Senin, 27 September 2010

Kemudian kembali ke Mina untuk melempar Jumrah. Setelah itu mereka langsung pergi dari sana menuju negaranya masing-masing. Dengan demikian akhir perjumpaan mereka adalah dengan tempat-tempat jumrah, bukan dengan Baitullah, padahala nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَنْفِرَنَّ أَحَدٌ حَتَّى يَكُوْنَ آخِرُ عَهْدِهِ بِالْبَيْتِ [رواه مسلم ]
“Janganlah sekali-kali seseorang meninggalkan (Mekkah), sebelum mengakhiri perjumpaannya (dengan melakukan thawaf) di Baitullah“ (Riwayat Muslim).
Maka dari itu, thawaf Wada’ wajib dilakukan setelah selesai dari seluruh amalan haji dan beberapa saat sebelum bertolak. Setelah melakukan thawaf Wada’ hendaknya jangan menetap di Mekkah, kecuali untuk sedikit keperluan.
2. Seusai melakukan thawaf Wada’, sebagian mereka keluar dari Masjid dengan berjalan mundur sambil menghadapkan muka ke Ka’bah, mereka mengira bahwa hal itu merupakan penghormatan terhadap Ka’bah. Perbuatan ini adalah bid’ah, tak ada dasarnya sama sekali dalam agama.
3. Saat sampai di pintu Masjid Haram, setelah melakukan thawaf Wada’, ada sebagian mereka yang berpaling ke Ka’bah dan mengucapkan berbagai doa seakan-akan mereka mengucapkan selamat tinggal kepada Ka’bah. Inipun bid’ah, tidak disyariatkan.
• Beberapa Kesalahan Ketika Ziarah Ke Masjid Nabawi
1. Mengusap-usap dinding dan tiang-tiang besi ketika menziarahi makam Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mengikatkan benang-benang atau semacamnya pada jendela-jendela untuk mendapatkan berkah. Sedangkan keberkahan hanyalah terdapat dalam hal-hal yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam bukan dalam bid’ah.
2. Pergi ke gua-gua di Gunung Uhud, begitu juga ke Gua Hira dan Gua Tsur di Mekkah, dan mengikatkan potongan-potongan kain di tempat-tempat itu, di samping membaca berbagai doa yang tak diperkenankan oleh Allah ta’ala, serta bersusah payah untuk melakukan hal-hal tersebut. Kesemuanya itu adalah bid’ah, tak ada dasarnya sama sekali dalam syariat Islam yang suci ini.
3. Menziarahi beberapa tempat yang dianggapnya sebagai bekas peninggalan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti tempat mendekamnya unta Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sumur khatam maupun sumur Utsman dan mengambil pasir dari tempat-tewmpat ini dengan mengharapkan berkah.
4. Memohon kepada orang-orang yang telah mati ketika berziarah ke pemakaman Baqi dan Syuhada Uhud, serta melemparkan uang ke pemakaman itu untuk mendekatkan diri dan mengharapkan berkah dari penghuninya. Ini adalah termasuk kesalahan besar bahkan termasuk perbuatan syirik yang terbesar menurut pendapat para ulama, berdasarkan kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena sesungguhnya ibadah itu hanyalah ditujukan kepada Allah semata, tidak boleh sama sekali mengalihkan tujuan ibadah selain kepada Allah, seperti dalam berdoa, menyembelih kurban, bernazar dan jenis ibadah lainnya, karena firman Allah ta’ala:
         
“Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama “ ( Al Bayyinah: 5)
Firman-Nya:
 •        
“ Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah. Maka janganlah kamu meyembah seseorangpun di samping menyembah Allah“ ( Al Jin: 18 )
Kita memohon kepada Allah, semoga Dia memperbaiki keadaan ummat Islam dan memberi pemahaman dalam agama serta melindungi kita dan seluruh umat Islam dari fitnah-fitnah yang menyesatkan. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Mengabulkan doa hamba-Nya.















