, begitu juga shalat di tempat itu.
4. Ada sebagian jamaah haji yang menghadap ke arah gunung Arafah ketika berdoa, padahal menurut sunnah adalah menghadap kiblat.
5. Ada sebagian jamaah haji membuat gundukan pasir dan batu kerikil pada hari Arafah di tempat-tempat tertentu. Ini suatu perbuatan yang tidak ada dasarnya sama sekali dalam syariat Allah.


• Beberapa Kesalahan di Muzdalifah
Sebagian jamaah haji, di saat pertama kali tiba di Muzdalifah, sibuk memungut batu kerikil sebelum melaksanakan shalat Maghrib dan Isya dan mereka berkeyakinan bahwa batu-batu kerikil untuk melempar jumrah itu harus diambil dari Muzdalifah.
Yang benar adalah, dibolehkannya mengambil batu-batu itu dari seluruh tempat di Tanah Haram. Sebab keterangan yang benar dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau tak pernah menyuruh agar dipungutkan untuk beliau batu-batu pelempar jumrah Aqabah itu dari Muzdalifah. Hanya saja beliau pernah dipungutkan untuknya batu-batu itu diwaktu pagi ketika meninggalkan Muzdalifah setelah masuk Mina. Selebihnya, batu-batu itu beliau pungut dari Mina.
Ada pula sebagian mereka yang mencuci batu-batu dengan air, padahal inipun tidak disyariatkan.

• Beberapa Kesalahan Ketika Melempar Jumrah.
1. Ketika melempar jumrah, ada sebagian jama’ah haji yang beranggapan, bahwa mereka sedang melempar setan. Maka mereka melemparnya dengan penuh kemarahan disertai caci maki terhadapnya. Padahal melempar jumrah itu semata-mata disyariatkan dalam rangka zikir kepada Allah.
2. Sebagian mereka melempar jumrah dengan batu besar, sepatu, atau dengan kayu. Ini adalah perbuatan berlebih-lebihan dalam masalah agama, yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Yang disyariatkan dalam melemparnya hanyalah dengan batu-batu kecil sebesar kacang Arab.
3. Berdesak-desakkan dan pukul-memukul di dekat tempat-tempat jumrah untuk dapat melempar. Sedang yang disyari’atkan adalah agar melempar dengan tenang dan hati-hati, dan berusaha semampu mungkin tidak menyakiti orang lain.
4. Melemparkan batu-batu tersebut seluruhnya sekaligus, menurut pendapat para ulama hal seperti itu hanya dihitung satu batu saja. Yang disyariatkan adalah melemparkan batu satu-persatu sambil bertakbir pada setiap lemparan.
5. Mewakilkan untuk melempar, sedangkan ia sendiri mampu, karena menghindari kesulitan dan desak-desakkan. Padahal mewakilkan untuk melempar itu hanya dibolehkan jika ia sendiri tidak mampu karena sakit atau semacamnya.

• Beberapa Kesalahan Thawaf Wada’
1. Sebagian jamaah haji meninggalkan Mina pada hari nafar (tgl. 12 atau 13 Zul hijjah) sebelum melempar jumrah dan langsung melakukan thawaf Wada’.
Propaganda Terorisme di Indonesia
Senin, 27/09/2010 10:10 WIB | email | print | share

Pasca peristiwa peledakan menara kembar WTC 11 September 2001 di Amerika, atau yang biasa disebut 911 (nine one one), propaganda isu terorisme yang diekspor Amerika ke beberapa negara, termasuk Indonesia hingga kini masih belum basi untuk jadi sorotan publik.

Beberapa bulan setelah peristiwa 911 yang belakangan diungkap oleh pakar fisika Amerika,Prof, Steven E. Jones dariBrigham Young University sebagai rekayasa itu, isu terorisme mulai disuarakan di Indonesia.

Namun, Menkopolkam yang saat itu dijabat Susilo Bambang Yudhoyono masih mempersepsikan terorisme adalah mereka yang ingin melakukan disintegrasi seperti aksi GAM di Aceh, RMS di Maluku, dan OPM di Papua. Dan itu pun disuarakan ke luar negeri oleh Menlu Hasan Wirayudha soal siapa sebenarnya terorisme di Indonesia.

Penegasan dua pejabat itu terjadi pada September 2002. Suatu penegasan yang sangat berbeda dengan Amerika yang langsung melakukan penyerangan terhadap Afghanistan yang dihubung-hubungkan dengan Al-Qaidah dan Usamah bin Ladin yang hingga saat ini masih misterius.

Sebulan setelah pernyataan itu, Oktober 2002, Bali meledak. Sontak, pada 23 Oktober 2002, Pejabat Amerika mengeluarkan daftar pelaku terorisme yang secara tegas dihubungkan dengan gerakan Islam yang mereka sebut dengan Jamaah Islamiyah. Pada Desember 2002, Amerika mengumumkan seorang buronan teroris Jamaah Islamiyah warga Kuwait yang buron ke Indonesia. Namanya, Omar Al-Faruq dan tinggal di Bogor.

Saat itu pun, Menlu Hasan Wirayuda, ketika mendeportasi Omar Faruq ke Amerika tidak menyebutnya sebagai kasus terorisme. Tapi, karena kasus pelanggaran keimigrasian.

Pada akhir Desember 2002, pejabat tinggi Amerika, Colin Powell berkunjung ke Jakarta. Pada kunjungan itu, Colin mengumumkan bantuan Amerika kepada Indonesia sebesar 50 juta dolar sebagai program propaganda melawan terorisme. DPR Amerika pun menyetujui bantuan sebesar 16 juta dolar untuk pembentukan pasukan khusus anti teror di Indonesia. Pada saat itu juga, pemerintahan Bush memperbaharui kerjasama militer Amerika dengan Indonesia yang putus sejak tahun 1999 karena kasus Timor Timur.

Pada akhir tahun 2002 juga, pemerintah mengeluarkan penetapan Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan kewenangan melakukan penangkapan dengan bukti awal yang dapat berasal dari laporan intelijen manapun, selama 7 x 24 jam (sesuai pasal 26 & 28). Undang-undang tersebut populer di dunia sebagai "Anti Teror Act".

Akhirnya, pada tanggal 20 Juni 2003, Polri membentuk Densus 88 dengan Skep Kapolri No. 30/VI/2003 untuk melaksanakan Undang-undang No. 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Satuan ini diresmikan oleh Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Firman Gani pada tanggal 26 Agustus 2004. Detasemen 88 yang awalnya beranggotakan 75 orang ini dipimpin oleh Ajun Komisaris Besar Polisi Tito Karnavian yang pernah mendapat pelatihan di beberapa negara.

Angka 88 berasal dari kata ATA (Anti Terror Act), yang jika dilafalkan dalam bahasa Inggris berbunyi Ei Ti Ekt. Pelafalan ini kedengaran seperti Eighty Eight (88). Inilah yang disebut dengan Densus 88 Anti Teror.

Pasukan khusus ini dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat melalui bagian Jasa Keamanan Diplomatik (Diplomatic Security Service) Departemen Luar Negeri AS dan dilatih langsung oleh instruktur dari CIA, FBI, dan U.S. Secret Service. Kebanyakan staf pengajarnya adalah bekas anggota pasukan khusus AS.

Informasi yang bersumber dari FEER pada tahun 2003 ini dibantah oleh Kepala Bidang Penerangan Umum (Kabidpenum) Divisi Humas Polri, Kombes Zainuri Lubis, dan Kapolri Jenderal Pol Da’i Bachtiar. Namun, Polri tidak membantah bahwa terdapat bantuan signifikan dari pemerintah Amerika Serikat dan Australia dalam pembentukan dan operasional Detasemen Khusus 88.

Akhirnya, fakta-fakta historis inilah yang sulit terbantahkan untuk menghubungkan aksi Densus 88 dengan propaganda Amerika terhadap stigma teroris kepada gerakan Islam yang saat ini menjadi penghalang penjajahan negeri pembela Israel itu ke sejumlah negara berpenduduk muslim seperti Irak, Afghanistan, Fakistan, dan termasuk Indonesia.

Lalu, bagaimanakah semestinya sikap umat Islam dalam menyikapi propaganda yang entah kapan berakir ini? Benarka ada agenda tersembunyi Amerika di balik propaganda ini? Karena mau tidak mau, persoalan isu terorisme yang kerap dihubungkan dengan gerakan Islam sangat mencoreng citra umat Islam yang tidak bisa dilepaskan dari elemen pembangunan bangsa. mnh

**

Minggu, 26 September 2010

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN KEISLAMAN
Saudaraku seagama !.
Ketahuilah, bahwa ada beberapa hal yang dapat mebatalkan keislaman seseorang. Dan yang paling banyak terjadi ada sepuluh macam yang wajib dihindari. Hal-hal tersebut ialah:
PERTAMA:
Mempersekutukan Allah (syirik) dalam ibadah. Allah ta’ala befirman:
         •  •      
“ Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah niscaya Allah akan mengharamkan sorga baginya dan tempat tinggalnya (kelak) adalah neraka, dan tiada seorang penolongpun bagi orang-orang yang zalim “ ( Al Maidah 72 )
Dan di antara perbuatan syirik tersebut ialah: meminta doa dan pertolongan kepada orang-orang yang telah mati, begitu pula bernadzar dan menyembelih kurban demi mereka.
KEDUA:
Menjadikan sesuatu sebagai perantara antara dirinya dengan Allah dengan meminta do’a dan syafa’at serta berserah diri (tawakkal) kepada perantara itu. Yang melakukan hal tersebut, menurut kesepakatan ulama (ijma’) adalah kafir.
KETIGA:
Tidak mengkafirkan orang musyrik, atau ragu akan kekafiran mereka. Ataupun membenarkan faham (mazhab) mereka, dengan demikian ia telah kafir.
KEEMPAT:
Berkeyakinan bahwa selain tuntunan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam itu lebih sempurna, atau berkeyakinan bahwa selain ketentuan hukum beliau itu lebih baik, sebagaimana mereka yang mengutamakan aturan-aturan manusia yang melampaui batas lagi menyimpang dari hukum Allah (peraturan thaghut) dan mengenyampingkan hukum-hukum Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka yang berkeyakinan seperti ini adalah kafir, sebagai contoh:
a. Berkeyakinan bahwa aturan-aturan dan perundang-undangan yang diciptakan manusia lebih utama dari syari’at Islam. Atau berkeyakinan bahwa aturan Islam tidak tepat untuk diterapkan pada masa kini, atau berkeyakinan bahwa Islam adalah sebab kemunduran kaum muslimin, atau berkeyakinan bahwa ajaran Islam terbatas dalam mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya saja, tidak mengatur urusan kehidupan lain.
b. Berpendapat bahwa melaksanakan hukum Allah dalam memotong tangan pencuri, atau merajam pelaku zina yang telah kawin (muhshan), tidak sesuai lagi di masa kini.
c. Berkeyakinan dengan diperbolehkannya menggunakan selain hukum Allah dalam segi mu’amalah syari’ah (seperti: perdagangan, sewa-menyewa, pinjam-meminjam dsb), atau dalam menentukan Hukum Pidana, atau lainnya, sekalipun tidak disertai dengan keyakinan bahwa hukum-hukum tersebut lebih utama dari syari’at Islam. Karena dengan demikian ia telah menghalalkan apa yang diharamkan Allah menurut kesepakatan ulama (ijma’). Sedangkan setiap orang yang menghalalkan apa yang sudah jelas dan tegas diharamkan oleh Allah dalam agama, seperti: zina, minuman keras, riba dan penggunaan perundang-undangan selain syariat Allah, maka ia adalah kafir menurut kesepakatan ummat Islam (ijma’).
KELIMA:
Membenci sesuatu yang telah ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagai syari’at beliau, walaupun ia mengamalkannya, maka ia menjadi kafir, karena Allah telah berfirman:
 •        
“Demikian itu adalah dikarenakan mereka benci terhadap apa yang diturunkan oleh Allah, maka Allah menghapuskan (pahala) segala amal mereka“ (Muhammad: 9).
KEENAM:
Memperolok-olok sesuatu dari ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ataupun terhadap pahala maupun siksaan yang telah menjadi ketetapan agama, maka ia menjadi kafir, karena Allah telah berfirman:
               
“Katakanlah (wahai Muhammad), terhadap Allah-kah dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kau sekalian memperolok-olok? Tiada arti kamu meminta maaf, karena engkau telah kafir setelah beriman “ (Al Maidah: 65-66)
KETUJUH:
Sihir, di antaranya ialah ilmu guna-guna (sharf) yaitu merobah kecintaan seorang suami terhadap istrinya hingga menjadi benci, begitu juga ilmu pekasih, yaitu menjadikan seseorang mencintai sesuatu yang tak disenanginya dengan cara-cara setan. Maka barangsiapa yang mengerjakan sihir atau senang dan rela dengannya maka ia adalah kafir. Karena Allah berfirman:
             
“Sedang kedua malaikat itu tidak mengajarkan (suatu sihir) kepada seorangpun sebelum mengatakan, sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu, sebab itu janganlah kamu kafir “ (Al Baqarah: 102).
KEDELAPAN:
Membantu dan menolong orang-orang musyrik untuk memusuhi kaum muslimin, karena firman Allah ta’ala:
       •      
“Dan barangsiapa di antara kamu mengambil mereka (Yahudi dan Nasrani) menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim“ (Al Maidah: 51).
KESEMBILAN:
Berkeyakinan bahwa ada sebagian orang diperbolehkan tidak mengikuti syari’at Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, maka yang berkeyakinan seperti ini adalah kafir, karena Allah berfirman:
              
“Barangsiapa menghendaki selain Islam sebagai agama, maka tak akan diterima agama itu darinya, dan ia di akhirat tergolong orang-orang yang merugi “ (Ali Imran: 85)
KESEPULUH:
Siapa yang berpaling secara keseluruhan dari agama Allah, atau dari hal-hal yang menjadi syarat mutlak sebagai muslim, tanpa mempelajarinya dan tanpa melaksanakan ajarannya. Karena Allah berfirman:
               
“Tiada yang lebih zalim daripada orang yang telah mendapatkan peringatan melalui ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya, sesungguhnya Kami akan menimpakan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa“ (As Sajadah: 22).
      
“ Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka ” ( Al Ahqaf: 3)
Dalam hal yang membatalkan keislaman ini, tak ada bedanya dalam hukum, antara yang main-main dan yang sungguh-sungguh, sengaja melanggar ataupun karena takut, kecuali jika terpaksa. Semoga Allah melindungi kita dari hal-hal yang mendatangkan kemurkaan-Nya dan siksa-Nya yang pedih.









TUNTUNAN IBADAH HAJI, UMRAH DAN ZIARAH KE MASJID NABAWI

Saudaraku yang budiman,
Dalam melakukan ibadah haji terdapat tiga cara, yaitu: Tamattu, Qiran dan Ifrad.
Haji Tamattu’ ialah berihram untuk umrah pada bulan-bulan haji (Syawwal, Dzulqaidah dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah), dan diselesaikan umrahnya pada waktu-waktu itu. Kemudian berihram untuk haji dari Mekkah atau sekitarnya pada hari Tarwiyah (tgl. 8 Dzulhijjah) pada tahun umrahnya tersebut.
Haji Qiran ialah, berihram untuk umrah dan haji sekaligus, dan terus berihram (tidak tahallul) kecuali pada hari nahr (tgl. 10 Dzulhijjah). Atau berihram untuk umrah terlebih dahulu, kemudian sebelum melakukan thawaf umrah memasukkan niat haji.
Haji Ifrad ialah, berihram untuk haji dari miqat atau dari Mekkah bagi penduduk Mekkah, atau dari tempat lain di daerah miqat bagi yang tinggal disitu, kemudian tetap dalam keadaan ihramnya sampai hari nahr, selanjutnya melakukan thawaf, sa’i, mencukur rambut dan bertahallul.
Ibadah haji yang lebih utama ialah haji Tamattu’, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan hal itu dan menekankannya kepada para shahabat.

Cara Melakukan Umrah.
1. Apabila anda telah sampai di miqat, maka mandilah dan pakailah wangi-wangian jika hal itu memungkinkan, kemudian kenakanlah pakaian ihram (sarung dan selendang), lebih utama berwarna putih. Bagi wanita boleh mengenakan pakaian yang ia sukai, asal tidak menampakkan perhiasan. Setelah itu berniat ihram untuk umrah seraya mengucapkan:
لَبَّيْكَ عُمْرَةً لَبَّيْكَ الَّلهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ .
“Kusambut panggilan-Mu untuk melaksanakan umrah. Kusambut panggilan-Mu yaa Allah, ku sambut panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, ku sambut panggilan-Mu, sesungguhnya segala puji, nikmat, dan kerajaan adalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu “.
Bagi kaum pria hendaknya mengucapkan talbiah ini dengan suara keras, sedangkan bagi wanita hendaknya mengucapkannya dengan suara pelan.
Kemudian perbanyaklah membaca talbiyah, dzikir dan istighfar serta menganjurkan berbuat baik dan mencegah kemunkaran.
2. Apabila anda telah sampai di Mekkah, maka lakukanlah thawaf di Ka’bah sebanyak tujuh putaran, mulai dari Hajar Aswad sambil bertakbir dan selesai di Hajar Aswad pula. Bacalah zikir serta doa yang anda kehendaki. Antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad sebaiknya anda membaca:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa api neraka “
Kemudian setelah thawaf, lakukanlah shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim walaupun agak jauh dari tempat tersebut jika hal itu mungkin, jika tidak mungkin, lakukan di tempat lain di dalam masjid.
3. Kemudian keluarlah menuju Safa (الصفا) dan naiklah ke atasnya sambil menghadap Ka’bah, bacalah tahmid serta takbir tiga kali sambil mengangkat kedua tangan, bacalah doa dan ulangilah setiap doa tiga kali sesuai sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu ucapkanlah:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ .
Tiada Tuhan yang patut disembah selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, hanya bagi-Nya segala kerajaan dan hanya bagi-Nya segala puji, Dia
PETUNJUK HAJI DAN UMRAH
] Indonesia [
دليل الحاج والمعتمر وزائر مسجد الرسول صلى الله عليه وسلم
[ اللغة الأندونيسية ]

KANTOR DAKWAH DAN PENYULUHAN, AL SULAY – RIYADH
المكتب التعاوني للدعوة وتوعية الجاليات بالسلي – الرياض

Murajaah :ERWANDI TARMIZI
مراجعة: إيرواندي ترمذي

Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah
المكتب التعاوني للدعوة وتوعية الجاليات بالربوة بمدينة الرياض
1431 – 2010


DAFTAR ISI

1. Pengantar 4
2. Pesan dan wasiat penting ……….. 7
3. Hal-hal yang membatalkan ke- islaman 12
4. Tuntunan Ibadah haji, umrah dan ziarah ke masjid Nabawi…………. 19
5. Cara melakukan umrah………….. 20
6. Cara melakukan haji ……………… 23
7. Kewajiban-kewajiban bagi yang sedang ihram ………………………. 28
8. Tuntunan berziarah ke masjid Nabawi 31
9. Beberapa kekeliruan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji … 35
10. Kekeliruan dalam ihram …………. 35
11. Kekeliruan dalam thawaf ………… 35
12. Kekeliruan dalam sa’i …………….. 38
13. Kekeliruan saat wukuf di Arafah . 38
14. Kekeliruan saat mabit di Muzdalifah 40
15. Kekeliruan saat melempar jumrah 40
16. Kekeliruan dalam thawaf Wada’… 41
17. Kekeliruan saat berziarah ke Masjid Nabawi 43
18. Pengarahan ringkas untuk jama-ah haji dan umrah serta penziarah Masjid Nabawi ……….. 46
19. Doa-doa yang layak dibaca di tempat-tempat mustajabah …….. 55
20. Tata cara wudhu, tayammum, mandi wajib dan sholat…………. 71


PENGANTAR
Jema’ah haji yang budiman,
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Kami ucapkan selamat datang atas kehadiran anda sekalian di tanah suci sebagai tamu-tamu Allah Yang Maha Agung.
Selanjutnya, Badan Penerangan Haji merasa bahagia dapat mempersembahkan kepada anda sekalian buku petunjuk ringkas ini, yang mengandung hal-hal penting dalam manasik haji dan umrah yang wajib diketahui oleh segenap jama’ah haji. Buku ini didahului dengan beberapa pesan dan wasiat penting untuk diri kita semua, dengan bertitik tolak dari firman Allah yang melukiskan keadaan hamba-hamba-Nya yang selamat dan beruntung di dunia dan akhirat.
     
“Dan mereka saling nasihat dan menasihati supaya mentaati kebenaran dan saling nasihat menasehati supaya menetapi kesabaran“ (Al ‘Ashr : 3).
Dan sebagai pengamalan dari firman-Nya:
          •  
“Dan tolong-menolonglah kamu sekalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam (berbuat) dosa dan pelanggaran“ (Al Maidah 2).
Yang kami harapkan adalah kesungguhan anda dalam memahami buku kecil ini sebelum melakukan amalan-amalan haji, agar anda dapat menunaikan kewajiban ibadah haji ini dengan penuh pemahaman.
Disamping itu, akan anda temui dalam buku petunjuk ini, keterangan-keterangan sebagai jawaban dari berbagai pertanyaan anda.
Kami mengharapkan, agar anda memelihara buku ini sebagai bekal untuk tahun ini dan tahun berikutnya, apabila Allah menakdirkan anda untuk menunaikan ibadah haji lagi. Begitu pula kami anjurkan, agar anda menghadiahkan buku ini kepada teman-teman anda yang berminat untuk membacanya, supaya lebih berguna dan bermanfaat, Insya Allah.
Akhirnya kami berdoa semoga Allah mengaruniai kita semua haji yang mabrur dan usaha yang terpuji serta amal saleh yang diterima

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Direktorat Jendral Urusan Riset, Fatwa, Da’wah dan Bimbingan Islam

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz





PESAN DAN WASIAT PENTING

Jamaah haji yang budiman,
Kami panjatkan puji kepada Allah Yang telah melimpahkan taufiq kepada anda sekalian untuk dapat menunaikan ibadah haji dan berziarah ke Masjidil Haram, semoga Allah menerima kebaikan amal kita semua dan membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda.
Kami sampaikan berikut ini pesan dan wasiat, dengan harapan agar ibadah haji kita diterima oleh Allah sebagai haji yang mabrur dan usaha yang terpuji.
1. Ingatlah, bahwa anda sekalian sedang dalam perjalanan yang penuh berkah, perjalanan menuju Ilahi dengan berpijakan Tauhid dan ikhlas kepada-Nya, serta memenuhi seruan-Nya dan ta’at akan perintah-Nya. Karena tiada amal yang paling besar pahalanya selain amal-amal yang dilaksanakan atas dasar tersebut. Dan haji yang mabrur balasannya adalah sorga.
2. Waspadalah anda sekalian dari tipu daya setan, karena dia adalah musuh yang selalu mengintai anda. Maka dari itu hendaknya anda saling mencintai dalam naungan rahmat Ilahi dan menghindari pertikaian dan kedurhakaan kepada-Nya. Ingatlah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
(( لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ )) [ رواه البخاري ومسلم ]
“Tiadalah sempurna iman seseorang diantara kalian, sebelum dia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai diriya sendiri“ (Riwayat Bukhari dan Muslim)
3. Bertanyalah kepada orang yang berilmu tentang masalah-masalah agama dan ibadah haji yang kurang jelas bagi anda, sehingga anda mengerti, Karena Allah berfirman:
        
“Maka bertanyalah kamu kepada orang yang berpengetahuan jika kamu tidak mengetahui“(An Nahl 43)
Dan Rasulpun bersabda:
(( مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ )) رواه البخاري ومسلم
“Barangsiapa yang dikehendaki Allah untuk dikaruniai kebaikan, maka Ia niscaya memberinya kefahaman agama“ (Riwayat Bukhari dan Muslim)
4. Ketahuilah, bahwa Allah telah menetapkan kepada kita beberapa kewajiban dan menganjurkan untuk melakukan amalan-amalan yang sunnah. Akan tetapi tidaklah diterima amalan-amalan sunnah ini apabila amalan-amalan yang wajib tadi disia-siakan.
Hal ini sering kurang disadari oleh sebagian jama’ah haji, sehingga terjadilah perbuatan yang mengganggu dan menyakiti sesama mu’min. Sebagai contoh: Ketika mereka berusaha untuk mencium Hajar Aswad, ketika melakukan raml (berlari kecil pada tiga putaran pertama) dalam thawaf Qudum, ketika shalat di belakang Maqam Ibrahim dan ketika minum air Zamzam.
Amalan-amalan tersebut hukumnya hanyalah sunnah, sedangkan mengganggu dan menyakiti sesama mu’min adalah haram. Patutkah kita mengerjakan suatu perbuatan yang haram hanya semata-mata untuk mencapai amalan yang sunnah? Maka dari itu hindarilah perbuatan yang dapat mengganggu dan menyakiti satu sama lain, mudah-mudahan dengan demikian Allah memberikan pahala berlipat ganda bagi anda sekalian.
Kemudian kami tambahkan beberapa penjelasan sebagai berikut:
a Tak layak bagi seorang muslim melakukan shalat di samping wanita atau di belakangnya, baik di Masjid Haram ataupun di tempat lain dengan sebab apapun, selama dia dapat menghindari hal itu. Dan bagi wanita hendaklah melakukan shalat di belakang kaum pria.
b Pintu-pintu dan jalan masuk ke Masjid Haram adalah tempat lewat yang tak boleh ditutup dengan melakukan shalat di tempat tersebut walaupun untuk mengejar shalat berjamaah.
c Tidak boleh duduk atau shalat di dekat Ka’bah atau berdiam diri di Hijir Isma’il atau Maqam Ibrahim, sebab hal itu dapat mengganggu orang yang sedang melakukan thawaf. Lebih-lebih di saat penuh sesak, karena yang demikian itu dapat membahayakan dan mengganggu orang lain.
d Mencium Hajar Aswad hukumnya sunnah, sedangkan menghormati sesama muslim adalah wajib. Maka janganlah menghilangkan yang wajib hanya semata-mata untuk mengerjakan yang sunnah. Adapun dikala penuh sesak cukuplah anda berisyarat (dengan mengangkat tangan) ke arah Hajar Aswad sambil bertakbir, dan terus berlalu bersama orang-orang yang melakukan thawaf. Seusai anda melakukan thawaf janganlah keluar dengan menerobos barisan, tetapi ikutilah arus barisan tersebut sehingga anda dapat keluar dari tempat thawaf dengan tenang.
e Mencium Rukun Yamani tidak termasuk sunnah, cukuplah anda menjamahnya dengan tangan kanan apabila tidak penuh sesak, seraya mengucapkan:
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَر
Akhirnya, kami berpesan kepada segenap kaum muslimin agar selalu berpegang teguh dengan Al Qur’an Sunnah:
      
“Dan ta’atlah kamu sekalian kepada Allah dan Rasul-Nya, supaya kamu dikaruniai rahmat“ (Ali Imran: 132)
I'tikaf
﴿ الاعتكاف﴾

] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي


Muhammad Ibn Syâmi Muthâin Syaibah





Terjemah : Ahmad Zawawy
Editor : Eko Abu Ziyad





2010 - 1431




﴿ الاعتكاف﴾
« باللغة الإندونيسية »



محمد بن شامي مطاعن شيبة



ترجمة: أحمد زووي
مراجعة: إيكو هاريانتو أبو زياد






2010 - 1431



I'tikaf
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada nabi yang tiada lagi nabi sesudahnya, Nabi kita Muhammad dan semoga tetap tercurah kepada keluarganya, para Sahabat, dan orang-orang yang mengikuti petunjuknya sampai hari kiamat.

Wahai kaum muslimin.. sesungguhnya I’tikaf termasuk ibadah yang dilakukan pada bulan Ramadhan, berusahalah untuk dapat beri'tikaf walaupun hanya sebentar. I’tikaf yaitu berdiam diri di masjid karena ketaatan kepada Allah.

• I’tikaf yang paling utama yaitu pada sepuluh hari terakhir Ramadhan sampai wafat. Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anha bahwa:
(( كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ ))
“Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam selalu beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sepeninggalnya” (HR Bukhari).

• Jika seseorang terlewatkan dari I’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, maka I’tikaflah pada sepuluh hari di bulan syawal. Karena dalam suatu hadits:
(( أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ فَلَمَّا انْصَرَفَ إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ إِذَا أَخْبِيَةٌ خِبَاءُ عَائِشَةَ وَخِبَاءُ حَفْصَةَ وَخِبَاءُ زَيْنَبَ فَقَالَ أَالْبِرَّ تَقُولُونَ بِهِنَّ ثُمَّ انْصَرَفَ فَلَمْ يَعْتَكِفْ حَتَّى اعْتَكَفَ عَشْرًا مِنْ شَوَّالٍ ))
“Rasulullah hendak I’tikaf. Ketika beliau beranjak menuju ke tempat I’tikaf , maka (ketika itu) beliau melihat kemah-kemah ‘Aisyah, Hafshah dan Zainab,’ maka Rasulullah bersabda, ‘ Apakah mereka (para wanita itu) benar-benar menginginkan kebaikan dengan perbuatan ini? Maka beliau kembali dan tidak jadi melakukan I’tikaf di bulan Ramadhan sehingga beliau beri’tikaf 10 hari di bulan Syawal.” (HR Bukhari)

Dalam lafadz lain:
(( فَلَمْ يَعْتَكِفْ فِي رَمَضَانَ حَتَّى اعْتَكَفَ فِي آخِرِ الْعَشْرِ مِنْ شَوَّالٍ ))
“Rasulullah tidak jadi berI’tikaf di bulan Ramadhan sehingga beliau melakukan I’tikaf 10 hari terakhir bulan Syawal” (HR. Bukhari)

Dan dalam lafaz Muslim:
(( حَتَّى اعْتَكَفَ فِي الْعَشْرِ اْلأَوَّلِ مِنْ شَوَّالٍ ))
“Sehingga beliau ber’itikaf di 10 hari pertama bulan Syawwal” (HR. Muslim)

Jika seorang muslim telah tua dan ajalnya telah dekat (wallahu a’lam), I’tikaflah dua puluh hari, karena dalam hadits:
(( كَانَ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا ))
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari”. (HR Bukhari).

• Tidak disyaratkan puasa sebagai syarat sahnya i’tikaf, karena dalam suatu hadits:

(( اِعْتَكَفَ لَيْلَةً فِي الْمَسْجِدِ الحْرَامِ لمِاَ نَذَرَ ذَلِكَ ))
“Umar beri’tikaf pada malam hari di masjidil haram ketika beliau bernadzar” (HR Bukhari)

Sedangkan malam bukan waktunya berpuasa, dan dalam suatu hadits:
(( اِعْتَكَفَ عَشْراً مِنْ شَوَّال ))
“Nabi beri’tikaf pada sepuluh hari syawal.” (HR. Bukhari)

• I’tikaf tidak memiliki ketentuan waktu, sebentar ataupun lama tetap sah. Orang yang beri’tikaf dilarang keluar dari masjid kecuali untuk hal-hal yang mengharuskan ia keluar seperti makan, buang hajat, dan semisalnya. Aisyah berkata:
(( كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اعْتَكَفَ يُدْنِي إِلَيَّ رَأْسَهُ فَأُرَجِّلُهُ وَكَانَ لاَ يَدْخُلُ الْبَيْتَ إِلاَّ لِحَاجَةِ اْلإِنْسَانِ ))
“Nabi jika beri’tikaf mengeluarkan kepalanya kepada saya lalu saya sisir rambutnya, dan beliau tidak keluar kecuali untuk hajat (kebutuhan).” (HR Abu Daud)

Dan tidak ada syarat tertentu bagi yang ingin keluar, akan tetapi disahkan keluar masjid untuk ketaatan kepada Allah yang tidak wajib, seperti menjenguk orang sakit, dan menyaksikan jenazah, tetapi jangan sampai keluar itu menghabiskan waktu I’tikaf, itu hanya sebuah kemudahan.

• I’tikaf tidak sah kecuali di masjid, berdasarkan firman Allah ta’ala :
قال الله تعالى: ﴿ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ﴾

“sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”. (QS. Al-Baqarah 187).

• Jika seseorang ingin ber’itikaf maka disunnahkan untuk mulai ber’itikaf setelah sholat subuh. Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anha bahwa:
(( كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ صَلَّى الْفَجْرَ ثُمَّ دَخَلَ مُعْتَكَفَهُ ))
“Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bila hendak beri’tikaf, beliau sholat Shubuh kemudian masuk ke tempat i’tikafnya”. (HR Muslim).

Diharamkan bagi orang yang beri’tikaf untuk melakukan jima’, atau bercumbu rayu, berdasarkan firman Allah ta’ala:
قال الله تعالى: ﴿ وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ﴾

“(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid.” (QS. Al Baqarah: 187).

• Hendaknya orang yang beri’tikaf menghabiskan waktu untuk ketaatan, shalat (kecuali pada waktu yang terlarang), menyibukkan diri dengan membaca al-qur’an, dzikir kepada Allah, dan setiap amal yang mendekatkan diri kepada Allah yang dapat dilakukan di masjid serta tidak membuang-buang waktunya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.

• Dibolehkan untuk mengunjungi orang yang beri’tikaf, dan berbincang-bincang dengan mereka dengan syarat tidak membuang-buang waktu I’tikafnya. Dari Shofiyah binti Huyaiy, beliau berkata:
(( كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُعْتَكِفًا فَأَتَيْتُهُ أَزُورُهُ لَيْلاً فَحَدَّثْتُهُ ثُمَّ قُمْتُ فَانْقَلَبْتُ فَقَامَ مَعِي لِيَقْلِبَنِي ))
”Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang beri’tikaf, lalu aku datang menziarahinya pada satu malam. Saya berbicara kepada beliau, lalu bangkit untuk pulang. Kamudian beliau bangkit untuk mengantarkanku. (HR Bukhari).
Wahai kaum muslimin… Jika I’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan bukanlah hal yang mudah untukmu, atau dengan waktu yang lebih lama, maka berusahalah untuk beri’tikaf walaupun hanya satu atau dua jam, atau sepanjang waktumu di masjid, dan sibukkan dirimu pada waktu itu dengan hal-hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Allah berfirman :
قال الله تعالى: ﴿ فَاتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ ﴾

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah sesuai kemampuanmu” (QS. At Taghabun 16).
Pengamat Intelijen: Pelatihan Teroris di Mako Brimob
Thursday, 26/08/2010 17:23 WIB | email | print | share

Pengamat intelijen, Mardigu Wawiek Prasantyo bisa memberikan kepastian bahwa pelatihan sekitar sepuluh orang yang diduga polisi sebagai teroris dilakukan di Markas Komando Brimob Kelapa Dua.

“Confirmly, mereka dilatih di Mako Brimob,” ucap Mardigu dalam acara diskusi yang diselenggarakan FKSK atau forum kajian Forum Umat Islam (FUI) di Jakarta siang tadi (Kamis, 26/8).

Namun, Mardigu tidak bisa memberikan kepastian seperti apa pelatihan yang dilakukan.

Apa yang diucapkan Mardigu ini memang menarik. Karena, bagaimana mungkin kesatuan Brimob tidak tahu kalau markasnya dijadikan sarana pelatihan kemiliteran oleh orang-orang yang beberapa bulan kemudian ditangkap Densus 88 sedang melakukan pelatihan kemiliteran di Aceh.

Seperti diketahui publik bahwa Densus 88 menangkap sejumlah orang yang diduga sedang melakukan pelatihan kemiliteran yang ada kaitannya dengan terorisme. Pelatih kemiliteran yang menjadi sosok sentral di Mako Brimob dan juga Aceh itu adalah seorang anggota polisi Polda Jabar yang bernama Sofyan Sauri. Polisi menjelaskan bahwa Sofyan memang anggota Polri, tapi sudah desertir.

Mardigu juga masih belum menangkap adanya hubungan langsung antara tersangka yang diduga melakukan pelatihan teroris di Aceh dengan Abu Bakar Ba’asyir.

Ketika ditanya soal motif kemunculan terorisme yang dekat kaitannya dengan oknum aparat, Mardigu menduga bahwa itu ada kaitannya dengan dana proyek terorisme yang jumlahnya lumayan besar.

"Sulit dipungkiri bahwa dana penanganan terorisme itu memang besar," ucapnya dalam forum diskusi yang dihadiri ratusan orang dari ormas Islam ini.

Hadir sebagai pembicara lain dalam diskusi tersebut, Kabid Mitra Divhumas Polri, Kombes Zulkarnaen, anggota tim pengacara muslim, Munarman, anggota Komisi III DPR, Fachri Hamzah, dan Sekjen FUI, Muhammad Al-Khaththath. Mnh
Rp 19,5 Triliun Habis Hanya Buat Jalan-Jalan Pejabat
Selasa, 21/09/2010 11:49 WIB | email | print | share

Rakyat sempoyongan menanggung beban kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang tak henti-henti. Orang-orang miskin hanya dapat menahan penderitaan mereka, tanpa dapat berbuat apa-apa, akibat kenaikan harga. Ibaratnya sudah jatuh ketiban tangga. Kenaikan harga berlangsung sejak sebelum puasa, dan terus menjelang lebaran.

Sementara itu, orang yang kantongnya pas-pasan, dan tetap ingin silaturrahim ke kampung halamannya, bertemu sanak-keluarga, terpaksa dengan naik motor, dan banyak diantara mereka yang tidak sampai ke tujuan. Meregang nyawa di jalan. Ratusan orang yang meninggal akibat kecalakaan, saat mereka menelusuri jalan-jalan yang akan menuju kampung halaman mereka. Itu terjadi setiap tahun.

Dibagian lain, menurut Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), mengungkapkan dengan gamblang, betapa para pejabat di Republik, tak tanggung-tanggung dalam menguras anggaran yang hanya untuk perjalanan dinas. Menurut Fitra dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 2010, alokasi untuk perjalanan dinas pejabat mencapai Rp 19,5 triliun.

Lembaga-lembaga negara yang paling banyak menghabiskan dana APBN untuk jalan-jalan ke luar negeri, tak lain, Presiden dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Lembaga yang mempunyai perhatian di bidang anggaran ini, mencatat anggaran perjalanan Presiden mencapai Rp 179,034 miliar, dan disusul DPR yang menelan anggaran sebesar Rp 170,351 miliar.

Lebih lanjut, fakta dengan besarnya anggaran yang dikeluarkan untuk perjalanan dinas itu, seperti dikemukakan oleh Yuna Farhan, kenyataan bertolak belakang dengan pernyataan Presiden, yang menyatakan, bahwa akan memangkas anggaran perjalan dinas. “Ternyata dia yang paling besar”, ucap Yuna dalam keterangan di Jakarta, kemarin.

Kemudian, Yuna menambahkan bahwa para pejabat negara, terutama elite pemerintah dan wakil rakyat, tak memiliki sikap sensitip terhadap kondisi rakyat. Sebaliknya, justru dana untuk pemberantasan kemiskinan, seperti Bantuan Operasional Sekolah dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, hanya sebesar Rp 7,4 triliun. Tidak sebanding dengan perjalanan dinas ke luar negeri Presiden dan DPR, yang menelan anggaran sampai Rp 19,5 triliun. Sementara itu, sebanyak kunjungan yang dilakukan Presiden dan anggota DPR, belum nampak hasil yang konkrit yang dapat dirasakan rakyat dan kepentingan nasional Indonesia.

Fitra juga mencatat, setidaknya Presiden SBY menghabiskan lebih dari Rp 813 miliar untuk kunjungan ke luar negeri pada periode 2004-2009 atau sebesar Rp 162 miliar pertahun. Kemudian, pada tahun anggaran 2010, anggarannya dinaikkan menjadi Rp 179 miliar, dan pada APBN 2011, dinaikkan lagi menjadi Rp 182 miliar. Dari keterangan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi , Presiden SBY sudah melakukan 35 kali perjalanan untuk mengunjungi 70 negara.

Menanggapi pernyataan Fitra itu, Ketua DPR Marzuki Ali, menegaskan, “Rp 170 miliar sih tidak ada artinya. Kegiatan DPR kan banyak. Jangan berorientasi rupiah, tetapi orientasi program”, kata Marzuki. Bahkan, Marzuki membantah DPR tidak sensitif terhadap kondisi yang ada. (m/tmp/dan berbagai sumber).

Sabtu, 25 September 2010

Belajarlah Dari Kehancuran Kaum Terdahulu
Senin, 16/08/2010 14:02 WIB | email | print | share

oleh Mashadi

Al-Qur’an surah Al-A’raf selain memberitahukan kepada Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam agar tidak sesak nafas, ketika melangsungkan dakwah, dan menghadapi kaumnya, yang ingkar dan menolak ajakannya agar beriman, dan menerima sepenuhnya Al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah minhaj Rabbani yang diberikan kepada Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam untuk seluruh umat manusia, dan mengikuti agama (din) Allah, yang akan menyelamatkan kehidupan mereka di dunia di akhirat. Minhaj Rabbani ini bersifat mutlak (final), dan akan berlaku sepanjang zaman (sepanjang kehidupan manusia). Meskipun, banyak diantara umat manusia yang menolak dan menentangnya. (QS. Al-A’raf : 2, 3).

Tetapi seperti digambarkan dalam Al-Qur’an yang menceritakan tidak semua umat menerima Al-Qur’an yang merupakan petunjuk (hudan), dan jalan lurus (shirat) yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Manusia ada yang hati tertutup (kufur), tidak menerima risalah Allah Azza wa Jalla, dan menolaknya dengan terang-terangan. Mereka yang menolak risalah Allah itu, mereka yang yang mengikuti hawa nafsunya sebagai jalan hidupnya. Ketika menolak din (agama) Allah, mereka binasa. Di negeri-negeri yang umatnya terang-terangan menolak din Allah dihancurkan. Bahkan bukan hanya dihancurkan mereka itu, tetapi mendapatkan siska yang amat dahsyat dari Allah Rabbul Alamin, akibat perbuatan mereka yang zalim. (QS. Al-A’raf : 4, 5)

Tentu, yang pertama dilaknat oleh Allah Ta’ala, tak lain, adalah Iblis, yang membangkang, karena sifatnya yang sombong. Kesombongan Iblis itu, tak lain karena merasa dirirnya lebih mulia dibanding dengan Adam As, karena Iblis diciptakan dari api, sedangkan Adam As dari tanah. Jadi kekafiran lahir, dapat pula dari adanya asal usul. Inilah yang banyak terjadi sekarang ini, di mana manusia juga mengikuti jejak Iblis, yang mengagungkan asal-usul (keturunan), bukan yang menjadi ukuran keimanan dan ketakwaannya. Maka, Iblis diusir dari surga oleh Allah, karena sikapnya yang sombong dan ingkar itu. (QS. Al-A’raf : 12,13)

Makhluk yang diciptakan oleh Allah, yang terkena perintah harus meninggalkan surga, adalah Adam As, yang terkena bujukan dan kemudian memakan buah yang dilarang oleh Allah, yaitu buah kuldi. Adam As, lalai atas larangan itu, dan terbujuk dengan bisikan Iblis, dan kemudian melanggar perintah Allh. Adam As, merupakan makhluk pertama yang diciptakan yang melanggar perintah Allah, karena terkena fitnah Iblis, dan kemudian diusir dari surga. (QS. Al-A’raf : 20, 22).

Selanjutnya, kisah Nabi Nuh As, mengaja umat untuk beriman, tetapi ajakannya ditentang dengan keras, bahkan beliau dituduh sesat oleh para pemimpin kaumnyaitu. Dakwah yang dilangsungkan Nabi Nuh As, yang berlangsung selama hampir 90 tahun, gagal, dan terus mendapatkan penolakan dari kaumnya, sampailah datang datang azab dari berupa datangnya air bah (tsunami), yang menghancurkan seluruh kaumnya. (QS. Al-A’raf : 59, 60, 64).

Kaum Nabi Hud As, yang dikenal dengan kaum ‘Ad, yang juga menolak untuk beriman kepada Allah. Mereka menola ajakan Nabi Hud As, yang diutus menyampaikan risalah dari Allah Ta’ala, yang kemudian ditolak oleh para pemimpin kaumnya itu. Nabi Hud As jug dituduh kurang waras (gila), dan terus menola ajakan Nabi Hud, meskipun beliau mengatakan tentang risalah Allah Ta’ala itu, tetapi kaum tetap menolaknya, dan kemudian dihancurkan seluruhnya sampai ke akar-akarnya dengan kejadian yang dahsyat, datangnya angin topan. Mula-mula kekeringan yang panjang yang mematikan seluruh tanaman mereka, kemudian datang awan hitam yang menggumpal diatas awan, yang dikiran akan datangnya huja, ternyata topan. (QS. Al-A’raf : 65, 66, 71).

Kisah berikutnya, kaumnya Nabi Saleh As, yaitu kaum Samud, yang menyembah agama Allah, dan dilarang menyakiti unta betina, tetapi perintah dan larangan itu, semuanya dilanggar oleh kaumnya Nabi Saleh As, yang dihancurkan dengan gempa bumi dahsyat, sehingga kaum Samud luluh lantak.

Kisah Nabi Luth As, yang kaumnya melakukan perbuatan terkutuk dengan melakukan sodomi (liwat). Ketika Nabi Luth As, melarang perbuatan keji itu, mereka tidak menggubrisnya, dan mengusirnya Nabi Luth dan para pengikutnya yang beriman, dan kaumnya Nabi Luth dihancurkan oleh Allah Ta’ala dengan hujan batu karena perbuatan dosa mereka. (QS. Al-A’raf : 80, 81, 84).

Masih dalam kisah, tentang Nabi Syu’aib As, yang menyuruh kaumnya ta’at kepada Allah, dan tidak berlaku curang dengan cara mengurangi timbangan, tetapi kaumnya itu tetap sombong, dan tidak mau mengikuti syariah yang diperintahkan Allah kepada mereka. Tetapi, lagi-lagi kaumnya Nabi Syu’aib bersama denga para pemukanya, mengusir Nabi Syu’aib, kecuali Nabi Syu’aib mau kembali ke agama mereka yang sesat itu, dan Allah menurunkan adab terhadap mereka berupa gempa yang amat dahsyat, yang memusnahkan kaumnya Nabi Syu’aib. (QS. Al-A’raf : 85, 88, 90, 91).

Terakhir, kaumnya Nabi Musa As, yang telah diselamatkan dari kehancuran, akibat selalu ingkar dan berbuat zalim. Kaumnya Nabi Musa As ini diselamatkan dari kekejaman Fir’aun, dan mereka selamat dari bahaya kehancuran, tetapi mereka tetap tidak mau beriman, dan selalu berbuat kekafiran, seperti membuat patung sapi, yang kemudian mereka sembah. Inilah kisah antara Nabi Musa As, kaumnya, dan Fir’aun, yang dimenangkan oleh Nabi Musa As, dan kaumnya. Tetapi lagi-lagi mereka ingkar dan kafir, dan menolak untuk beriman kepada Allah. Mereka tetap menyembah berhala. (QS. Al-A’raf : 150, 155, 162, 167).

Dan, seburuk-buruknya kaum adalah kaum Yahudi, yang terus-menerus berbuat dzalim, dan menolak kebenaran, dan ingkar dengan seingkar-ingkarnya kepada risalah Allah. Wallahu’alam.
Mukjizat Ibadah Ramadhan (2)
Rabu, 25/08/2010 09:29 WIB | email | print | share

oleh Fathuddin Ja'far

Mukjizat Qiyam

Qiyam adalah aktivitas ibadah shalat di malam hari. Shalat harus dilakukan dengan berdiri (qiyam). Di bulan Ramadhan, shalat taraweh disebut qiyamullail (berdiri di malam hari), sedangkan di luar Ramadhan adalah shalat tahajjud. Hakikat Qiyam adalah bangun dan tegak lurus sambil berdiri beribadah kepada Allah. Jika di siang hari kita melakukan Shiyam atau manajemen syahwat, maka di malamnya kita dilatih untuk Qiyam. Jika makna di balik kata Shiyam itu adalah manajemen syahwat, maka di balik kata Qiyam dapat pula kita maknai sebagai manajemen ibadah.

Terdapat tiga prinsip dasar dalam memaknai Qiyam dalam arti manajemen ibadah. Pertama, tegak lurus berdiri beribadah kepada Allah. Kedua, kesiapan diri meluruskan dan menyatukan semua orientasi hidup dan aktvitas hidup kita dari bermacam-macam menjadi hanya kepada Allah dan untuk Allah semata. Inilah inti komitmen yang selalu kita ucapkan waktu membaca doa iftitah dalam shalat [QS. Al-An’am (6) : 161-163]. Ketiga, memenej ibadah berdasarkan aturan, sistem dan ketentuan Allah, baik tujuannya, caranya maupun skala prioritasnya.

Mukjizat ibadah Ramadhan akan kita rasakan jika berbagai ibadah tersebut kita menej dan kerjakan berdasarkan tiga prinsip dasar tersebut di atas. Sebab itu, ibadah Qiyam Ramadhan (shalat malam) adalah lambang kesiapan kita untuk berdiri dan mengemban semua amanah dan kewajiban yang Allah pikulkan ke pundak kita semasa kita hidup di dunia ini. Kita tidak punya pilihan kecuali memikulnya. Ini adalah bukti bahwa kita adalah hamba-Nya yang tidak punya daya dan upaya sedikitpun di hadapan kehendak dan kemauan-Nya.

Sesungguhnya kemauan yang kuat untuk memikul amanah dan kewajiban yang dibebankan Alllah kepada kita adalah sebuah kemuliaan dan keuntungan, bukan beban dan kerugian. Amanah memahami, mengamalkan dan memperjuangkan Al-Qur’an agar menjadi the way of life kita dan manusia lainnya; amanah sahalat, amanah pengorbanan dengan harta dan mencari solusi kesulitan ekonomi masyarakat dan berbagai amanah lainnya, seperti yang dijelaskan Allah dalam Kitab-Nya :

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ (29) لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ (30)

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, (29) agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri (30) [QS. Fathir (35) : 29-30].

Qiyam Ramadhan adalah lambang kesiapan kita untuk selalu mengoreksi dan meluruskan orentasi hidup kita yang di siang hari bisa saja terpengaruh oleh berbagai godaan dan janji kosong setan dan dunia. Atau bisa juga disebabkan keras dan kejamnya sistem hidup yang ada dalam masyarakat dan pemerintahan yang ada sehingga hidup ini terasa amat sulit dan penuh kezaliman. Sebab itu, Ramadhan mengajarkan kita untuk mengoreksi dan meluruskan orienatsi hidup itu setiap malam. Targetnya adalah agar kita memiliki karakter yang kuat dalam menghadapi percaturan hidup ini sehingga orientasi hidup kita tetap terpelihara dan tidak condong serta mengarah kepada selain Allah. Karena, perubahan orientasi hidup kepada selain Allah, atau kecenderungannya kepada selain Allah akan mengakibatkan perubahan jalan hidup yang ditempuh. Inilah yang kita minta selalu dalam shalat fardhu maupun dalam Qiyam Ramadhan dan di luar Ramadhan :

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7)

Tunjukilah kami ke jalan yang lurus (6), yaitu jalan orang yang tidak Engkau murkai (Yahudi) atas mereka, dan tidak pula jalan hidup orang yang tersesat (Nasrani) (7). [QS. Al-Fatihah (1) : 6 -7]

Sesunggunya perubahan orentasi hidup kepada selain Allah adalah kekufuran dan kemusyrikan yang akan menghancurkan kehidupan kita baik di dunia maupun di akhirat. Komitmen untuk tetap menjaga orentasi hidup hanya untuk Allah merupakan komitmen yang selalu kita ucapkan saat kita Qiyamullail dan juga shalat lainnya :

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163)

Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (162) Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah). (163) [QS. Al-An’am (6) : 162–163]

Qiyam Ramadhan juga lambang kesiapan kita untuk mengikuti berbagai ibadah dan sistem hidup yang Allah syari’atkan berdasarkan tujuan atau niat, cara dan skala prioritas yang Allah tetapkan dan Rasulullah contohkan. Jangan ada satupun ibadah yang kita lakukan, baik fardhu maupun yang sunnah, baik yang fardhu ‘ain maupun fardhu kifayah yang melenceng niatnya kepada selain Allah, seperti shalat untuk terhindar dari tekanan darah tinggi, shaum untuk mendapat langsing, infaq untuk menjadi kaya, qiyamullail agar berwibawa di hadapan manusia, menegakkan hukum Allah (syari’at Islam) untuk berkuasa dan sebagainya. Semua ibadah dan ketaatan harus ditujukan hanya mencari ridha Allah. Kebaikan-kebaikan yang muncul dalam diri dan dunia kita sebagai buah dari ibadah tak lain hanya bonus duniawi yang Allah berikan. Sebab itu, jangan tertipu oleh bonus-bonus duniawi itu, karena jika dibanding dengan imbalan akhirat berupa syurga-Nya, tentulah tidak ada artinya.

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. [QS. Al-Bayyinah (98) : 5]

Qiyam Ramadhan juga sarana pelatihan diri kita untuk melakukan semua ibadah sesuai dengan yang Allah syari’atkan dan Rasulullah ajarkan. Jangan sampai dalam melakukan ibadah, baik wajib maupun sunnah keluar kaifiyat (tata cara)-nya dari apa yang telah dicontohkan Rasul Saw.

Di samping itu, Qiyam Ramadhan mengajarkan kita untuk selalu mengikuti semua ibadah dan sistem hidup yang Allah syari’atkan dan Rasulullah contohkan berdasarkan urutan dan prioritas yang telah disyari’atkan-Nya. Jangan sampai melaksanakan shalat iedul fitri dan iedul adh-ha lebih semangat ketimbang shalat Jumat. Jangan sampai shalat taraweh lebih semangat kita kerjakan ketimbang shalat fardhu berjamaah di masjid lima kali dalam sehari semalam. Jangan sampai infaq lebih semangat kita lakukan ketimbang menunaikan zakat dan begitulah seterusnya.

Qiyam Ramadhan mengajarkan dan melatih kita untuk mendahulukan amal-amal yang wajib dari amal-amal yang sunnah dan yang fardhu a’in sebelum fardhu kifayah. Namun demikian, bukan berarti kita mencukupkan amal ibadah kita pada yang wajib saja dan tidak tertarik melakukan yang sunnah (nawafil). Keduanya harus kita kerjakan dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh. Karena urutan untuk mencapai kedekatan dan kasih sayang Allah adalah dengan memulai amalan atau ibadah yang wajib (fardhu), kemudian diteruskan dengan yang sunnah. Dalam sebuah hadits qudsi dijelaskan :

إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ

Sesungguhnya Allah berfirman: Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka sungguh aku umumkan perang atasnya. Dan tidak ada (jalan) yang dilakukan hamba-Ku dalam rangka mendekatkan diri pada-Ku lebih aku cintai selain dari apa yang Aku fardhukan atasnya. Apabila hamba-Ku terus menerus melakukan pendekatan diri (taqarrub) pada-Ku dengan amalan yang nawafil (sunnah) sampai Aku mencintainya. Bila Aku mencintainya, Aku yang menjadi pendengarannya bila ia mendengar, penglihatannya bila ia melihat, tangannya bila ia memukul, kakinya apabila ia berjalan dan apabila ia meminta pasti Aku kabulkan dan apabila ia meminta perlidungan pasti aku lindungi. Tidak ada sedikitpun Aku ragu melakukan apa saja seperti keraguan-Ku (mencabut) jiwa (nyawa) seorang Mukmin yang membenci kematian, sedangkan Aku tidak mau menyakitinya. (HR. Imam Bukhari).

Hadits Qudsi tersebut dengan tegas menyatakan bahwa :

1. Dalam melakukan ibadah kepada Allah atau menerapkan sistem hidup yang disyari’atkan-Nya kepada kita haruslah dengan prinsip prioritas. Sedangkan prinsip prioritas itu harus menurut Allah itu sendiri.
2. Untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah) harus dimulai dari apa yang Allah wajibkan pada kita, baik terkait dengan indifidu, rumah tangga, masyarakat maupun sisitem hidup dalam pemerintahan.
3. Untuk mendapatkan kasih sayang Allah (menjadi wali Allah), amal-amal yang bersifat sunnah seperti, shalat sunnah, shaum sunnah dan sebagainya, haruslah menjadi kebiasaan (habit) yang dilakukan tanpa mengenal waktu dan kondisi. Pelaksanaanya melekat dalam diri sama halnya dengan ibadah-ibadah fardhu lainnya.
4. Karena ibadah sunnah itu sangat banyak dan luas jangkauannya, maka setiap kita hendaklah memulai dari ibadah-ibadah sunnah yang Allah mudahkan dan kemudian dikembangkan kepada ibadah-ibadah sunnah lainnya. Setiap kita hendaklah mengetahui potensi diri kita terkait amal ibadah sunnah yang mungkin kita lakukan secara terus menerus (mudawamah), karena terus-menerus itu menjadi syarat mendapatkan kasih sayang Allah.
5. Apabila kita komitmen melaksanakan yang fardhu (wajib), kemudian diteruskan dengan amal iabadah yang sunnah secara kontinu, maka peluang kita meraih kasih sayang Allah sangatah besar. Atau dengan kata lain, peluang menjadi wali Allah sangat terbuka lebar.
6. Bila seorang Mukmin telah meraih kedekatan dan kasih sayang Allah, saat itulah ia menjadi wali Allah. Kemenangan dan kebahagiaan dunia dan akhirat akan menyertainya.

Pola penerapan ibadah seperti yang dijelaskan hadits Qudsi di atas adalah ajaran Rasul Saw. Rasulullah dan para Sahabatnya berhasil menerapkannya dalam kehidupan mereka. Sebab itu, mereka dijamin Allah meraih kebahagian dan kemenangan di dunia dan akhirat.

Kendati Rasulullah tidak bersama kita, namun dengan mukjizat Al-Qur’an dan ibadah Ramadhan yang selalu mengunjungi kita setiap tahun, insya Allah kita bisa meraih derajat taqwa seperti halnya para shahabat Rasul Saw. Amin..

(Selesai)
Mukjizat Ibadah Ramadhan (1)
Monday, 23/08/2010 11:17 WIB | email | print | share

oleh Fathuddin Ja'far

Sesungguhnya Al-Qur’an itu mukjizat yang tak terkalahkan sampai akhir zaman. Salah satu bukti kemukjizatan Al-Qur’an ialah menciptakan sebuah sistem ibadah Ramadhan menjadi ibadah yang penuh mukjizat. Al-Qur’an merancang mukjizat ibadah Ramadhan sedemikian rupa sehingga dirasakan mukjizatnya dalam semua sisi kehidupan; sisi ruhiyah (keimanan), sisi intelektualitas (keilmuan), sisi ubudiyah dan ketaatan, sisi kesehatan fisik dan psikis, sisi akhlak , keberkahan hidup, dan sebagainya. Wajar jika target ibadah Ramadhan itu sangat luar biasa, yakni pembentukan karakter taqwa orang-orang beriman. Sebuah posisi dan kedudukan yang paling tinggi dan mulia di sisi Allah.

Secara waktu pelaksanaan, ibadah Ramadhan sangatlah istimewa; sebulan penuh serta siang dan malam. Artinya, kalau kita menjalankan ibadah Ramadhan dengan baik dan maksimal, maka seperduabelas dari umur kita adalah ibadah Ramadhan. Inilah ibadah dan pelatihan hidup (life management) terpanjang dalam hidup kita, jika saja kita berhasil memanfaatkannya dengan baik dan maksimal pasti melahirkan karakter taqwa. Di siang hari kita melakukan shiyam (memenej syahwat) dan di malamnya kita dilatih Qiyam (memenej ibadah). Selama 24 jam dalam sehari semalam kita berada dalam ketaatan (manajemen syahwat dan manajemen ibadah) pada Allah dan berlanjut selama satu bulan penuh.

Untuk menggali mukjizat ibadah Ramadhan, kita perlu merujuk kepada ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasul Saw. terkait ibadah Ramadhan. Terdapat dua kata kunci yang akan membantu kita untuk memahami mukjizat ibadah Ramadhan. Pertama, kata shiyam’ yang artinya menahan dan mengendalikan diri atau syahwat atau manajemen syahwat. Kedua adalah kata ‘qiyam’, artinya tegak lurus berdiri untuk beribadah hanya kepada Allah Ta’ala.

Imam Bukhari dalam kitab Shahehnya meriwayatkan, bersabda Rasul Saw :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Siapa yang shaum (melakukan puasa/manajemen syahwat) di bulan Ramadhan didasari iman (keyakinan penuh pada Allah) dan ihtisab (tujuannya hanya mencari ridha Allah), maka diampunkan dosanya yang lalu.

Imam Muslim dalam kitab Shahehnya meriwayatkan dengan redaksi sedikit berbeda. Bersabda Rasul Saw. :

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Siapa yang melakukan Qiyam (tegak berdiri beribadah di malam) bulan Ramadhan didasari iman (keyakinan penuh pada Allah) dan ihtisab (tujuannya hanya mencari ridha Allah), maka diampunkan dosanya yang lalu.

Dari dua Hadits di atas, dapat kita pahami bahwa kata kunci dahsyatnya sistem ibadah Ramadhan dalam pembentukan karakter taqwa terletak pada dua kata ; Shiyam dan Qiyam. Menariknya lagi, Shiyam itu harus dilaksanakan di siang hari; sejak dari terbit fajar sampai tenggelam mata hari. Sedangkan Qiyam itu dilakukan di malam hari; sejak selesai shalat isya’ sampai menjelang waktu subuh. Kalaulah Shiyam itu dilakukan di malam hari sedangkan Qiyam dilakukan pada siang hari, tentulah ibadah Ramadhan tersebut tidak menjadi istimewa dan tidak akan bernilai mukjizat bagi yang melaksanakannya.

Mukjizat Shiyam

Shiyam adalah menahan diri dari berbagai hal yang membatalkannya, seperti makan, minum, berhubungan suami isteri dan sebagainya, sejak terbit fajar sampai tenggelam matahari. Pertanyaannya kemudian ialah, mengapa semua yang dihalalkan di luar bulan Ramadhan diharamkan pada siang hari Ramadhan seperti makan, munum, berhubungan suami isteri dan sebagainya? Dapat kita petik hikmahnya, bahwa hakikat Shiyam yang kita lakukan selama sebulan Ramadhan itu merupakan pelatihan manajemen syahwat agar terbiasa mengendalikan atau memenej syahwat yang bersemayam dalam diri kita.

Ada dua hal penting terkait manajemen syahwat dalam ibadah Shiyam. Pertama, terkait dengan pengendalian syahwat yang halal, seperti makan, minum, seks dan sebagainya. Karena Shiyam itu melatih orang yang menjalankannya untuk meraih derajat taqwa yang merupakan derajat tertinggi di sisi Allah [QS. Al-Hujurat (49) : 13]. Untuk meraih ketaqwaan itu sangat erat kaitannya dengan kemampuan memenej syahwat yang halal, bukan syahwat yang haram. Syahwat yag haram itu kalau dilakukan merupakan bukti cacatnya keimanan. Sudah pasti orang yang cacat imannya tidak mungkin mencapai derajat taqwa kecuali ia melakukan taubat nashuhah.

Fakta membuktikan, bagi yang tidak terbiasa memenej syahwat yang halal, akan sangat sulit, dan mungkin mustahil baginya untuk memenej syahwat yang haram, karena syahwat yang haram itu lebih terasa nikmat, lebih mudah, lebih banyak dan lebih kuat dorongan untuk melakukannya. Contoh sederhananya ialah seorang koruptor. Ia korupsi bukan karena ia tidak dapat gaji atau bukan karena tidak bisa makan dan minum. Akan tetapi ada dorongan syahwat haramnya untuk melakukan kejahatan korupsi itu. Karena tidak terbiasa memenej syahwat yang halal, maka ia dengan mudah terdorong dan tertipu oleh syahwat haramnya sehingga ia melakukannya. Apalagi di antara karakter syahwat itu adalah amat rakus dan tidak realistik. Sebab itu kita lihat para koruptor tak sedikit yang melakukan korupsi dengan nilai jauh melebihi kebutuhan makan dan minum mereka, dan bahkan ada yang korupsi memcukupi keperluan hidupnya 1000 tahun lebih.

Kedua, ibadah Shiyam memfokuskan pada manajemen tiga induk syahwat yang sudah built in dalam diri manusia, yakni syahwat makan, syahwat minum dan syahwat kemaluan (seks). Ketiga induk syahwat ini mendapatkan perhatian pengendalian yang ketat dalam ibadah Shiyam, setelah itu baru syahwat-syahwat yang lain, seperti syahwat mata, syahwat telinga, syahwat lidah, syahwat kesombongan/ego, syahwat kekuasaan dan seterusnya.

Kenapa ketiga syahwat tersebut menjadi fokus utama ibadah Shiyam? Jawabannya tak lain adalah bahwa bila seorang Muslim tidak mampu dan tidak terbiasa memenej ketiga syahwat tersebut dalam kondisi halal, maka ia dengan mudah terjerumus ke dalam lembah syahwat haram. Awalnya bermula dari tidak mampu mengendalikan syahwat makan dan minum yang halal. Kemudian terjerumus memakan dan meminum yang tidak halal atau yang haram, baik jenisnya seperti khamar, babi dan sebagainya, maupun cara mendapatkannya yang tidak halal, seperti dengan risywah (sogok-menyogok), riba, korupsi dan sebagainya. Kalau isi perut seseorang itu dari makanan dan minuman yang haram, maka gejolak syahwat kemaluannya semakin tak terkendali sehingga ia mengalami kesulitan untuk mengendalikan syahwat kemaluannya. Ketiga syahwat tersebut saling terikat. Sebab itu, ketiganya menjadi fokus utama Shiyam dalam mememenejnya.

Korupsi misalnya, bukan dilakukan oleh orang yang tidak punya uang untuk membeli makanan dan minuman. Akan tetapi dilakukan oleh orang yang bergaji besar dan berpenghasilan cukup dan bahkan banyak yang penghasilannya berlebih. Perselingkuhan juga bukan hanya dilakukan oleh lelaki dan wanita yang lajang, akan tetapi juga dilakukan oleh mereka yang sudah punya pasangan suami isteri yang halal.

Karena itu, syahwat makan, minum dan seks itu harus mampu dimemenej dengan baik dalam kondisi dan sitauasi yang halal. Kalau tidak, ketiga syahwat tersebut akan mendorong seseorang untuk mendapatkannya dengan segala cara, tanpa mengenal halal dan haram. Makanan dan minuman yang dikonsumsinya dari yang diharamkan Allah itu akan bereaksi negatif dan mempengaruhi hati, pikiran dan prilaku pelakunya, siapapun ia, apakah orang biasa maupun seorang alim atau abid (ahli ibadah). Dorongan negatifnya tidak hanya sebatas makan dan minum yang haram, tapi melebar kepada penyimpangan moral seperti zina dan sejenisnya.

Apabila makanan dan minuman yang haram atau syubhat yang dikonsumsi itu bereaksi, maka tidak akan ada manfaat ilmu, iman dan akhlak yang dimiliki sebelumnya. Akhirnya semua yang diharamkan dan yang dimurkai Allah bisa dilakukan dengan mudah tanpa berfikir panjang, karena demikianlah tipe dan karakter orang yang sedang dikendalikan, dimabuk dan diperbudak syahwat haram.

Orang yang dimabuk dan diperbudak syahwat itu dengan mudah melakukan maksiat atau dosa-dosa besar seperti berzina, minum khamar, korupsi, mendatangi dukun dan para peramal, dan bahkan dengan enteng menolak hukum dan peraturan Allah dan Rasul-Nya, baik secara terus terang maupun dengan berbalut baju Islam dan kebaikan. Agama Allahpun diperjualbelikan untuk kepentingan syahwat dunia yang tidak seberapa, tanpa takut sedikitpun akan ancaman Allah. Bahkan akhirat yang sangat luar biasa ditukar dengan dunia yang sedikit dan hina (QS. Al-Baqarah (2) : 85-86).

Walhasil, orang seperti itu hatinya keras dan sakit. Pikirannya kacau dan tidak terang lagi. Perasaannya kalut, gelisah dan tidak mendapat ketenangan hidup. Kalau tidak dilakukan perbaikan dan pengobatan terhadap hatinya (tazkiyatunnafs), maka prilakunya bisa rusak total kendati masih terlihat baju keislamannya. Benarlah apa yang disabdakan Rasul Saw, seperti yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahehnya :

إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas dan di antara keduanya ada yang syubhat di mana tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka siapa yang terpelihara dari yang syubhat itu maka selamatlah agama dan harga dirinya. Siapa yang terjatuh ke dalam yang syubhat itu maka ia terjatuh ke dalam yang haram. Persis seperti pengembala yang mengembala di sekitar pagar (kebun orang lain), maka sulitlah dipastikan (binatang ternaknya) tidak terjatuh (memakan rumput yang ada di kebun orang lain). Ingatlah, bahwa setiap raja itu memiliki batas (teritorial)nya dan ingatlah, batas (terotorial) Allah itu apa yang diharamkan-Nya. Dan ingatlah, di dalam setiap tubuh (manusia) itu ada seperti daging yang digigit. Bila daging tersebut baik maka semua anggota tubuhnya akan baik dan bila daging tersebut buruk , maka semua anggota tubuhnya akan jadi buruk pula. Itulah jantung (hati nurani). (HR. Imam Muslim).

Sebab itu, Shiyam adalah solusi terbaik untuk pengendalian syahwat seperti yang disabdakan Rasul Saw :

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Wahai para pemuda! Siapa di antara kalian yang sudah memiliki kemampuan, hendaklah ia menikah karena sesungguhnya menikah itu merupakan cara terbaik untuk bisa menundukkan pandangan dan cara terbaik untuk memelihara kemaluan. Dan siapa yang belum memiliki kemampuan maka hendaklan ia perbanyak shaum, karena sesungguhnya manfaat shaum itu baginya adalah pemecah syahwat. (HR. Imam Muslim)
Nikmat Spektakuler Surga
Kamis, 25/03/2010 15:52 WIB | email | print | share

oleh Ustadz Fathuddin Jakfar

إن الحمد لله وحده, نحمده و نستعينه و نستغفره ونتوب اليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا من يهده الله فهو المهتد ومن يضلله فلن تجد له وليا مرشدا, أشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله بلغ الرسالة وأدى الأمانة ونصح للأمة وتركنا على المحجة البيضاء ليلها كنهارها لا يزيغ عنها الا هلك, اللهم صل وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن دعا بدعوته الى يوم الدين. أما بعد, فيا عباد الله اوصيكم ونفسي الخاطئة المذنبة بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون. وقال الله تعالى في محكم التنزيل بعد أعوذ بالله من الشيطان الرجيم :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (ال عمران : 102)

Kaum muslimin rahimakumullah…

Pertama-tama, marilah kita tingkatkan kualitas taqwa kita pada Allah dengan berupaya maksimal melaksanakan apa saja perintah-Nya yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul saw. Pada waktu yang sama kita dituntut pula untuk meninggalkan apa saja larangan Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul Saw. Hanya dengan cara itulah ketaqwaan kita mengalami peningkatan dan perbaikan….
Selanjutnya, shalawat dan salam mari kita bacakan untuk nabi Muhammad Saw sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an :

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat atas Nabi (Muhammad Saw). Wahai orang-orang beriman, ucapkan shalawat dan salam atas Nabi (Muhammad) Saw. ( Al-Ahzab : 56)

Kaum Muslimin rahimakumullah…

Iman kepada Allah sebagai Pencipta manusia dan alam semesta mendorong kita untuk mudah memahami dan meyakini semua janji-Nya; janji buruk maupun janji baik. Di antara janji baik Allah pada hamba-Nya yang taat pada-Nya dan Rasul-Nya ialah bahwa di akhirat nanti mereka akan mendapatkan surga sebagai kompensasi dan imbalan keimanan dan amal shaleh yang mereka lakukan saat mereka hidup di dunia. Allah berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْكَبِيرُ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh (yang banyak), bagi mereka (kelak) surga yang mengalir di bawahnya berbagai macam sungai. Itulah kesuksesan yang maha besar (tanpa batas). (Q.S. Al-Buruj : 11).

surga yang dijanjikan Allah adalah nikmat spektakuler yang tidak bisa dibandingkan sedikitpun dengan semua kenikmatan dunia dengan segala isinya. Bahkan dalam banyak ayat Al-Qur’an Allah menjelaskan bahwa kehidupan dunia ini hanyalah kehidupan yang sedikit dan menipu. Di antaranya seperti yang tercantum dalam surat Ali imran ayat 185, Arro’du ayat 26 dan Al-Hadid ayat 20. Bahkan dalam surat Al-An’am ayat 32 allah menjelaskan bahwa kehidupan dunia ini hanya permainan dan sendagurau belaka.

Oleh sebab itu, janganlah kita tertipu oleh gemerlap kehidupan dunia ini, sebanyak apapun ia, karena tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kehidupan akhirat, yakni surga yang Allah janjikan pada kita.

Orang-orang beriman dan banyak beramal shaleh atau disebut juga dengan orang-orang bertaqwa pasti akan merasakan semua kenikmatan yang dijanjikan Allah pada mereka di dalam surga. Nikmat yang mereka peroleh sungguh tidak terhitung jumlahnya, bersifat abadi (selama-lamanya) dan tidak ada henti-hentinya.

Kaum Muslimin rahimakumullah…

Di antara nikmat yang sangat spektakuler ialah :

1. Melihat Allah.

Kendatipun semua nikmat yang Allah sediakan di surga sangatlah istimewa dan spesifik, di mana belum pernah ada tandingannya di dunia. Namun demikian, melihat Allah adalah nikmat yang terbesar dan spektakuler yang diberikan-Nya kepada para kekasih-Nya yang mendiami surga, sebagai bonus untuk mereka. Siapa yang tidak terharu dan histeris jika melihat Tuhan Penciptanya? Tuhan yang memberi kehidupan di dunia dengan berbagai nikmat dan fasilitas kehidupan yang serba lengkap dan gratis?

Nikmat dan fasillitas tersebut bukan hanya mereka peroleh semasa hidup di dunia, melainkan sepanjang perjalanan wisata yang mereka lewati beribu-ribu tahun dan bahkan berjuta-juta tahun lamanya. Kemudian nikmat dan fasilitas tersebut dilipatgandakan kualitas dan kuantitasnya untuk mereka yang menjadi penghuni surga-Nya. Coba bayangkan, betapa kagum dan ta’zim (hormat)-nya mereka kepada Tuhan Pencipta yang sungguh Maha Pemurah dan Penyayang itu. Dalam kondisi seperti itu tiba-tiba Tuhan Pencipta, Allah Subhanahu Wata’ala, Raja dunia dan Akhirat memberikan kesempatan kepada mereka untuk melihat-Nya. Allah menjelaskan hal tersebut dalam firman-Nya :

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Bagi orang-orang yang berbuat baik (profesional dalam segala hal), ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat Allah). Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya (Q.S. Yunus: 26)

Para ulama menjelaskan kata “زيادة “ (tambahan) pada ayat di atas adalah melihat wajah Allah. Informasinya bersumber dari Abu Bakar Ash- Shiddiq, Khuzaimah Ibnu al-Yaman, Abdullah Bin Abbas, Said ibnu al-Musayyab, segolongan tabi’in dan sejumlah ulama salaf (generasi pertama) dan khalaf (generasi berikutnya).

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab bahwa dia bertanya kepada Rasulullah saw. ihwal firman Allah Ta’ala, “Bagi orang-orang yang berbuat baik adalah kebaikan dan “tambahan”. Maka beliau bersabda :

" الحسنى الجنة و الزيادة النظر الى وجه الله عز وجل "

“Yang dimaksud kebaikan adalah surga dan yang dimaksud ‘tambahan’ ialah memandang wajah Allah ‘Azza wa Jalla”.[1]


2. Tidak pernah merasa lelah dan lesu.

Ketika hidup di dunia, dalam sehari semalam, mereka memerlukan tidur dan istirahat minimal empat sampai delapan, karena mudah lelah dan lesu. Sebab itu, berbagai macam obat, vitamin dan nutrisi mereka santap. Namun, di surga, lelah, lesu, letih, kurang semangat dan loyo itu sudah tidak ada. Mereka selama-lamanya fit dan enerjik. Hal ini mereka akui sendiri seperti yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya :

الَّذِي أَحَلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ مِنْ فَضْلِهِ لا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ (35)

Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu". (Q.S. Fathir: 35)

3. Nikmat raksasa dan spektakuler lain yang belum pernah mata mereka melihatnya, tidak juga telinga mereka pernah mendengar sebelumnya, dan bahkan belum pernah terlintas dalam benak mereka ialah tersedianya berbagai macam sungai, seperti sungai susu murni, sungai madu yang sudah disaring, sungai air mineral dan sungai khamar.

Semua sungai tersebut membentang sepanjang surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Betapa bahagianya ketika mata mereka menatap sungai-sungai yang beraneka ragam itu. Semua airnya kelas super dan multi guna; diminum oke, dijadikan air mandi sangat cocok dan juga pas untuk segala keperluan mereka di surga. Di samping itu terdapat pula buah-buahan yang amat melimpah ruah, tak terhitung jumlah dan jenisnya.

Semuanya boleh dimakan semaunya dan tidak ada lagi larangan dari Tuhan Pencipta, sebagai bukti mereka telah dapat ampunan dan ridha-Nya, sebagai imbalan dari amal shaleh yang mereka lakukan semasa hidup di dunia. Allah menjelaskan begitu indah dalam firman-Nya :

مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ

“Contoh surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang Bertaqwa itu (adalah) yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka,(apakah) sama dengan orang yang kekal dalam Neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (Q.S. Muhammad: 15)

Kaum Muslimin rahimakumullah…

Di antara nikmat spketakuler surga lainnya ialah :

4. Sibuk bersenang-senang sepanjang masa.

Di dunia orang-orang Mu’min sibuk dengan berbagai aktivitas kebaikan dengan memberikan apa yang Allah amanahkan kepada mereka berupa ilmu, harta dan kedudukan. Tak jarang pula berbagai aktivitas tersebut sangat meletihkan pikiran karena dihina dan dicaci maki oleh manusia yang belum memahami jalan keimanan. Bahkan tak jarang pula keimanan mereka mengakibatkan mereka harus selalu siap menghadapi berbagai resiko tinggi, seperti menghadapi ancaman, teror, penjara, dibunuh, ditembak mati, diroket dan sebagainya.

Namun di dalam surga suasana kehidupan yang mereka jalani sangatlah berbeda. Setiap saat mereka sibuk menikmati kenikmatan dan fasilitas yang serba super canggih dan super nikmat bersama istri-istri mereka di bawah naungan yang teduh di atas dipan-dipan indah sambil bertelekan dan menikmati buah-buahan serta apa saja yang mereka inginkan.

Sedang asyik-asyiknya menikmati berbagai kesenangan itu, tiba-tiba mereka menerima ucapan “Salam” (keselamatan) dari Tuhan Pencipta yang Maha Penyayang. Semua itu mereka raih sebagai penghormatan Tuhan Pencipta pada mereka atas segala amal dan perjuangan yang mereka lakukan semasa mereka hidup di dunia. Allah menjelaskannya :

إِنَّ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِي شُغُلٍ فَاكِهُونَ (55) هُمْ وَأَزْوَاجُهُمْ فِي ظِلالٍ عَلَى الأَرَائِكِ مُتَّكِئُونَ (56) لَهُمْ فِيهَا فَاكِهَةٌ وَلَهُمْ مَا يَدَّعُونَ (57) سَلامٌ قَوْلا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ (58)

Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka).(55) Mereka dan istri-istri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan.(56) Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa yang mereka minta.(57) (Kepada mereka dikatakan): "Salam", sebagai ucapan selamat dari Tuhan Pencipta Yang Maha Penyayang.(58) (Q.S. Yasin: 55 – 58)

5. Perbedaan yang sangat kontras dalam segala hal antara penghuni Surga dengan penguni Neraka.

Para penghuni surga sibuk menikmati berbagai kesenangan dan fasilitas yang serba lengkap dan berkualitas super, sementara para penghuni Neraka merintih, mengerang dan berteriak kesakitan. Perbedaan tersebut disebabkan karena penghuni surga itu adalah orang-orang yang meraih kesuksesan tanpa batas, sedangkan penghuni Neraka adalah orang-orang yang gagal besar. Sebagaimana di dunia mereka tidak sama, di Akhiratpun mereka juga amat berbeda. Allah menjelaskan dalam firman-Nya :

لا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ (20)

Tiada sama penghuni-penghuni Neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung.(Q.S. Al-hasyr: 20)

Kaum Muslimin rahimakumullah…

Demikianlah sebagian nikmat surga yang amat spketakuler yang dijanjikan Allah kepada orang-orang beriman. Mereka adalah para penghuni surga. Kondisi mereka dengan penghuni neraka amatlah sangat kontras dan bertolak belakang. Semua itu disebabkan karena mereka adalah orang-orang yang sukses bertransaksi bisnis dengan Tuhan Pencipta semasa mereka hidup di dunia.

Semasa hidup di dunia mereka sibuk berbisnis dengan Tuhan Pencipta untuk kepentingan keselamatan umat manusia, sementara para penghuni Neraka sibuk berbisnis dengan setan, hawa nafsu, manusia-manusia yang zalim dan pembangkang pada Tuhan Pencipta untuk mengejar kepentingan pribadi dan kehidupan duniawi yang sangat pendek, kenikmatan yang sementara dengan segala cara, tanpa melihat boleh atau tidak, halal atau haram, serta tak jarang pula mengakibatkan berbagai kerusakan di atas bumi.

Kaum Muslimin rahimakumullah….

Demikianlah khutbah hari ini, semoga Allah membantu dan menolong kita untuk bisa bertransaksi dengan-Nya, yakni berjuang sekeras tenaga, dengan harta dan jiwa di jalan-Nya. Semoga Allah pilih kita menjadi orang-orang yang sukses di sisi-Nya, kendati di mata manusia dianggap gagal. Dan semoga Allah berkenan menghimpunkan kita di surga Firdaus yang paling tinggi bersama Rasul Saw, para shiddiqin, syuhada’, dan shalihin sebagaimana Allah himpunkan kita di tempat yang mulia ini. Allahumma amin…

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات و الذكر الحكيم أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم إنه تعالى جواد كريم ملك رؤوف رحيم إنه هو السميع العليم ......