PENGARAHAN RINGKAS UNTUK JAMAAH HAJI DAN UMRAH SERTA PEZIARAH MASJID NABAWI

Kewajiban-kewajiban bagi jamaah haji

1. Agar segera bertaubat kepada Allah ta’ala dengan sebenar-benarnya dari segala dosa, dan memilih harta yang halal untuk ibadah haji dan umrahnya.
2. Agar menjaga lidahnya dari dusta, menggunjing, mengadu domba dan menghina orang lain.
3. Dalam melaksanakan haji dan umrah, hendaklah bermaksud untuk mendapatkan ridha Allah dan pahala akhirat, jauh dari rasa ingin dipandang, ingin tersohor dan berbangga diri.
4. Hendaklah mempelajarai amalan-amalan yang disyariatkan dalam haji dan umrah, dan menanyakan hal-hal yang kurang jelas.
5. Apabila telah sampai di miqat, diperbolehkan memilih antara Haji ifrad, tamattu’ dan Qiran. Haji Tamattu lebih utama bagi yang tidak membawa binatang kurban, sedang bagi yang membawanya, lebih utama baginya melaksanakan haji Qiran.
6. Seseorang yang berihram, apabila ia merasa khawatir tidak mampu melanjutkan ibadah hajinya dikarenakan sakit, atau musuh, atau karena sebab lain, maka disyaratkan ketika berihram mengucapkan:
إِنَّ مَحَلِّي حَيْثُ حَبَسَتْنِي
“Tempat tahallulku adalah di tempat ku tertahan “
7. Anak-anak kecil yang melakukan haji, dianggap sah. Hanya saja haji semacam itu belum termasuk haji fardhu.
8. Orang yang sedang berihram boleh mandi dan membasuh kepalanya atau menggaruknya dikala perlu.
9. Bagi wanita yang sedang berihram diperbolehkan untuk menutup wajahnya dengan kerudung apabila takut dilihat kaum pria.
10. Mengenakan ikat kepala dibawah kerudung agar mudah sewaktu membuka wajah sebagaimana yang sering dilakukan oleh sebagian kaum wanita, tidak ada dasarnya dalam syariat.
11. Bagi yang sedang berihram boleh mencuci kain ihramnya kemudian mengenakannya kembali dan boleh juga menggantinya dengan yang lain.
12. Seseorang yang sedang berihram, apabila ia mengenakan pakaian berjahit atau pakaian yang menutupi kepala atau mengenakan wewangian karena lupa ataupun karena tidak tahu akan hukumnya, maka ia tidak dikenakan fidyah.
13. Bagi yang melakukan haji Tamattu atau umrah, hendaklah menghentikan bacaan talbiyah apabila ia sampai di Ka’bah sebelum memulai thawaf.
14. Raml (lari-lari kecil) dan idhtiba’•, hanya dilakukan pada thawaf qudum dan raml itu dikhususkan pada tiga putaran pertama, untuk kaum pria saja, tidak untuk wanita.
15. Seseorang yang sedang melakukan thawaf, apabila ia ragu apakah sudah melakukan tiga putaran, atau empat umpamanya, maka hendaklah dihitung tiga putaran. Demikian pula diwaktu sa’i.
16. Boleh melakukan thawaf di belakang sumur zamzam dan Maqam Ibrahim dikala penuh sesak, karena Masjid Haram seluruhnya merupakan tempat thawaf.
17. Termasuk perbuatan munkar, jika seseorang wanita melakukan thawaf dengan memakai perhiasan dan wewangian serta tidak menutup aurat.
18. Wanita yang sedang datang bulan (haidh), atau baru bersalin setelah berihram, tidak boleh melakukan thawaf, kecuali setelah ia dalam keadaan suci.
19. Bagi wanita boleh berihram dengan mengenakan pakaian yang ia sukai, asalkan pakaian itu tidak menyerupai pakaian pria dan jangan sampai menampakkan perhiasan, tetapi hendaklah mengenakan pakaian yang tidak membangkitkan syahwat.
20. Melafazkan niat dalam ibadah selain Haji dan Umrah adalah bid’ah yang diada-adakan, lebih-lebih bila dilafazkan dengan suara keras.
21. Diharamkan bagi seorang muslim mukallaf melintasi miqat tanpa berihram, apabila ia bermaksud melakukan ibadah haji dan umrah.
22. Jamaah haji atau umrah yang datang lewat udara, hendaklah berihram ketika berada sejajar dengan batas miqat, oleh karena itu hendaknya ia bersiap-siap memakai pakain ihram sebelum naik pesawat.
23. Bagi yang tempat tinggalnya di daerah miqat, tidak perlu pergi ke salah satu tempat miqat, dan cukuplah tempat tinggalnya itu sebagai miqat untuk berihram haji dan umrah.
24. Memperbanyak umrah setelah menunaikan haji, dari Tan’im atau Ja’ranah, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian jamaah adalah hal yang tidak ada dalilnya.
25. Hendaklah para jamaah haji pada hari Tarwiyah berihram dari tempat tinggalnya di Mekkah dan tidak perlu berihram dari dalam kota Mekkah atau dari bawah pancuran emas Ka’bah, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji. Tidak perlu baginya thawaf ketika berangkat menuju Mina.
26. Berangkat dari Mina menuju Arafah pada tgl. 9 Dzul Hijjah, lebih utama dilakukan saat terbit matahari.
27. Tidak diperkankan meninggalkan Arafah sebelum terbenam matahari. Dan saat berangkat setelah terbenam matahari, hendaklah dengan tenang dan penuh kekhusyu’an.
28. Shalat Maghrib dan ‘Isya dilakukan setelah sampai di Muzdalifah, baik sampainya pada waktu Maghrib ataupun setelah masuk waktu ‘Isya.
29. Memungut batu pelempar jumrah, boleh dilakukan dimana saja, dan tidak harus dipungut dari Muzdalifah.
30. Tidak disunnahkan mencuci batu-batu itu, sebab hal itu tidak pernah dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, begitu pula para shahabat beliau. Dan agar jangan melontar dengan batu yang telah dipakai melontar.
31. Diperbolehkan bagi orang-orang yang lemah, seperti wanita, anak-anak kecil dan yang semisalnya, untuk berangkat menuju Mina saat lewat pertengahan malam.
32. Apabila telah sampai di Mina pada Hari Raya, hendaknya jamaah haji menghentikan bacaan Talbiyah dan agar melontar jumrah Aqabah dengan tujuh batu berturut-turut.
33. Tidak disyaratkan agar batu itu tinggal di tempat lontaran, tapi yang disyaratkan adalah jatuhnya batu itu di tempat lontaran.
34. Penyembelihan korban waktunya adalah sampai terbenam matahari pada hari Tasyriq yang ketiga menurut pendapat ulama yang paling benar.
35. Thawaf Ifadhah adalah salah satu rukun haji yang tidak dianggap sah haji seseorang apabila dia ditinggalkan, dan ini hendaknya dilakukan pada hari Raya, tapi boleh juga ditunda sampai setelah hari-hari Mina.
36. Bagi yang melakukan haji Qiran dan haji Ifrad, ia hanya wajib melakukan satu kali sa’i dan dia tetap berihram sampai hari Nahr (10 Dzul Hijjah).
37. Bagi jamaah haji, lebih utama baginya melakukan amalan-amalan haji pada hari nahr (10 Dzul Hijjah) dengan tertib, yaitu memulai dengan melontar jumrah aqabah kemudian meyembelih binatang kurban, lalu mencukur bersih (gundul) atau memendekkan rambutnya, setelah itu thawaf Ifadhah di Baitullah dan selanjutnya Sa’i. Dan boleh juga amalan-amalan tersebut dilakukan dengan tertib, yaitu dengan mendahulukan atau mengakhirkan satu dari yang lainnya.
38. Tahallul penuh dapat dilaksanakan setelah melakukan hal-hal dibawah ini:
a. Melontar jumrah Aqabah
b. Mencukur bersih atau memendekkan rambut.
c. Thawaf Ifadhah dan Sa’i.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar