Sabtu, 30 Oktober 2010

Memburu Untung, Menghindari Buntung

Sunday, 01 August 2010 07:52
E-mail Print PDF
“Man jadda wa jada” (barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkannya

MENJADI orang yang beruntung adalah cita-cita semua orang. Sebab tak satupun manusia, memimpikan diri menjadi orang yang merugi. Dalam berniaga, misalnya, sudah pasti si penjual mengharapkan keuntungan dari peniagaannya. Seorang pengusaha, dengan sekuat tenaga mengerahkan kemampuan, supaya usahanya senantiasa memiliki omzet yang setiap bulan atau tahun selalu mengalami peningkatan.

Seorang politikus yang mengikuti ‘kontes’ pemilihan wakil rakyat, akan berjuang mati-matian untuk menggapai kursi DPR RI/DPRD, sekalipun harus mengeluarkan kocek pribadi yang tidak sedikit. Pada intinya, dalam segala aspek kehidupan, manusia menginginkan keberuntungan.

Memiliki ambisi untuk selalu meraih keuntungan adalah suatu yang lumrah, bahkan, Allah dan Rosul-Nya senantiasa memacu manusia (mukmin) untuk senantiasa berusaha, tidak putus asa dari rahmat-Nya, tidak lain, agar mereka survive dalam kehidupan, terutama kehidupan akhirat.

“Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (QS: 94: 7).

Dalam ayat ini, tersirat perintah Allah supaya kita senantiasa berusaha untuk menggapai keuntungan/kesuksesan. Jangan pernah merasa puas dengan satu prestasi yang telah kita raih. Tapi, burulah prestasi-prestasi yang lain, rengguh sebanyak-banyaknya.

Al-Imam Abdurrahman bin Nashir Assyaa’di, dalam tafsirnya,”Taisiiru Al-Karim Al-Rahman Fii Tafsiiri Kalaami Al-Manaan”, menjelaskan kandungan dari surat ini, bahwa termasuk mereka yang merugilah orang-orang yang menggunakan waktu luangnya untuk sesuatu yang kurang bermanfaat, bukan untuk berdzikir, beribadah, ataupun bekerja.

Dan yang perlu dijadikan titik tekan dalam hal ini, bahwa dalam meraih keuntungan, itu dibutuhkan kesabaran, karena dalam menggapainya, harus melalui proses yang panjang dan –terkadang-- penuh ujian.

Sama halnya, ketika kita hendak mengambil manfaat dari hasil cocok tanam yang kita lakukan. Butuh proses. Dimulai dari penyemaiannya, penanaman, perawatan, hingga akhirnya menghasilkan buah. Itupun tidak langsung bisa kita nikmati. Kalau kita pingin menikmatinya, maka terlebih dahulu kita harus memetiknya. Ketika kita hendak menjadikannya pemasukkan (uang) kitapun kudu memasarkannya, menjajakannya kepada pembeli.

Sayangnya, dalam realitas di lapangan, tidak sedikit orang, justru gagal pada tahap ini. Mereka tidak tahan melewati ‘duri-duri ’ kecil yang ‘menggoda’ ketangguhan mereka. Padahal, sudah jelas bahwa “Sesungguhnya setelah kesusahan itu ada kemudahan” demikianlah penegasan Allah dalam salah satu firman-Nya.

Namun, karena sebagian mereka hanya menghendaki kemudahan, banyak dari mereka yang melakukan keculasan, dengan menempuh cara-cara yang sangat tidak profesional, bahkan, irasional. Mereka menipu, mendatangi dukun-dukun, tempat-tempat keramat, memasang jimat-jimat, dan lain sebagainya, dengan harapan, agar semua usaha, profesi, jabatan yang dia kejar/pegang, berjalan dengan normal, dan menghasilkan keuntungan yang melimpah.

Trik macam ini tentu saja tidak dibenarkan, dan yang pastinya telah menyalahi sunnatullah, terkait dengan terjadinya segala sesuatu. Bukankah penciptaan langit dan manusia, itu melalui proses dan tahapan-tahapan? Ini membuktikan bahwa dalam menggapai segala hal yang kita kejar, semua membutuhkan proses.

Keuntungan Semu

Hakekat dari meraih keuntungan adalah agar tercapainya kebahagiaan hidup. Sedangkan kebahagiaan hidup, itu bersumber dari kebahagiaan hati. adapun hati, akan mengecap kebahagian manakala ia berjalan di atas rel-rel ketetapan Allah. Harta yang melimpah, tidak menjamin mendatangkan kebahagiaan. Betapa banyak bukti nyata yang menunjukkan kebenaran hal tersebut. Banyak orang kaya yang meninggal dengan cara bunuh diri, lantaran hatinya kering, tidak pernah merasakan kebahagiaan yang sebenarnya.

Tidak sedikit orang kaya lari ke narkoba, diskotik, wanita-wanita penghibur, hanya untuk menghilangkan kegundahan hatinya, barang sekejap, setelah itu, kembali dia merana.

Tentu saja, kita, sebagai muslim berlindung kepada Allah dari hal ini. Kita tidak ingin menukar kebahagiaan akhirat yang abadi, dengan kebahagian di dunia yang sementara. Yang menjadi incaran kita (dan ini memang diperintahkan) ialah meraih kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

Bermuamalah dengan curang, meminta bantuan jin, dukun, sejatinya hanyalah menghantarkan kita kepada kebahagiaan semu, yang hanya bersandarkan hawa nafsu. Bukalah kembali sejarah nenek moyang kita, Adam. Beliau dan istrinya, Hawa, termakan oleh bujuk rayu syetan yang menjanjikan keuntungan, kehidupan abadi. Namun yang terjadi, justru kesengsaraan huduplah yang mereka terima.

Kisah ini merupakan warning bagi kita, bahwa janji-janji syetan dan sekutu-sekutunya (para dukun dll) yang –mungkin- sangat menggiurkan itu, hanyalah tipu daya belaka. Sebab itu, jangan terkecoh. Jalanilah garis yang telah ditetapkan untuk meraih keuntungan.

Allah berfirman, “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (Al-Jin: 6)

Kiat –Kiat Al-Quran

Al-Quran adalah dustur kaum muslimin, yang mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk tentang tuntunan bermuamalah agar memperoleh keuntungan, yang tidak membuahkan ‘kebuntungan’ di dunia, lebih-lebih di akhirat. Berikut adalah diantara kiat-kiat tersebut, yang telah terjamin akan kebenarannya:

1. Fokus

Dalam mengerjakan sesuatu, hendaklah kita mengfokuskan diri dalam menyelesaikannya. Fokus bisa diartikan dengan bekerja sungguh-sungguh. Insya Allah, dengan cara demikian, lambat-laun apa yang impian kita akan menjadi kenyataan. “Man jadda wa jada” (barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkannya).

2. Tidak Membuang-Buang Waktu

Dalam pribahasa Arab dikatakan, “Lan tarji’a ayyaamu al-latii madhat” (Tidak akan pernah kembali hari-hari yang telah berlalu). Sebab itu, dalam rangka mengejar kesuksesan, kita harus memanfaatkan waktu dan peluang sebaik-baiknya. Kalau tidak, maka waktu akan membinasakan kita. Ingat, waktu bagaikan pedang, kalau kita tidak handal menggunakannya, bisa-bisa kita yang akan dilukainya, “Al-Waktu kaa shoifi in lam taqtho’hu qatha’aka.”

3. Menunaikan Zakat

Sesungguhnya dalam harta-harta yang kita miliki, itu terdapat hak-hak orang miskin. Sebab itu, kita harus menunaikan zakat, demi kesucian harta yang kita miliki. Jangan sampai, kasus Qorun yang ingkar akan nikmat Allah, setelah dia dianugerahi kenikmatan harta, menimpa diri kita. Selain itu, dengan jalur zakat, secara secara sosiologis, sebenarnya dalam rangka membangun relasi yang baik dengan pihak luar, sehingga mereka tertarik untuk menjalin hubungan dengan kita.

4. Memelihara hawa nafsu sahwat

Tidak usah jauh-jauh untuk menggambarkan betapa persoalan seks yang diumbar di sana-sini, telah menyebabkan kehancuran orang-orang tersohor. Para politikus, selebritis, pengusaha, dll, banyak ‘berguguran’ karirnya, lantaran perilaku seks yang mereka lakukan di sembarang ‘tempat’. Sebab itu, akan lebih baik bagi kita menikah sebagai jalur yang suci dalam melampiaskan nafsu shwat, apabila ia tidak tertahankan lagi. Dan cara ini, justru akan menghantarkan kita kepada kehormatan dan kemulyaan hidup.

5. Amanah

Amanah merupakan sifat yang sangat penting dalam meraih keuntungan. Dengannya akan terbangun kepercayaan orang lain terhadap kita. Sebaliknya, ketika kita berbuat curang, sekalipun hanya sekali dan orang lain merasakan efeknya, berarti kita telah membangun stigma/citra buruk diri kita sendiri, yang kemudian membuat orang enggan untuk menjalin hubungan dengan kita.

6. Menjaga Sholat

Sebagaiman yang telah dituturkan di atas, bahwa perburuan keuntungan/kebahagiaan seorang muslim, skupnya tidak hanya dunia semata, tetapi jauh ke depan, yaitu akhirat. Sebab itu, apapun profesi kita, jangan lupa untuk senantiasa melaksanakan sholat, sehingga kebahagiaan kedua-duanya bisa kita raih.

Demikianlah di antara kiat-kiat yang dusugukan Al-Quran untuk kita, agar mampu memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Keseluruhan kiat-kiat ini, merupakan kandungan ayat-ayat Al-Quran yang tercantum dalam surat Al-Mukminun, ayat 1-11. Semoga kita termasuk di dalamnya. Amin, amin yaa rabbal ‘aalamin. Wallahu ‘alam bis-showab. [Robin S/hidayatullah.com]

Tidur Awal dan Bangun Awal

Sunday, 31 October 2010 10:55
E-mail Print PDF
Beraktifitas hingga tengah malam atau bahkan hingga terbit fajar adalah praktek melawan sunatullah, kecuali mereka melakukan tugas penting

Oleh: Mustofa*

“Early to bed and early to rise makes a man healthy, wealthy and wise.” (Tidur awal dan bangun awal membuat seseorang sehat, sejahtera dan bijaksana), demikian kata-kata mutiara yang mengandung hikmah dalam bahasa Inggris menyebutkan.

Segera tidur di permulaan malam dan segera bangun tidur sebelum fajar adalah pola hidup Islami. Islam menuntun manusia untuk menjalani hidup sesuai dengan sunatullah dan secara alami, Islam juga memberikan pedoman pola hidup yang sehat, dan bahkan mengajak manusia untuk hidup sehat.

Di beberapa ayat, al-Qur'an menyebutkan malam adalah untuk istirahat (tidur), sedangkan siang (baca: pagi hingga sore hari) untuk melakukan berbagai aktifitas kehidupan seperti mencari karunia Allah. Salah satu ayat menyebutkan: "Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya." (QS. 28:73)

Rasulullah saw. telah mencontohkan pola hidup ini dengan segera tidur pada permulaan malam dan segera bangun sebelum fajar menyingsing atau tepatnya di akhir malam untuk bertahajjud (HR. Bukhari).

Sejak diutus menjadi rasul hingga akhir hayatnya, Rasulullah saw. selalu menghidupkan akhir malam dengan bertahajjud hingga bengkak kedua telapak kaki beliau (HR. Bukhari). Beliau menyatakan makruh hukumnya meninggalkan tahajjud bagi orang yang biasa bertahajjud (HR. Bukhari). Bahkan beliau tetap bertahajjud meskipun sedang menunggang unta ketika dalam perjalanan (HR. Bukhari). Pola hidup ini membuat beliau terkenal sebagai sosok yang mempunyai kesehatan fisik dan mental yang prima, dan sebagai sosok yang bijaksana dan kata-katanya penuh dengan hikmah.

Pola hidup ini adalah pola hidup yang alami. Suasana malam yang gelap tanpa ada sinar matahari, sunyi, tenang dan lebih dingin dibanding siang adalah suasana yang kondusif untuk bisa tidur dengan tenang dan nyenyak, Hewan adalah makhluk hidup yang menjalani kehidupan sesuai dengan sunatullah. Hewan tidak mempunyai akal dan nafsu yang menjadikan mereka mempunyai kemampuan dan kemauan melawan sunatullah. Hewan hidup menurut instingnya. Insting menuntun hewan – kecuali binatang malam seperti kelelawar - untuk tidur dan tidak beraktifitas di malam hari.

Di zaman yang sarat dengan teknologi canggih ini – yang mampu membuat malam menjadi terang benderang, hidup dan meriah - kehidupan malam telah menjadi kebiasaan, kebutuhan, bahkan kebanggaan bagi manusia modern. Tidak sedikit manusia modern termasuk kaum Muslimin yang melakukan berbagai aktivitas di malam hari yang membuat terlambat tidur atau bahkan tidak tidur sama sekali. Ada begitu banyak aktifitas yang mereka lakukan baik yang berkaitan dengan kehidupan akhirat maupun kehidupan dunia. Ada yang penting, bermanfaat, darurat, positif dan ada yang tidak seperti menonton TV dan bersenang-senang di klub malam atau di cafe.

Beraktifitas hingga tengah malam, dini hari atau bahkan hingga terbit fajar adalah praktek melawan sunatullah kecuali bagi mereka yang melakukan tugas-tugas penting dan darurat yang menyangkut hajat dan keselamatan hidup orang banyak dan tidak bisa tidak harus dilakukan di malam hari seperti para petugas keamanan dan petugas kesehatan. Juga bukan praktek melawan sunatullah, tidur awal dan bangun awal untuk melakukan aktivitas-aktivitas positif dan bermanfaat seperti belajar bagi penuntut ilmu, menulis bagi penulis, dan "taqorrub ilallah" (mendekatkan diri kepada Allah) bagi ibadurrahman (hamba-hamba Allah) dengan bertahajjud, memohon ampun, berdo'a, membaca dan mengkaji Al-Qur'an, dan berdzikir. Justru sedikit tidur di malam hari untuk beribadah kepada Allah di akhir malam adalah ciri orang yang bertakwa (QS. 51:15-18).

Rahasia Dibalik Musibah dan Bencana

Kamis, 28/10/2010 11:05 WIB | email | print | share

Masih akan terus terjadi bencana dan musibah. Berulang lagi. Tak dapat diprediksi peristiwa dan kejadiannya. Selalu mengejutkan dan mendadak. Sekalipun dengan alat dan teknologi modern sekarang ini sudah dapat di deteksi dari awal. Tetapi seperti nya segala menjadi lambat. Kemudian harus mengakibatkan korban manusia yang banyak.

Beberapa bulan belakangan ini peristiwa musibah dan bencana alam terus berulang-ulang. Tak ada jeda. Semuanya membuat kita menjadi sangat prihatin dan sedih. Membawa korban manusia yang begitu banyak. Banjir di Jakarta. Berapa kerugiannya? Kecelakaan kereta api di Pemalang, yang menewaskan 35 orang, dan puluhan lainnya.

Disurul banjir bandang yang terjadi di Wasior (Papua), wailayah pantai itu, luluh lantak, dan korban yang tewas ratusan, dan banyak hilang. Belum usai di Wasior, berlangsung pula peristiwa tsunawi yang menghancurkan kepulauan Mentawai. Ratusan yang hilang dan ratusan lainnya yang hilang. Daratan Mentawai itu disapu gelombang pasang. Semuanya habis. Terakhir gunung Merapi di dekat kota Yogyakrata , meletus, dan banyak korban manusia.

Jauh sebelumnya pusat vulkanologi sudah memberikan peringatan, tentang bahaya gunung Merapi, yang sewaktu-waktu dapat meletus. Tetapi, proses evakuasi b erlangsung lambat. Karena berbagaki faktor. Sampai benar-benar gunugn Merapi meletus dan mengeluarkan awan panas. Banyak korban. Termasuk ‘sesepuh’ Mb ha Maidjan.

Sebenarnya pemerintah mempunyai kemampuan mekukan tindakan yang sifatnya darurat (kontingensi), dan memaksa penduduk meninggalkan tempat tinggal mereka. Karena kondisi sudah sangat memaksa. Kenyataan terlambat dan menimbulkan korban. Kampung-kampung yan g diterjang abu dan awan panas dari gunung Merapi semua hancur luluh lantak. Tak bersisa termasuk binatang ternak milik penduduk.

Daerah-daerah yang menjadi tempat-tempat bencana dan sudah mendapatkan data-data yang sifatnya benar (valid), seharusnya pemerintah bertindak cepat, mengantisipasi dan mengambil tindakan yang cepat guna menghadapi bencana. Langkah-langkah itu setidaknya mengurangi dampak dari bencana yang bakal timbul. Misalnya, Jepang negeri yang sering terkena gempa. Tetapi pemerintahnya sudah mengantisipasi dengan tindakan-tindakan yang jelas dan terencana. Termasuk mendirikan bangunan dan rumah yang tahan gempa.

Peristiwa yang menimpa wilayah Suematera Barat dankota Padang, sebelumnya sudah ada informasi dan data-data tentang kemungnkinan akan terjadi gempa dan tsunami. Seharusnya pemerintah mengambil langkah-langkah darurat, mengantisipasi kemungkian terjadinya gempa dan tsunami itu. Tetapi , semuanya tidak dilakukan, dan akhirnya hanya melihat hancurnya kota Padang, dan bahkan di Pariaman ada beberapa desa yang terkubur, dan ratusan warganya ikut terkubur.

Sekarang, berdasarkan penelitian yang ada, kemungkinan masih akan terjadi gampa dan tsunami yang lebih dahsyat dibandingkan dengan kejadian kemarin yang menghancurkan kepulajuan Mentawai. Gempa dan tsunami kemarin, baru ‘warning’,dan akan terjadi lagi gempa yang lebih dahsyat akan terjadi di kepulauan Mentawai. Tindakan danlangkah apa yang akan disiapkan oleh pemerintah menghdapai peristiwa itu? Inilah pertanyaan penting, dan pemerintah seharusnya mengambil langkah-langkah yang konkrit untuk menyelamatkan penduduk yang kemungkinan akan terkena gempa dan tsunami di kepalauan Mentawai.

Selanjutnya, yang paling berpengaruh bagi kehidupan,khususnya di Jakarta, dan bakal berdampak kepada Indonesia, tak lain adalah kota Jakarta. Akibatnya tidak adanya kebijakan sistem transportasi di kota Jakarta ini, sebagai kota yang menujju megapolitan, yang menjadi pusat ekonmi dan pemerintahan, di masa depan akan terancam menjadi stagnan.

Kehdupan di Jakarta menjadi tidak produktif dan tidak efisien. Waktu terlalu banyak yang terbuang di jalanan. Hanya karna sistem transportasi yang sangat tidak memadai. Orang banyak menggunakan kenderaan pribadi. Sementara itu, tidak tindakan apapun, yang dijalankan untuk mengurangi dampak dari kemacaten yang ada. Gagasan dari Pemda DKI Jakarta membuat ‘Busway’, perlahahn –lahan, juga tak mampu mengatasi jumlah penumpang yang terus bertambah, dan sementara sarana transportasi yang ada sangat terbatas.

Peristiwa Senin kemarin, yang mengakibatkan seluruh kota Jakarta lumpuh total, karna banjiar, sebuah gambaran suramnya masa depan kota Jakrta sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi. Tidak mampu mengantisipasi kemungkinan bencana alam seperti banjir. Tanpa banjirnya pun Jakartai sudah macet, setiap hari. Dari satu tempat ke tempat lainnya dengan mengguankan kenderaan mobil pribadi sudah menghabiskan waktu berjam-jam. Orang terbelenggu di dalam kenderaan setiap hari.

Sekarang orang-orang yang dahulunya tinggal dipinggiran kota,kembali ke pusat-pusat kota, dan tinggal di apartemen. Tinggal di apartemen. Apakah ini sebuah solusi menghadapi problem ibu kota sekarangini? Tinggal di apartemen bukan tidak ada masalah. Pasti akan timbul masalah baru. Masalah sosial,lingkungan,budaya, dan bahkan masalah moral.

Bencana alam, musibah, dan berbagai persoalan yang belakangan ini timbul, seharusnya kita bersama sebagai sebuah bangsa harus dapat menghambil pelajaran dan mengambil tindakan bersama mengatasi masalah yang akan timbul. Bagaimana bisa hidup dengan lebih baik? Indonesia tidak menjadi negeri bencana dan musibah, yang mengakibatkan penduduknya terus menderita.

Maka, tadaburi (pelajari) apa yang difirmankan Allah Ta'ala, di dalam surah al-A'raf , ayat 96-102, di mana Allah akan memberikan keberkahan dan kebahagiaan kepada negeri yang penduduknya beriman dan bertakwa, dan sebaliknya akan memberikan azab terhadap mereka yang mendustakan (tidak beriman) kepada Allah, dan memang sebagian besar manusia tidak beriman. Wallahu’alam.

Tujuh Kiat Tinggalkan Maksiat

Thursday, 28 October 2010 11:01
E-mail Print PDF
Bahkan di saat istirahat dan di tempat yang kita anggap aman dari gangguan mata, masih saja ada kesempatan bermaksiat

“Tiada hari tanpa maksiat”, kata ini mungkin lebih tepat untuk suasana hidup di zaman ini. Di kantor, di kampus, di jalan, bahkan di rumah sendiri, fasilitas maksiat tersedia.

Di kantor, godaan maksiat ada di mana-mana. Teman, orang luar, bahkan diri sendiri. Jika tidak karena iman, bukan mustahil akan mudah bermaksiat di hadapan Allah baik dengan terang-terangan atau tersembunyi. Kesempatan terbuka luas. Jadi kasis kita bisa memanipulasi uang, jadi pemasaran kita bisa memanipulasi dan korupsi waktu.

Televisi kita 24 jam menyediakan tontonan penuh fitnah dan umbar aurat. Bahkan di saat istirahat dan di tempat yang kita anggap aman dari gangguan mata, masih saja ada kesempatan bermaksiat.

Memang, meninggalkan maksiat adalah pekerjaan yang tidak ringan. Ia lebih berat daripada mengerjakan taat (menjalankan yang diperintah oleh Allah dan Rasul-Nya), karena mengerjakan taat disukai oleh setiap orang, tetapi meninggalkan syahwat (maksiat) hanya dapat dilaksanakan oleh para siddiqin (orang-orang yang benar, orang-orang yang terbimbing hatinya).

Terkait dengan hal tersebut Rasulullah Sallallahu aalaihi wa sallam. bersabda: "Orang yang berhijrah dengan sebenarnya ialah orang yang berhijrah dari kejahatan. Dan mujahid yang sebenarnya ialah orang yang memerangi hawa nafsunya."

Apabila seseorang menjalankan sesuatu tindak maksiat, maka sebenarnya ia melakukan maksiat itu dengan menggunakan anggota badannya. Orang yang seperti ini sejatinya telah menyalahgunakan nikmat anggota tubuh yang telah dianugerahkan Allah pada dirinya. Dalam bahasa lain dapat dikatakan, ia telah berkhianat atas amanah yang telah diberikan kepadanya.

Setiap kita berkuasa penuh atas anggota tubuh kita, pikiran dan jiwa kita. Akan tetapi, terkadang, kita begitu susah menggendalikan apa yang menjadi ‘milik kita’ itu. Tangan, mata, kaki dan anggota tubuh yang lain, kerap bergerak diluar kendali diri, yang tak jarang bertentangan dengan idealisme atau nilai-nilai keyakinan yang kita anut dan kita yakini. Padahal, rekuk relung kalbu kita bersaksi bahwa semua anggota tubuh itu, kelak akan menjadi saksi atas segala perbuatan kita di Padang Mahsyar.

Firman Allah SWT : "Pada hari ini (Kiamat) Kami tutup mulut-mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian lah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka lakukan (di dunia dahulu)." (Yassin: 65).

Bagaimana agar kita selamat dari maksiat?

Di bawah ini beberapa ikhtiar, yang bila dijalankan secara sungguh-sungguh, insya Allah membawa faedah.

1. Menjaga Mata

Peliharalah mata dari menyaksikan pemandangan yang diharamkan oleh Allah SWT seperti melihat perempuan yang bukan mahram. Hindari, atau minimal kurangi-- untuk pelan-pelan tinggalkan sejauh-jauhnya-- melihat gambar-gambar yang dapat membangkitkan hawa nafsu. Termasuk menjaga mata, janganlah memandang orang lain dengan pandangan yang rendah(sebelah mata/menghina) dan melihat keaiban orang lain.

2. Menjaga Telinga

Menjaga telinga dari mendengar perkataan yang tidak berguna seperti: ungkapan-ungkapan mesum/kotor/jahat. Poin kesatu dan kedua ini menjadi tidak mudah di saat di mana gosip telah menjadi komuditas ekonomi. Gosip telah menjadi kejahatan berjamaah yang dianggap hal yang lumrah dilakukan, dan wajib ditonton dan disimak. Kehadirannya disokong dana yang tidak sedikit, dimanajeri, ada penulis skenarionya, ada kepala produksinya, ada reporternya dan seterusnya.

Rasulullah S.A.W. bersabda : "Sesungguhnya orang yang mendengar (seseorang yang mengumpat orang lain) adalah bersekutu (di dalam dosa)dengan orang yang berkata itu. Dan dia juga dikira salah seorang daripada dua orang yang mengumpat."

Oleh karenanya, menjaga mata-telinga adalah pekerjaan yang memerlukan energi dan kesungguhan yang kuat dan gigih.

3.Menjaga Lidah

Lidah adalah anggota tubuh tanpa tulang yang kerap mengantarkan pada perkara-perkara besar. Kehancuran rumah tangga, pertengkaran sahabat karib, hingga peperangan antar negara, dapat dipicu dari sepotong daging kecil di celah mulut kita ini.

Rasulullah Saw. bersabda : “Kebanyakan dosa anak Adam karena lidahnya.” (Riwayat Athabrani dan Al Baihaqi)

Jagalah lidah dari perkara-perkara seperti berbohong, ingkar janji, mengumpat, bertengkar / berdebat / membantah perkataan orang lain, memuji diri sendiri, melaknat(mncela) makhluk Allah, mendoakan celaka bagi orang lain dan bergurau( yang mengandung memperolok atau mengejek) orang lain.

4. Menjaga Perut

Yang hendaknya selalu di ingat: perut kita bukan tong sampah! Input yang masuk ke dalam perut akan berpengaruh langsung/tidak langsung terhadap tingkah laku/sikap/tindakan kita. Karenanya, peliharalah perut dari makanan yang haram atau yang syubahat. Sekalipun halal, hindari memakannya secara berlebihan. Sebab hal itu akan menumpulkan pikiran dan hati nurani. Obesitas (kelebihan berat badan) adalah penyakit modern sebagai akibat lain dari tidak terkontrolnya urusan perut.

5. Menjaga Kemaluan

Kendalikan sekuat daya dorongan melakukan apa-apa yang diharam kan oleh Allah SWT. Firman Allah-Nya:"Dan mereka yang selalu menjaga kemaluan mereka, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau apa-apa yang mereka miliki (daripada hamba jariah) maka mereka tidak tercela." (Al Mukminun: 5-6)

6.Menjaga Dua Tangan

Kendalikan kedua tangan dari melukai seseorang (kecuali dengan cara hak seperti berperang, atau melakukan balasan yang setimpal). Katakan “stop”, pada tangan, ketika akan bertindak sesuatu yang diharamkan, atau menyakiti makhluk Allah, atau menulis sesuatu yang diharamkan atau menyakiti perasaan orang lain.

7.Menjaga Dua Kaki

Memelihara kedua kaki dari berjalan ke tempat yang diharamkan atau berjalan menuju kelompok orang atau penguasa yang zalim tanpa ada alasan darurat karena sikap dan tindakan itu dianggap menghormati kezaliman mereka, sedangkan Allah menyuruh kita berpaling dari orang yang zalim.

Firman Allah SWT. : "Dan jangan kamu cenderung hati kepada orang yang zalim, nanti kamu akan disentuh oleh api neraka." (Hud: 113)

Pintu-pintu bagi masuknya maksiat terbuka lebar pada ketujuh anggota tubuh di atas. Pun kunci-kuncinya ada dalam genggaman tangan kita untuk membendungnya. Jadi, semua kembali kepada manusianya. Tentu hamba Allah yang cerdik, adalah mereka yang mempergunakan amanah tubuh untuk senantiasa berjalan di atas rel keridhaan-Nya.

Akhirul kalam, ada sebuah hadits Nabi mengatakan, “Barangsiapa meninggalkan maksiat terhadap Allah karena takut kepada Allah, maka ia akan mendapatkan keridhaan-Nya.” (Riwayat Abu Ya’li). Nah, bagaimana dengan kita? [Ali Athwa/hidayatullah.com]

Hadits Yang Tertolak

Hadits Yang Tertolak
Posted by Lidwa on 4 March 2010

Hadits yang tertolak karena sebab gugur dari sanadnya

Yang dimaksud dengan hadits yang tertolak karena gugur dari sanadnya adalah; terputusnya rantai sanad dengan gugurnya seorang perawi atau lebih baik disengaja oleh sebagian perawi atau tidak disengaja, gugurnya tersebut baik secara transparan maupun tersembunyi.

Yang masuk kategori hadits yang tertolak karena gugurnya perawi dari sanad adalah sebagai berikut:

· Mu’allaq : (Hadits) yang sanadnya terbuang dari awal sanadnya, satu orang rawi atau lebih secara berturut-turut, bahkan sekalipun terbuang semuanya. Gambarannya adalah : semua sanad dibuang kemudian dikatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.

· Mursal : (Hadits) yang sanadnya terbuang dari akhir sanadnya, sebelum tabi’in. Gambarannya, adalah apabila seorang tabi’in mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, …” atau “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan ini dan itu …”.

· Mu’dlal : Hadits yang sanadnya ada dua orang rawi atau lebih yang gugur secara berturut-turut. Sedangkan I’dhal sendiri adalah terputusnya rangkaian sanad hadits, dua orang atau lebih secara berurutan.

· Munqati’ : Hadits yang di tengah sanadnya terdapat perawi yang gugur, satu orang atau lebih, secara tidak berurutan.

· Mudallas :

Tadlis : Menyembunyikan cela (cacat) yang terdapat di dalam sanad hadits, dan membaguskannya secara zahir.

Tadlis at-Taswiyah ialah, seorang rawi meriwayatkan suatu hadits dari seorang rawi yang dha’if, yang menjadi perantara antara dua orang rawi yang tsiqah, di mana kedua orang yang tsiqah tersebut pernah bertemu (karena sempat hidup semasa), kemudian rawi (yang melakukan tadlis disebut mudallis) membuang atau menggugurkan rawi yang dha’if tersebut, dan menjadikan sanad hadits tersebut seakan antara dua orang yang tsiqah dan bersambung. Ini adalah jenis tadlis yang paling buruk.

· Mu’an’an : perkataan seorang perawi : “fulan dari fulan”

‘An’anah adalah Menyampaikan hadits kepada rawi lain dengan lafazh ?? (dari) yang mengisyaratkan bahwa dia tidak mendengar langsung dari syaikhnya. Ini menjadi illat suatu sanad hadits apabila digunakan oleh seorang rawi yang mudallis.

· Mu`annan : perkataan seorang perawi : “telah menceritakan kepada kami fulan, bahwa fulan berkata”

Hadits yang tertolak karena terindikasi cacat atau tertuduh pada diri seorang rawi

Adapun hadits yang tertolak disebabkan adanya indikasi cacat atau tertuduh pada diri seorang rawi ada ada sepuluh macam, lima berkaitan dengan al adalah dan lima berkaitan dengan hafalan.

Adapun yang berkaitan dengan al ‘adalah sebagai berikut:

1. Dusta / berbohong
2. Tertuduh berbohong
3. Fasik
4. Bid’ah
5. Jahalah (tidak diketahui)

Sedangkan yang berkaitan dengan hafalan sebagai berikut:

1. Kesalahan yang parah
2. Buruk hafalan
3. Lalai
4. Banyak terjadi kerancauan hafalan
5. Menyelisihi orang-orang yang tsiqah

Akibat sebab-sebab di atas berkolerasi kepada kedudukan hadits. Disini kami coba untuk mengurutkannya satu persatu.

· AL MAUDHU’
(Hadits maudhu’/palsu)

Hadits maudhu’ ialah Hadits yang dipalsukan terhadap Nabi.

Hukumnya tertolak dan tidak boleh disebutkan kecuali disertakan keterangan kemaudhu’annya sebagai larangan darinya.

Metode membongkar kepalsuan hadits dengan cara sebagai berikut:

1. Pengakuan orang yang membuat hadits maudhu’.
2. Bertentangan dengan akal, seperti mengandung dua hal yang saling bertentangan dalam hal bersamaan,menetapkan keberadaan yang mustahil atau menghilangkan keberadaan yang wajib, dll.
3. Bertentangan dengan pengetahuan agama yang sudah pasti, seperti menggugurkan rukun dari rukun-rukun Islam atau menghalalkan riba’, membatasi waktu terjadinya kiamat atau adanya nabi setelah nabi Muhammad.

Golongan pembuat hadits palsu

Orang-orang yang termasuk pembuat hadits palsu sangat banyak dan tokohnya yang masyhur adalah:

1. Ishaq bin Najiih al Malathi.
2. Ma’mun bin Ahmad al Harawi.
3. Muhammad bin as Saaib al Kalbii.
4. Al Mughirah bin Said al Kufi
5. Muqathil bin Abi Sulaiman.
6. Al Waqidi
7. Ibnu Abi Yahya.

Sedangkan golongan pencipta hadits palsu diantaranya:

1. Az-Zanadiqah (kaum zindik) ialah orang-orang yang berusaha merusak aqidah kaum muslimin, memberangus Islam dan merubah hukum-hukumnya. Seperti Muhammad bin Said al Mashlub yang dibunuh oleh Abu Ja’far al Manshur ia memalsukan hadits atas nama Anas secara marfu’.

Aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi setelah aku, kecuali kalau Allah berkehendak.

Dan seperti Abdul Karim bin Abu al Aujaa’ yang dibunuh oleh salah seorang amir Abasyiah di Bashrah dan dia berkata ketika hendak dibunuh:

Aku telah palsukan kepadamu 4000 hadits, aku haramkan yang halal dan aku halalkan yang haram.

Dan ada yang berkata bahwa kaum zindik telah membuat hadits palsu terhadap Rasulullah sebanyak 14.000 hadits.

2. Al-Mutazallif (pencari muka/penjilat) dihadapan para penguasa dan umara seperti: Ghiyats bin Ibrahim, dia pernah datang kepada al Mahdi yang sedang bermain dengan burung dara lalu ia menceritan kepadanya hadits Amirul Mu’minin ia bawakan sanadnya sekaligus ia palsukan hadits terhadap nabi bahwasanya beliau bersabda:

“Tidak ada perlombaan atau permainan kecuali pada telapak kaki onta atau tombak atau telapak kaki kuda atau sayap (burung dara)”

Lalu al Mahdi berkata: Aku telah membebani dia atas itu (membuat Ghiyat bin Ibrahim berbuat dusta kepadaku untuk mencari muka. Pent). Kemudian dia (al Mahdi) menaruh burung dara tersebut dan menyuruh menyembelihnya.

3. Al-Mutazallif dihadapan masyarakat dengan menyebutkan cerita-cerita yang aneh untuk targhib atau tarhib atau mencari harta atau kemuliaan (jah): seperti para pencerita (hikayat) yang berbicara dimasjid-masjid dan tempat-tempat keramaian dengan cerita-cerita yang memberikan kedahsyatan dari kisah-kisah yang aneh.

4. Orang-orang yang terlalu bersemangat terhadap agama. Mereka membuat hadits-hadits palsu tentang keutamaan-keutamaan Islam dan sarana yang menuju kepadanya dan hadits-hadits juhud terhadap dunia dengan tujuan agar manusia peduli terhadap agama dan juhud terhadap dunia. Seperti: Abu Ashamah Nuh bin Abi Maryam Qadhi Marwi, ia membuat hadits-hadits palsu tentang keutamaan surat-surat al quran, surat demi surat dan ia berkata: aku melihat manusia menjauhkan al quran dan sibuk terhadap fiqh Abu Hanifah dan Maghaazi bin Ishak oleh karena itu aku buat hadits palsu itu (keutamaan hadits palsu).

5. Orang-orang yang ta’ashub terhadap mazhab atau jalan atau negeri atau yang diikuti (imam) atau kabilah mereka membuat hadits-hadits palsu tentang keutamaan yang mereka ta’asubkan dan pujian terhadapnya. Seperti Maisarah bin Abdu Rabah yang mengaku telah membuat hadits palsu terhadap nabi r sebanyak 70 hadits tentang keutamaan Ali bin Abu Thalib.

· Al Matruk : Hadits yang di dalam sanadnya terdapat rawi yang tertuduh sebagai pendusta.

· Al Munkar : Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang dha’if dan riwayatnya bertentangan de-ngan riwayat para rawi yang tsiqah.

Perbedaan antara Syadz dengan munkar adalah; syadz diriwayatkan oleh seorang perawi yang maqbul sedangkan munkar diriwayatkan oleh seorang perawi dla’if.

· Al Mu’allal : Hadits yang ditemukan ‘illat di dalamnya yang membuat cacat keshahihan hadits tersebut, meskipun pada dzahirnya terlihat selamat.

· Al Mudraj : Hadits yang di dalamnya terdapat tambahan yang bukan darinya, baik dalam matan atau sanadnya. Sementara idraj sendiri itu bermakna tambahan (sisipan) pada matan atau sanad hadits, yang bukan darinya.

· Al Maqlub : mengganti satu lafadz dengan lafadz lain di dalam sanad sebuah hadits atau matannya, dengan cara mendahulukannya atau mengakhirkanya.

· Al Mudhtharib : Hadits yang diriwayatkan dari seorang rawi atau lebih dalam berbagai versi riwayat yang berbeda-beda, yang tidak dapat ditarjih dan tidak mungkin dipertemukan antara satu dengan lainnya.

Mudhtharib (goncang).

· Asy Syadz : Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang pada hakikatnya kredibel, tetapi riwayatnya tersebut bertentangan dengan riwayat rawi yang lebih utama dan lebih kredibel dari diri-nya. Lawan dari syadz adalah rajih (yang lebih kuat) dan sering diistilahkan dengan mahfuzh (terjaga).

· Jahalah bi arruwwah : Tidak diketahui secara pasti, yang berkaitan dengan identitas dan jati diri seorang rawi.

Adapun klasifikasi majhul ada tiga, yaitu

Majhul al-’Adalah : Tidak diketahui kredibelitasnya.
Majhul al-’Ain : Tidak diketahui identitasnya. Yaitu rawi yang tidak dikenal menuntut ilmu dan tidak dikenal oleh para ulama, bahkan termasuk di dalamnya adalah perawi yang tidak dikenal memiliki hadits kecuali dari seorang perawi.
Majhul al-Hal : Tidak diketahui jati dirinya.

· Bid’ah : mengada-adakan suatu perkara yang tidak ada asalnya dalam syariat. Adapun yang memiliki bukti dari syariat maka bukan bidah walaupun bisa dikatakan bidah secara bahasa. Bid’ah di golongkan menjadi dua golongan;

i. Bid’ah yang membuat kafir
ii. Bid’ah yang membuat fasik

· Buruk hafalan : sisi salahnya lebih kuat ketimbang sisi benarnya dalam meriwayatkan sebuah hadits.

This entry was posted on Thursday, March 4th, 2010 at 03:42 and is filed under Ilmu Hadits. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

Jumat, 29 Oktober 2010

10 Kiat agar Lapang Hati

Oleh Saif Al Battar pada Selasa 12 Oktober 2010, 04:25 PM
Print

Sedih, marah, dan dendam adalah tiga dari sejumlah tindakan yang menyebabkan dada ini terasa sempit. Tetapi, hal-hal tersebut selalu menghiasi hidup manusia. Kadang-kadang ada di dalam diri dalam jangka waktu yang panjang dan kadang-kadang hanya dalam tempo yang pendek saja. Yang pasti saat sifat-sifat tersebut bersarang, dada akan terasa sesak, hati pun kehilangan vitalitasnya dan menjadi lemah. Kondisi yang lemah itu membuat syetan-syetan mudah menguasai hati manusia.


Orang yang beriman tentu tidak akan membiarkan hatinya terjangkiti hal-hal yang menyesakkan dadanya. Maka ia akan melindungi diri dari tindakan tersebut dan mengobati penyakit yang sudah terlanjur. Adapun obat mujarab untuk itu bukanlah obat yang bersifat fisik-kimiawi. Berikut inilah amal-amal yang, bi-idznillah, insya Allah—akan bisa menghilangkan virus sesak dada menjadi dada yang lapang.

Pertama; Mengesakan Allah
Ibnul Qayyim mengatakan, “Kecintaan kepada Allah, ma’rifat kepadaNya serta mengingatNya secara terus-menerus, tenang dan tenteram kepadaNya, mengesakanNya dalam kecintaan, rasa takut, pengharapan, tawakkal dan mu’amalah, dimana Dia sajalah yang menguasai harapan, keinginan dan tekad hamba, adalah sorga dunia, kenikmatan yang tak ada bandingnya. Itulah penyejuk mata sang pecinta, dan kehidupan orang-orang yang arif.

Beliau juga mengatakan, “Sesuai dengan kesempurnaan (tauhid)nya, kekuatannya, dan peningkatannya, maka akan terwujudlah kelapangan dada orang yang bersangkutan [Zaadul Ma’ad]

Kedua; Prasangka baik kepada Allah
Persangkaan baik kepada Allah, diwujudkan dalam bentuk merasakan dan menyadari bahwa Allah adalah dzat yang menghilangkan kesedihan dan duka. Sesungguhnya, apabila seorang hamba berprasangka baik kepada Rabbnya, Allah akan membukakan baginya pintu berkahNya dari arah yang tak disangka-sangka. Maka, marilah senantiasa berprasangka baik kepada Allah, semoga kelak kita bisa melihat hal-hal yang membahagiakan datang dari Allah

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : «قَالَ اللهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِي، إِنْ ظَنَّ خَيْرًا فَلَهُ، وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ» [أخرجه الإمام أحمد وابن حبان].

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata; Rasulullah saw bersabda; Allah swt berfirman; Aku mengikuti persangkaan hambaKu kepadaKu. Jika ia bersangka baik maka baginya (kebaikan) dan jika ia bersangka buruk maka baginya (keburukan) [HR Imam Ahmad dan Ibnu Hibban]

Ketiga; Ilmu Syar’i
Ilmu syar’i akan melapangkan dan melonggarkan dada sedangkan kebodohan akan melahirkan kesempitan, sesak dada dan rasa terkucil. Setiap kali ilmu seseorang bertambah banyak dan bertambah luas, maka hatinya akan terasa semakin lapang dan longgar. Ibnul Qayyim mengatakan; Ilmu Syar’i akan melapangkan dan melonggarkan dada sehingga terasa lebih luas dari dunia. Sedangkan kebodohan akan menyesakkan dada, menyempitkan dan mengungkungnya. Maka setiap kali ilmu seorang hamba bertambah maka hatinya akan terasa lebih lapang dan luas. Tetapi ini tidak akan berlaku untuk semua ilmu, melainkan khusus bagi ilmu yang diwarisi dari Rasulullah saw. Itulah ilmu yang bermanfaat, sehingga pemiliknya menjadi orang yang hatinya paling lapang dan longgar, paling baik akhlaknya, hidupnya paling baik”

Keempat; Dzikir kepada Allah dan banyak berdo’a
Wahai orang yang dadanya terasa sesak, dan urusannya ruwet, angkatlah telapak tanganmu seraya memohon kepada Tuhanmu. Tumpahkanlah keluhanmu dan kesedihanmu kepadaNya. Cucurkanlah air matamu di hadapanNya. Dan ketahuilah, semoga Allah memeliharamu, bahwa Allah lebih mengasihimu daripada ibumu dan ayahmu, daripada isteri dan anak-anakmu.

Di antara dzikir-dzikir yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam mengatasi kesesakan dada itu adalah;

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رُبُّ الّعَرْشِ الْعَظِيْمِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَرَبِّ اْلأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيْمِ [رواه البخاري ومسلم].

Tiada ilah selain Allah yang Maha agung dan Maha Pemurah, Tiada ilah selain Allah, Rabb Asry yang agung, tidak ada ilah melainkan Allah Rabb langit dan Rabb bumi, serta Rabb arsy yang mulia [HR al-Bukhari dam Muslim]

اللهم رحمتك أرجو فلا تكلني إلى نفسي طرفة عين وأصلح لي شأني كله لا إله إلا أنت [أخرجه أبو داود وابن حبان].

Dari Abu Bakrah ra, (ia berkata) bahwasannya; Rasulullah saw bersabda; Do’a orang yang kesusahan adalah, “Ya Allah RahmatMu aku harapkan, maka janganlah Kau bebankan aku kepada diriku meskipun hanya sekejap mata, dan perbaikilah bagiku seluruh keadaanku; tiada ilah melainkan engkau” [HR Abu Dawud dan Ibnu Majah]
Dan masih banyak lagi dzikir-dzikir yang dicontohkan dalam hal ini.

Kelima: bersegera meninggalkan maksiat dan melakukan muhasabah terhadap diri.
Kemaksiatan adalah kehinaan, tersingkir dan terjauh dari rahmat Allah, kesedihan, kekalutan dan kesempitan hati. Harus disadari, bahwa dosa-dosa adalah pintu yang besar bagi datangnya berbagai musibah kepada seorang hamba. Firman Allah
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (asy-syura:30)

Keenam; Menunaikan kewajiban secara terus menerus
Memelihara rutinitas dalam menunaikan kewajiban, dan memperbanyak amal sunnah seperti puasa, shalat, shadaqah, kebaikan dan lain-lainnya. Terus menerus dalam menunaikan kewajiban dan memperbanyak amal sunnah adalah salah satu sebab untuk mendapatkan kecintaan Allah kepada hambaNya, sebagaimana disebutkan di dalam hadits

عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه قال: قال رسول الله : «إن الله قال: من عادى لي وليًا فقد آذنته بالحرب، وما تقرب إليّ عبدي بشيء أحب إليّ مما افترضته عليه، وما يزال عبدي يتقرب إليّ بالنوافل حتى أحبه، فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به، وبصره الذي يبصر به، ويده التي يبطش بها، وإن سألني لأعطيته، ولئن استعاذني لأعيذنه» الحديث [أخرجه البخاري].

Dari Abu Hurairah ra; ia berkata; Rasulullah saw bersabda; bahwasannya Allah berfirman; barangsiapa memusuhi kekasihku maka aku nyatakan perang kepadanya. Dan tidaklah hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu yang lebih aku sukai daripada dengan apa-apa yang telah Aku perintahkan kepadanya. Dan hambaKu masih terus mendekatkan diri kepadaKu dengan amal sunnah sampai Aku mencintainya. Jika aku telah mencintainya maka Aku akan menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, danmenjadi penglihatannya yang dipakai untuk melihat, dan menjadi tangannya yang digunakan untuk menyentuh, Jika dia memohon kepadaKu niscaya Aku penuhi ia, dan jika ia memohon perlindungan kepadaku, niscaya aku beri perlindungan kepadaNya” (HR al-Bukhari)

Ketujuh; Bermajelis dengan orang-orang yang shalih
Berkumpul dengan sahahabat-sahabat yang shalih, … mendengarkan pembicaraan mereka, mengambl manfaat dari buah percakapan dan nasehat mereka. Dengan demikian berkumpul dengan mereka akan mendapatkan ridla Allah swt, sekaligus membuat marah syetan. Sebab itulah biasakanlah untuk duduk bersama dengan orang shalih dan mohonlah nasihat dari mereka, dari sana Kau akan melihat hatimu menjadi lapang.

Kedelapan; Membaca al-Qur’an
Membaca al-Qur’an dengan disertai tadabbur dan perenungan merupakan salah satu sebab penting untuk menghilangkan duka lara yang menyelimuti hati. Bacaan al-Qur’an akan melahirkan ketenangan dan kelapangan di hati. Firman Allah;

Orang-orang yang beriman dan hati mereka tenang dengan mengingat Allah, ketahuilah dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenang (ar-Ra’d:28)

Kesembilan; Berbuat ihsan kepada sesama makhluk
Ihsan kepada sesama manusia, dan memberikan manfaat dengan segala yang kita miliki adalah salah satu sebab terbukanya hati. Sifat pemurah, dermawan dan suka membantu orang lain akan melapangkan dada dan mengharumkan jiwa. Karena itulah mari kita berusaha sekuat tenaga untuk menjadi orang yang dermawan dan suka membantu orang lain. Terutama kepada kedua orang tua, kerabat, tetangga, kawan-kawan dan lain-lainnya.

Kesepuluh; Melepaskan dendam dari dalam hati.
Hasad, iri dan dengki merupakan sebab kesempitan dada seseorang. Sebaliknya kebersihan dan ketenteraman hati merupakan sebab terlapangkannya dada seseorang. Karena itulah mari berusaha menyehatkan hati kita, menjauhi hal-hal yang menyebabkan dada terasa sesak. Marilah tinggalkan kebencian, permusuhan dan kedengkian kepada orang lain. Sebaliknya mari kita pupuk rasa cinta terhadap saudara-saudara kita, sebagaimana sabda Rasulullah,

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Tidaklah beriman salah seorang dari kalian hingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri (HR al-Bukhari)


Source: http://arrahmah.com/index.php/blog/read/9506/10-kiat-agar-lapang-hati#ixzz13nU0fNOX

Rabu, 27 Oktober 2010

Jika Bukan Ahlinya Yang Mengurus, Tunggulah Kehancuran..!

Selasa, 26/10/2010 22:48 WIB | email | print | share

إِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ

قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ

قَالَ إِذَا أُسْنِدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ

فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya; 'bagaimana maksud amanat disia-siakan? ' Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (BUKHARI - 6015)

Sungguh benarlah ucapan Rasulullah sholallahu’alaihi wa sallam di atas. "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Amanah yang paling pertama dan utama bagi manusia ialah amanah ketaatan kepada Allah, Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa alam semesta dengan segenap isinya. Manusia hadir ke muka bumi ini telah diserahkan amanah untuk berperan sebagai khalifah yang diwajibkan membangun dan memelihara kehidupan di dunia berdasarkan aturan dan hukum Yang Memberi Amanah, yaitu Allah subhaanahu wa ta’aala.

إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ

وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا

وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإنْسَانُ

إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.”(QS Al-Ahzab 72)

Amanat ketaatan ini sedemikian beratnya sehingga makhluk-makhluk besar seperti langit, bumi dan gunung saja enggan memikulnya karena khawatir akan mengkhianatinya. Kemudian ketika ditawarkan kepada manusia, amanat itu diterima. Sehingga dengan pedas Allah ta’aala berfirman: “Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” Sungguh benarlah Allah ta’aala...! Manusia pada umumnya amat zalim dan amat bodoh. Sebab tidak sedikit manusia yang dengan terang-terangan mengkhianati amanat ketaatan tersebut. Tidak sedikit manusia yang mengaku beriman tetapi tatkala memiliki wewenang kepemimpinan mengabaikan aturan dan hukum Allah ta’aala. Mereka lebih yakin akan hukum buatan manusia –yang amat zalim dan amat bodoh itu- daripada hukum Allah ta’aala. Oleh karenanya Allah hanya menawarkan dua pilihan dalam masalah hukum. Taat kepada hukum Allah atau hukum jahiliah? Tidak ada pilihan ketiga. Misalnya kombinasi antara hukum Allah dengan hukum jahiliah.

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ

وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ

حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maidah 50)

Dewasa ini kita sungguh prihatin menyaksikan bagaimana musibah beruntun terjadi di negeri kita yang berpenduduk muslim terbanyak di dunia. Belum selesai mengurus dua kecelakaan kereta api sekaligus, tiba-tiba muncul banjir bandang di Wasior, Irian. Kemudian gempa berkekuatan 7,2 skala richter di kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Lalu tiba-tiba kita dikejutkan dengan erupsi gunung Merapi di Jawa Tengah. Belum lagi ibukota Jakarta dilanda banjir massif yang mengakibatkan kemacetan dahsyat di setiap sudut kota, bahkan sampai ke Tangerang dan Bekasi. Siapa sangka banjir di Jakarta bisa terjadi di bulan Oktober, padahal jadwal rutinnya biasanya di bulan Januari atau Februari..?

Lalu bagaimana hubungan antara berbagai musibah dengan pengabaian hukum Allah? Simaklah firman Allah ta’aala berikut:

فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا

يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ

وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ

“Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Maidah 49)

Berdasarkan ayat di atas, jelas bahwa Allah mengancam bakal terjadinya musibah bila suatu kaum berpaling dari hukum Allah. Dan tampaknya sudah terlalu banyak dosa yang dilakukan ummat yang mengaku beriman di negeri ini sehingga musibah yang terjadi harus berlangsung beruntun. Dan dari sekian banyak dosa ialah tentunya dosa berkhianat dari amanah ketaatan kepada Allah ta’aala. Tidak saja sembarang muslim di negeri ini yang mengabaikan aturan dan hukum Allah, tetapi bahkan mereka yang dikenal sebagai Ulama, Ustadz, aktifis da’wah dan para muballigh-pun turut membiarkan berlakunya hukum selain hukum Allah. Hanya sedikit dari kalangan ini yang memperingatkan ummat akan bahaya mengabaikan hukum Allah.

Dan yang lebih mengherankan lagi ialah kasus banjir Jakarta. Sudahlah warga Jakarta dipaksa bersabar dalam menuntut janji kosong pak Gubernur -sang “Ahli” yang mengaku sanggup mengatasi banjir tahunan tersebut- tiba-tiba kita semua dikejutkan dengan tersiarnya kabar bahwa Fauzi bowo justeru terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Serikat Kota dan Pemerintah Daerah Asia Pasifik. Sebagaimana diberitakan di Media Online Pemprov DKI Jakarta http://www.beritajakarta.com:

Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo akhirnya terpilih sebagai Presiden Serikat Kota dan Pemerintah Daerah Asia Pasifik atauUnited Cities and Local Goverments Asia Pasific(UCLG ASPAC). Bang Fauzi, begitu biasa ia disapa, terpilih secara aklamasi dalam kongres ke III, UCLG ASPAC yang berlangsung di ACT City, Hamamatsu, Jepang, 18-22 Oktober kemarin. Dalam kongres tersebut, sebanyak 200 delegasi pemerintah daerah dari negara se-Asia Pasifik seperti, Jepang, China, Korea Selatan, India, Taiwan, Australia, Thailand dan negara lainnya memilih Fauzi Bowo sebagai Presiden UCLG ASPAC yang akan menjalankan tugasnya hingga tahun 2012 mendatang. “Gubernur Fauzi Bowo terpilih secara aklamasi,” ujar Hasan Basri, Asisten Perekonomian dan Administrasi Sekdaprov DKI Jakarta, Senin (25/10).

Sungguh benarlah ucapan Rasulullah sholallahu’alaihi wa sallam "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu."

Senin, 25 Oktober 2010

Menolak Hukum Allah Dan Mengabaikan Kewajiban Sholat

Jumat, 09/07/2010 18:47 WIB | email | print | share

Setiap tanggal 27 Rajab biasanya ummat Islam segera teringat peristiwa Isra Mi’raj yang dialami Nabi Muhammad Shallallahu'alaihiWasallam limabelas abad yang lalu. Memang, peristiwa diperjalankannya hamba Allah dari Masjid Al-Haram di Mekkah ke Masjid Al-Aqsho di Baitul Maqdis kemudian menembus tujuh lapis langit hingga berjumpa langsung dengan Allah SWT di Sidratul Muntaha merupakan sebuah kejadian menakjubkan dan penuh mukjizat. Apalagi sepulang dari perjalanan itu Nabi Shallallahu'alaihiWasallam membawa perintah Allah SWT agar dirinya dan ummat Islam menegakkan kewajiban sholat lima waktu sehari semalam. Inilah umumnya yang diingat oleh kita ummat Islam setiap kali memasuki bulan Rajab.

Padahal persis tanggal 27 di bulan Rajab ada peristiwa bersejarah lainnya yang sepatutnya tidak dilupakan oleh ummat Islam. Yaitu pada tahun 1342 Hijriyyah alias 89 tahun yang lalu bila menggunakan hitungan kalender Hijriyyah. Bertepatan dengan 3 Maret tahun 1924 alias sekitar 86 tahun yang lalu bila menggunakan hitungan kalender Syamsiyyah. Pada tanggal tersebut seorang pengkhianat bernama Mustafa Kemal telah mengesahkan rancangan undang-undang pembubaran pemerintahan Islam bernama Khilafah Islamiyyah. Dan untuk selanjutnya Turki berubah menjadi sebuah negara sekuler modern yang mengekor sepenuhnya ke Eropa. Khilafah Islamiyyah yang diwakili oleh Kesultanan Ustmani Turki selama sekian abad sebenarnya telah mengalami dekadensi cukup lama. Sehingga dalam berbagai buku-buku Barat ia dujuluki sebagai the Sick Old Man.

Betapapun sakit-sakitannya si Bapak Tua tersebut, namun baru pada tanggal 27 Rajab 1342 itulah secara formal-konstitusional ia benar-benar menghembuskan nafas terakhirnya. Maka sejak saat itu bubarlah sistem pemerintahan Islam yang telah menghiasi sejarah dunia selama ribuan tahun di Akhir Zaman semenjak pertama kali dibangun dan langsung dipimpin oleh Nabi Akhir Zaman Muhammad Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam. Mulailah sejak saat itu secara formal di muka bumi tidak lagi diberlakukan Hukum Allah dan digantikan dengan hukum bikinan manusia. Praktis hal ini terjadi di seantero negeri-negeri Islam. Bahkan tidak sedikit di antara negeri-negeri Islam itu mengkombinasikan hukumnya dengan hukum mantan penjajahnya dicampur dengan hukum adat dan sedikit hukum Islam yang sifatnya hanya sebatas pada perkara NTRW (Nikah – Talak – Rujuk – Waris). Akibatnya banyak sekali perkara yang dipandang legal menurut hukum manusia tidak serta-merta berarti halal di mata Allah dan sebaliknya banyak sekali perkara yang dipandang ilegal menurut hukum manusia tidak serta-merta berarti haram di mata Allah.

Lalu apa hubungan antara kedua peristiwa bersejarah di atas? Apa hubungan antara perjalanan Isra Mi’raj yang mana Nabi Shallallahu'alaihiWasallam menerima perintah kewajiban menegakkan sholat lima waktu dengan pembubaran Khilafah Islamiyyah terakhir sebagai wadah formal tempat ditegakkan dan diberlakukannya hukum Allah ? Ternyata Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam pernah memprediksi bahwa proses dekadensi ummat Islam sangat terkait dengan dua indikasi yang sedang kita bicarakan ini:

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

قَالَلَيُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا

انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌتَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا

وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ

(AHMAD - 21139) : Dari Abu Umamah Al Bahili dari Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam bersabda: “Sungguh ikatan Islam akan terurai simpul demi simpul. Setiap satu simpul terurai maka manusia akan bergantungan pada simpul berikutnya. Yang pertama kali terurai adalah masalah hukum dan yang paling akhir adalah sholat."

Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam memperingatkan kita yang hidup di belakang hari menjelang semakin dekatnya Kiamat bahwa proses dekadensi Ummat Islam akan terjadi seiring ditingalkannya pemberlakuan aspek hukum Islam atau hukum Allah sampai diabaikannya kewajiban menegakkan kewajiban sholat. Padahal kita menyaksikan dewasa ini bahwa kedua kutub ekstrim tersebut jelas-jelas telah ditinggalkan oleh sebagian besar ummat Islam.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Siapa yang meninggalkan syari’at paten yang diturunkan kepada Muhammad Ibnu Abdillah Shallallahu'alaihiWasallam penutup para nabi, dan dia malah merujuk hukum kepada yang lainnya berupa hukum-hukum (Allah) yang sudah dinasakh (dihapus), maka dia kafir. Maka apa gerangan dengan orang yang berhukum kepada Ilyasa dan lebih mengedepankannya atas hukum Allah? Siapa yang melakukannya maka dia kafir dengan ijma kaum muslimin”. [Al Bidayah Wan Nihayah: 13/119].

Lalu Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan lebih lanjut tentang tentang Kitab Yasiq/Ilyasa: “Ia adalah kitab undang-undang hukum yang dia (Raja Tartar, Jengis Khan) kutip dari berbagai sumber; dari Yahudi, Nashrani, Millah Islamiyyah, dan yang lainnya, serta di dalamnya banyak hukum yang dia ambil dari sekedar pandangannya dan keinginannya, lalu (kitab) itu bagi keturunannya menjadi aturan yang diikuti yang lebih mereka kedepankan dari pada al hukmu bi Kitabillah wa sunnati Rasulillah shalallahu ‘alaihi wasallam (berhukum kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam). Siapa yang melakukan itu, maka wajib diperangi hingga kembali kepada hukum Allah dan Rasul-Nya, selainnya tidak boleh dijadikan acuan hukum dalam hal sedikit atau banyak”.

Sedangkan dalam kaitan dengan sholat, Nabi Shallallahu'alaihiWasallam sangat menganjurkan agar kaum muslimin pria sedapat mungkin menegakkan sholat lima waktu berjamaah di masjid kecuali jika ada uzur syar’i. Dan mereka yang tanpa alasan benar meninggalkan sholat berjamaah ke masjid dikaitkan dengan penyakit kemunafikan. Di antaranya kita dapati hadits berikut:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

إِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ

صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا

لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًاوَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلَاةِ

فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ

ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ

لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ

(MUSLIM - 1041) : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Shalat yang dirasakan berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya` dan shalat subuh, sekiranya mereka mengetahui keutamaannya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Sungguh aku berkeinginan untuk menyuruh seseorang sehingga shalat didirikan, kemudian kusuruh seseorang dan ia mengimami manusia, lalu aku bersama beberapa orang membawa kayu bakar untuk menjumpai suatu kaum yang tidak menghadiri shalat, lantas aku bakar rumah mereka."

Sungguh keras sekali anjuran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam agar setiap muslim menghadiri sholat berjamaah di masjid. Bahkan beliau mengancam akan membakar rumah-rumah mereka yang sengaja tidak menghadiri sholat berjamaah di masjid. Dan lebih daripada itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menggambarkan bahwa mereka yang enggan sholat berjamaah di masjid merupakan indikasi kuat golongan munafik. Tidak mengherankan bilamana sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ’anhu sampai menyampaikan pendapat sebagai berikut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ

عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ

(MUSLIM - 1046) : Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata: "Menurut pendapat kami, tidaklah seseorang ketinggalan dari shalat (berjamaah di masjid), melainkan dia seorang munafik yang jelas kemunafikannya (munafik tulen)."

Sungguh jika melihat begitu banyaknya masjid dewasa ini yang sepi di waktu sholat lima waktu, kita sangat khawatir jangan-jangan ini indikasi bahwa terdapat begitu banyak orang yang berpotensi munafik di sekeliling kita. Dan jika hal ini benar adanya tidak mengherankan bila pemberlakuan kembali Syariat Islam dan Hukum Allah menjadi sangat sulit. Sebab jangankan kaum kafir di luar Islam, sedangkan di tengah tubuh ummat Islam sendiri lebih banyak hadirnya kaum munafik daripada kaum mu’min sejati. Padahal Allah telah menegaskan bahwa fihak yang paling keras menolak diajak kepada pemberlakuan hukum Allah dan hukum Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ialah kaum munafik. Wa na’udzubillah min dzaalika.

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ

رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا

“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS An-Nisa 61)

Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan mu’min sejati yang senantiasa ikhlas memperjuangkan tegaknya hukumMu dan janganlah Engkau masukkan kami ke dalam golongan al-munafiqun yang menolak Hukum Allah dan Hukum Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam

Para Pemimpin Yang Sebaiknya Ditolak

Senin, 16/08/2010 23:05 WIB | email | print | share

Di antara Nubuwwah (prediksi Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam) ialah persoalan para pemimpin yang sebaiknya ditolak. Dalam hadits tersebut digambarkan bahwa suatu ketika di masa yang akan datang bakal muncul para pemimpin yang dikenal di tengah masyarakat namun tidak disetujui karena sikap dan perilakunya yang zalim dan fasiq. Kemudian Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memberi tahu kita bagaimana sikap yang semestinya ditegakkan bila para pemimpin seperti itu muncul. Untuk lebih jelasnya inilah tex hadits itu secara lengkap:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَتَكُونُ أُمَرَاءُ

فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ

وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ قَالُوا أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا

Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Akan muncul pemimpin-pemimpin yang kalian kenal, tetapi kalian tidak menyetujuinya. Orang yang membencinya akan terbebaskan (dari tanggungan dosa). Orang yang tidak menyetujuinya akan selamat. Orang yang rela dan mematuhinya tidak terbebaskan(dari tanggungan dosa).” Mereka bertanya: ”Apakah kami perangi mereka?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Tidak, selagi mereka masih sholat.” (HR Muslim 3445)

Dengan jelas Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyatakan bahwa orang yang membenci para pemimpin yang zalim dan fasiq itu akan terbebaskan dari tanggungan dosa. Orang yang tidak menyetujui mereka akan selamat. Berarti hadits ini menegaskan sikap yang semestinya dimiliki seorang mukmin ketika berhadapan dengan pemimpin yang memiliki penyimpangan akhlak. Berbeda sekali dengan anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa di dalam ajaran Islam bagaimanapun perilaku seorang pemimpin ummat harus tetap mematuhinya dan menganggapnya sebagai ulil amri minkum (pemegang urusan di kalangan orang-orang beriman). Hadits ini jelas membantah anggapan naif tersebut.

Lalu dengan tegas Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memperingatkan mereka yang rela dan mematuhi para pemimpin zalim dan fasiq itu. Beliau mengatakan bahwa ”Orang yang rela dan mematuhinya tidak terbebaskan(dari tanggungan dosa).” Di sinilah ajaran Islam memandang bahwa urusan menyerahkan loyalitas dan kepatuhan bukanlah perkara ringan. Sebab tidak saja si pemimpin berdosa karena kezaliman dan kefasikannya. Tetapi rakyat ikut menanggung dosa juga bila mereka tetap rela atas kezaliman dan kefasikan pemimpin tersebut, apalagi kemudian mematuhinya. Sehingga Allah melarang seorang beriman untuk mentaati siapapun dan apapun tanpa ilmu dan kesadaran akan mana yang benar dan mana yang batil.

وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ

وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا

”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS Al-Israa 36)

Namun suatu hal yang memang Nabi shollallahu ’alaih wa sallam juga anjurkan ialah agar ummat jangan berfikiran untuk memeranginya selagi si pemimpin tersebut masih sholat. Menarik untuk diperhatikan ialah pandangan Imam Nawawi mengomentari potongan hadits ini ”Apakah kami perangi mereka?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Tidak, selagi mereka masih sholat.” Beliau menulis sebagai berikut:

وَأَمَّا قَوْله : ( أَفَلَا نُقَاتِلهُمْ ؟ قَالَ : لَا ، مَا صَلَّوْا )

فَفِيهِ مَعْنَى مَا سَبَقَ أَنَّهُ لَا يَجُوز الْخُرُوج عَلَى الْخُلَفَاء

بِمُجَرَّدِ الظُّلْم أَوْ الْفِسْق مَا لَمْ يُغَيِّرُوا شَيْئًا مِنْ قَوَاعِد الْإِسْلَام .

Maknanya ialah tidak dibenarkan keluar dari kepemimpinan khilafah hanya semata berdasarkan kezaliman dan kefasiqan selama para pemimpin itu tidak merubah sesauatupun dari kaedah-kaedah Al-Islam.

Ulama salaf ini dengan jelas sekali menggaris-bawahi bahwa selagi pemimpin masih menegakkan secara formal sistem kekhalifahan dan tidak merubah sesuatupun dari kaedah kaedah ajaran Al-Islam, maka tidak dibenarkan bagi seorang mukmin meninggalkan atau keluar dari kepemimpinan tersebut, walaupun akhlaq pemimpinnya zalim dan fasiq.

Saudaraku, permasalahan kita ummat Islam dewasa ini adalah bahwa bukan saja negeri-negeri Islam dipimpin oleh sebagian besar pemimpin yang berkepribadian zalim dan fasiq, tetapi sudah jelas mereka tidak menegakkan sistem kekhalifahan dan bahkan nyata benar bahwa kaedah-kaedah Islam telah banyak yang dirubah, baik oleh sang pemimpin tertinggi maupun oleh kepemimpinan kolektif kolaborasi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Untuk membuktikan kebenaran sinyalemen di atas tidaklah sulit. Karena dalam realitas keseharian terlalu banyak contoh kasus yang membenarkannya daripada membantahnya. Sungguh benarlah kita dewasa ini sedang menjalani masa fitnah sebagaimana telah disinyalir Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam.

بَادِرُوا فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي

كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bersegeralah beramal sebelum datangnya fitnah seperti sepenggalan malam yang gelap gulita, seorang laki-laki diwaktu pagi masih mukmin dan diwaktu sore telah kafir, dan diwaktu sore masih beriman dan paginya sudah menjadi kafir, ia menjual agamanya demi kesenangan dunia.“(HR Ahmad 8493)

رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا

وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

"Ya Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir". (QS Al-Baqarah 250)

Sabtu, 23 Oktober 2010

Berbahagialah seperi angin berembus

Al-Qur`an menggambarkan dua model manusia super kaya dari masa yang berbeda. Yang satu beriman, sedang yang lain kafir. Yang satu suka member hartanya, sedang yang lain lebih suka menyimpan dan memamerkan hartanya. Kedua model itu adalah Nabi Sulaiaman Alaihissalam dan Qarun.

Syukur versus Angkuh
Sulaiman mewarisi kerajaan yang amat luas dari ayahnya, Nabi Daud Alaihissalam. Tentaranya terdiri dari manusia, binatang, dan jin. Setan yang ahli bangunan dan menyelam juga berada di bawah kekuasaannya.
Sulaiaman juga diberi kemampuan untuk memahami bahasa binatang, bahkan di antaranya dijadikan intelijen.
Tapi, kekuasaan besar dan kekayaan yang melimpah di tangan Sulaiman itu tidak menjadikannya sombong dan ingkar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebaliknya, semua itu justru menjadikannya lebih bersyukur.
Ia pun menjadi manusia yang taat dan saleh, baik secara ritual maupun sosial. Ini tercermin dalam doanya yang diabadikan dalam al-Qur`an berikut ini:

Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku dan untuk mengerjakan amal saleh (kebajikan) yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam kelompok hamba-hamba-Mu yang saleh. (An-Naml [27]: 19)
Sementara Qarun adalah seorang konglomerat besar yang hidup semasa dengan Fir’aun. Ia dikarunia harta yang melimpah dan kekayaan yang luar biasa. Al-Qur`an menggambarkan kekayaannya sebagai berikut:
Perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Al-Qashash [28]: 76)

Sayangnya, dengan kekayaan yang luar biasa itu ia malah menjadi sombong dan angkuh. Jangankan bersyukur, ia bahkan mengklaim bahwa semua kekayaannya diperoleh berkat ilmu dan kecerdikannya sendiri.
Al-Qur`an mencacat klaim tersebut dalam firman-Nya:

Qarun berkata, sesungguhnya aku diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku. (Al-Qashash [28]: 78)
Qarun sering keluar rumah dengan iring-iringan besar dan pengawalan yang super ketat. Ia sekadar ingin memamerkan kekayaannya sehingga orang yang menyaksikannya berdecak kagum sembari berkata seperti yang digambarkan al-Qur`an:
Semoga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun, sesungguhnya dia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. (Al-Qashash [28]: 79)

Qarun telah lupa daratan. Ia senang pujian, sanjungan, dan tepuk tangan. Ia merasa puas jika orang-orang di sekitarnya mengagumi harta kekayaannya. Dalam hatinya tak sedikitpun terbetik keinginan untuk berbagi dengan hartanya, walaupun sedikit.

Apa akibatnya? Qarun yang tak tahu diri dan sombong itu akhirnya mati bersama dengan seluruh harta kekayaannya dan tak seorangpun yang mampu memberikan pertolongan kepadanya (lihat Qur`an surat al-Qashash ayat 81).

Nabi Sulaiman dan Qarun adalah dua simbol manusia yang menyikapi harta secara berbeda. Sulaiman menganggap harta miliknya sebagai karunia Allah Ta’ala yang harus disyukuri dan dibagi-bagikan kepada sesama manusia yang membutuhkan.

Sementara Qarun mengira bahwa hartanya diperoleh karena ilmu, kecerdikan, dan kerja kerasnya. Ia menganggap harta kekayaan itu miliknya yang harus dinikmati dan dibangga-banggakan, bukan untuk dibagi.
Dua sikap yang berbeda itu menghasilkan akibat yang berbeda pula. Sulaiman yang peduli terhadap sesama dan dermawan mendapati kehidupannya penuh kedamaian, kesuksesan, dan kebahagiaan. Ia mulia dan dimuliakan baik di dunia maupun di akhirat dengan surga.

Adapun Qarun yang mengambil sikap berlawanan dengan kehendak Allah Ta’ala justru mengalami nasib yang mengenaskan: di dunia bangkrut dan binasa, di akhirat mendapat azab dan siksa yang pedih di neraka.

Berbagi Karena Iman
Islam sangat menginginkan umatnya hidup saling mencintai, menyayangi, dan berbagi. Bahkan, semangat itu dijadikan ukuran keimanan seseorang.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) bersabda:
Tidak beriman salah seorang di antara kamu sampai ia mencintai saudaranya sama dengan ia mencintai dirinya sendiri. (Riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Nasai)

Dengan landasan cinta, seorang Muslim menjadi penolong bagi Muslim yang lain, sekaligus pelindung. Mereka bahkan mempunyai sikap yang luar biasa, yaitu mendahulukan orang lain dibandingkan dirinya sendiri.
Mereka jauh dari sikap egois dan individualis. Mereka mengutamakan persatuan, hidup saling menyanyangi dan mencintai. Allah Ta a’la menggambarkan mereka dalam al-Qur`an:

Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. (At-Taubah [9]: 71)

Di masa Rasulullah SAW, sikap seperti ini pernah dipraktikkan dalam kehidupan nyata, yakni saat kaum Anshar (penduduk Muslim Madinah) menolong kaum Muhajirin (penduduk Makkah yang berhijrah) tanpa pamrih. Al-Qur`an mencatat hal dalam ayat berikut:

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya , mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Hasyr [59]: 9)

Kejadian seperti itu tidak hanya sekali terjadi. Pada tataran individu, kejadian semacam itu bisa terjadi sehari-hari.

Misalnya apa yang terjadi pada Abu Hurairah. Pada suatu hari, Sahabat yang dikenal miskin itu berkunjung ke rumah Rasulullah SAW demi mengadukan dirinya yang telah beberapa hari belum makan.
Mengetahui hal itu, Abu Thalhah berinisiatif untuk mengambil alih masalah. Ia mengundang sahabatnya itu ke rumahnya untuk dijamu makan malam.

Sayangnya, malam itu tidak ada makanan di rumahnya kecuali tinggal sedikit saja. Itupun merupakan jatah anak-anaknya. Maka ia kemudian berunding dengan istrinya, dan mengambil sebuah keputusan yang luar biasa, yakni makanan yang ada diperuntukan hanya bagi sang tamu.

Untuk itu, mereka segera menidurkan anak-anaknya tanpa makan malam. Sementara saat tamunya sedang menikmati hidangan, Abu Thalhah dan isterinya berpura-pura makan dengan cara memadamkan lampunya agar tidak terlihat.

Abu Hurairah pun makan hingga kenyang, kemudian permisi pulang tanpa mengatahui apa yang sebenarnya terjadi. Keesokan harinya, saat shalat shubuh, iapun menunaikan shalat hingga selesai.

Seusai shalat Rasulullah SAW berpaling kepada para Sahabatnya dan bertanya, “Apa yang kalian lakukan semalam sehingga turun ayat yang memuji kalian?“ Ayat itu adalah ayat ke-9 dari Surah al-Hasyr di atas.

Tak Hitung-hitungan
Dalam hal berbagi, para Sahabat Nabi tidak mengenal istilah berhitung untung rugi. Mereka bahkan tak takut jatuh miskin, sekalipun seluruh harta miliknya telah habis dibagi-bagikan.
Mereka berkeyakinan bahwa harta milik sebenarnya adalah apa yang telah disedekahkan, bukan harta yang masih di tangan.

Jika seperti itu semangat para Sahabat, bagaimana dengan Nabi sendiri? Imam Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah SAW tidak pernah dimintai sesuatu kecuali beliau akan memberikannya.
Suatu ketika ada seorang lelaki datang kepada Nabi, lalu beliau memberinya kambing sejumlah yang berada di dua gunung.

Lelaki itu lantas pulang ke kaumnya seraya berseru, “Wahai kaumku, masuklah kalian semua ke dalam Islam. Sesungguhnya Muhammad memberi sebagaimana pemberian orang yang tidak takut miskin.”
Sangat wajar jika Ibnu Abbas memberikan testimoninya tentang kemurahan hati beliau, sebagaimana diriwayatkan Bukhari dalam Shahih-nya, yakni: Rasulullah adalah orang yang paling murah hati, lebih-lebih ketika bertemu Jibril di bulan Ramadhan. Beliau bertemu Jibril pada setiap malam bulan Ramadhan untuk tadarus al-Qur`an. Maka sifat murah hati Rasulullah melebihi hembusan angin. SUARA HIDAYATULLAH SEPTEMBER 2010

Bagaimana dengan kita? Wallahu a’lam bish-Shawab.***

masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan

“Wahai orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut jejak-jejak setan; sesungguhnya dia (setan) bagi kamu adalah musuh yang nyata.” (Al-Baqarah[2]: 208).

Terkait ayat di atas Prof DR. Buya Hamka dalam tafsirnya, Al-Azhar juz II halaman 172 menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan silmi di situ adalah: menyerah diri secara tulus ikhlas. Lalu disusul dengan kalimat kaaffatan, yang berarti dia sebagai seruan kepada sekalian orang yang telah mengaku beriman kepada Allah supaya mereka berislam jangan masuk separo-separo, atau sebagian-sebagian, tapi masuklah kepada Islam keseluruhannya.

Ibnu Abbas radhiallahu anhu (RA) menafsirkan ayat ini mengenai orang-orang ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) yang telah beriman dan berkata kepada Nabi Muhammad Shallahu ’alaihi wa sallam (SAW): “Ya Rasulullan, hari Sabtu adalah hari yang sangat kami muliakan, biarkanlah kami tetap memuliakan hari itu. Dan kitab Taurat pun kitab Allah juga, sebab itu biarkanlah kami kalau malam-malam tetap sembahyang secara Taurat.”

Maka turunlah ayat ini mengatakan kalau masuk Islam, hendaklah memasuki keseluruhannya, jangan separo-separo. Maka tafsir ayat ini, bahwasannya kita kalau telah mengaku beriman, dan telah menerima Islam sebagai agama, hendaklah seluruh isi al-Qur’an dan tuntunan Nabi SAW diakui dan diikuti. Semuanya diakui kebenarannya dengan mutlak. Meskipun misalnya belum dikerjakan semuanya, tapi sekali-kali jangan dibantah.

Sebagai manusia (hamba Allah) janganlah mengakui ada satu peraturan lain yang lebih baik dari peraturan Islam. Oleh karena itu, hendaknya kita melatih diri, agar sampai kita meninggal dunia, hendaklah kita telah menjadi orang Islam yang 100 persen, seperti firman Allah dalam surat Ali Imran [3] ayat 102 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan Janganlah kamu mati, melainkan kamu dalam keadaan Muslim.”

Fathi Yakan, dalam bukunya Sifat Dan Sikap Seorang Muslim (terjemahan Jamaluddin Kafie) halaman 43 mengatakan bahwa di dunia ini ada tiga kelompok manusia:

Pertama, kelompok manusia yang hidupnya hanya untuk dunia. Mereka ini adalah golongan materialis, oleh al-Qur’an disebut Ad Dahriyun. Mereka berkata bahwa hidup adalah kehidupan di dunia ini saja, tidak akan dibanggkitkan lagi. Dunia merupakan tujuan dan cita-citanya paling utama, klimaks hidupnya tenggelam dalam kelezatan dunia tanpa perhitungan.

Kedua, kelompok yang kehilangan dua pegangan. Mereka adalah mayoritas orang-orang yng akidahnya lemah. Jalan hidupnya penuh goncangan karena mereka tersesat dalam kehidupan dunianya. Akan tetapi dia masih berprasangka bahwa dirinya telah berbuat dan berada pada jalan yang benar.

Secara teori, mereka percaya akan adanya Allah dan hari Kiamat, tetapi jauh terpisah dengan praktik dalam kehidupan nyata sehari-hari. Mereka menambal dunia dengan mencabik-cabik agamanya. Itulah orang yang kehilangan dua arah tujuan hidup. Semoga kita terhindar dari kelompok tersebut.

Ketiga, kelompok yang menjadikan dunia sebagai ladang akhiratnya. Mereka inilah orang-orang Mukmin yang sebenarnya, yang mengerti benar tentang hakikat hidup ini. Mereka senantiasa ingat akan tujuan hidupnya di dunia. Hal ini sesuai dengan firman Allah.

”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat [51]: 56).

Orang-orang Mukmin menganggap kehidupan dunia ini sebagai medan ujian, sebagai lapangan cobaan untuk berlomba mengerjakan amal kebaikan dan ketaatan kepada Allah. Dunia adalah sebagai sawah untuk bertanam yang hasilnya akan dipetik kelak di hadapan Allah. Maka seluruh hidup mereka ditujukan untuk jalan ke sana.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa kita wajib berikhtiar agar Islam dalam keseluruhannya berlaku pada masing-masing pribadi kita. Kemudian masyarkat kita, dan lalu pada negara kita.

Selama hayat dikandung badan, kita harus berjuang terus agar Islam secara keseluruhannya tegak dalam kehidupan kita. Mungkin kita bertanya, mungkinkah? Berapa banyakkah di zaman ini orang yang dapat menjadikan dirinya Islam 100 persen?

Andaikan belum ada, itu bukanlah menunjukkan bahwa ajaran Islam boleh kita pegang setengah-setengah. Kita selalu diwajibkan berusaha untuk mencapai puncak kesempurnaan hidup menurut tuntunan Islam hingga kita meningggal dalam keadaan khusnul khatimah.

Namun, masih ada di antara kita yang mengaku Islam, tetapi menolak cita-cita Islam untuk memberbaiki masyarakat yang diatur oleh syariat Islam. Begitu juga pada perilaku kita sehari-hari. Padahal, sejak kiita lahir lalu di azankan dan di iqamatkan. Diberi nama dan di-aqiqah-kan. Menikah menurut Islam dan bahkan jika meninggal nanti akan diselenggarakan pengurusan jenazah menurut ajaran Islam, insya Allah.

Tapi di sisi lain, apakah kehidupan kita sehari-hari sudah mencerminkan perilaku yang islami? Pakaian yang islami, hiasan rumah yang islami, dan aspek aspek kehidupan lain yang juga islami?

“Orang cerdas

“Orang cerdas adalah mereka yang mampu mengendalikan nafsunya dan beramal (berbuat) untuk masa sesudah mati, sedang orang yang lemah ialah mereka yang mengikuti nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.” (Riwayat Imam Ahmad).

Hadits di atas oleh sebagian ahli di-dhaifkan, tapi Tirmidzi menghasankan, bahkan Al-Hakim menshahihkannya. Sanad Hadits di atas mengundang perdebatan karena adanya perawi yang bernama Abu Bakar bin Abu Maryam yang oleh sebagian ahli Hadits dikelompokkan sebagai orang yang lalai. Akan tetapi matan (isi) kandungan Hadits tersebut sangat baik, sejalan dengan ajaran Islam secara keseluruhan dan tidak ada yang menyangsikan.

Menurut Hadits ini, kecerdasan seseorang dapat diukur dari kemampuannya dalam mengendalikan hawa nafsunya (cerdas emosi) dan mengorientasikan semua amalnya pada kehidupan setelah mati (cerdas spiritual). Mereka yakin bahwa ada kehidupan setelah kematian, mereka juga percaya bahwa setiap amalan di dunia sekecil apapun akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Shubhanahu wata’ala (SWT).

Keyakinan tentang keabadian, menjadikannya lebih berhati-hati dalam menapaki kehidupan di dunia ini, sebab mereka percaya bahwa kehidupan itu tidak sekali di dunia ini saja, tapi ada kehidupan yang lebih hakiki. Dunia adalah tempat menanam, sedang akhirat adalah tempat memanen. Siapa yang menanam padi akan menuai padi. Siapa yang menanam angin akan menuai badai.

Tak hanya bersikap hati-hati, orang yang cerdas spiritualnya lebih bersemangat, lebih percaya diri, dan lebih optimis. Mereka tidak pernah ragu-ragu berbuat baik. Sebab jika kebaikannya tidak bisa dinikmati saat di dunia, mereka masih bisa berharap mendapatkan bagiannya di akhirat nanti. Jika tidak bisa dinikmati sekarang, amal kebaikan itu akan berubah menjadi tabungan atau deposito secara otomatis, yang kelak akan dicairkan justru pada saat mereka sangat membutuhkan.

Ketika menanam pohon, misalnya, mereka sangat antusias. Mereka yakin jika pohon tersebut nantinya berbuah, tidak ada yang sia-sia sekalipun buahnya dimakan burung atau dicuri maling. Sekalipun ia tidak menikmati buah itu di dunia ini, ganjarannya akan dipetik di akhirat nanti.

Orang-orang ini, ketika melihat ketidakadilan di dunia tidak segera putus asa. Sekalipun para koruptor bebas berkeliaran, sedang orang-orang shalih justru dipenjarakan, mereka tetap memandang dunia dengan pandangan positif. Mereka tetap berjuang menegakkan keadilan, sekalipun keadilan yang hakiki baru dirasakan kelak di akhirat. Di depan Mahkamah Ilahi tidak ada barang bukti yang hilang atau sengaja dihilangkan. Mulut di kunci, dan semua anggota tubuh bersaksi.

Ciri orang yang cerdas sebenarnya telah tampak jelas dalam derap langkahnya, ketika mereka membuat rencana, saat mengeksekusi rencananya, dan pada waktu melakukan evaluasi. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari, saat sendirian atau dalam interaksi sosialnya nampak wajahnya yang senantiasa bercahaya, memancarkan energi positif, menjadi magnit-power, penuh motivasi, menjadi sumber inspirasi, dan berpikir serta bertindak positif.

Orang yang cerdas emosi dan spiritual enak diajak bergaul, karena mereka telah terbebas dari su’uzhan (buruk sangka), hasad (iri atau dengki), dan takabbur (menyombongkan diri). Orang-orang inilah yang memiliki potensi untuk meraih sukses di dunia, sekalagus sukses menikmati kehidupan surgawi di akhirat nanti.

Semoga Allah SWT mengaruniakan kepada kita gabungan tiga kecerdasan sekaigus, yaitu kecerdasan intektual, kecerdasaan spiritual, dan kecerdasan emosional, sekalgus. Selamat berjuang.

Kamis, 21 Oktober 2010

NII, Komando Jihad dan Orde Baru : The Untold Story

Berbicara tentang Komando Jihad, tidak bisa lepas dari gerakan NII (DI/TII) pimpinan SM Kartosoewirjo (SMK). Karena, seluruh tokoh penting yang terlibat di dalam gerakan Komando Jihad ini, adalah petinggi NII (DI/TII) pimpinan SMK yang dieksekusi pada September 1962 di sebuah pulau di Teluk Jakarta.

Boleh dibilang, gerakan Komando Jihad merupakan salah satu bentuk petualangan politik para pengikut SMK pasca dieksekusinya sang imam. Sebelumnya, pada Agustus 1962, seluruh warga NII (DI/TII) yang jumlahnya mencapai ribuan orang, mendapat amnesti dari pemerintah. Termasuk, 32 petinggi NII (DI/TII) dari sayap militer, belum termasuk Haji Isma'il Pranoto (Hispran) dan anak buahnya, yang baru turun gunung (menyerah kalah kepada pasukan Ali Moertopo) pada 1974.

Dari 32 petinggi NII (DI/TII) yang telah menyerah[1] kepada pihak Soekarno tanggal 1 Agustus 1962 itu, sebagian besar menyatakan ikrar bersama, yang isinya:
"Demi Allah, saya akan setia kepada Pemerintah RI dan tunduk kepada UUD RI 1945. Setia kepada Manifesto Politik RI, Usdek, Djarek yang telah menjadi garis besar haluan politik Negara RI. Sanggup menyerahkan tenaga dan pikiran kami guna membantu Pemerintah RI cq alat-alat Negara RI. Selalu berusaha menjadi warga Negara RI yang taat baik dan berguna dengan dijiwai Panca Sila." [2]

Sebagian kecil di antara mereka tidak mau bersumpah setia, yaitu Djadja Sudjadi, Kadar Shalihat, Abdullah Munir, Kamaluzzaman, dan Sabur. Dengan adanya ikrar tersebut, maka kesetiaan mereka kepada sang Imam telah bergeser, sekaligus mengindikasikan bahwa sebagai sebuah gerakan berbasis ideologi Islam, NII (DI/TII) sudah gagal total. Dan sisa-sisa gerakan NII pada saat itu (1962) dapat dikata sudah hancur lebur basis keberadaannya.

Setelah tiga tahun vakum, ada di antara mereka yang berusaha bangkit melanjutkan perjuangan, namun dengan meninggalkan karakter militeristik dan mengabaikan struktur organisasi kenegaraan NII. Mereka inilah yang meski sudah menerima amnesti namun tidak mau bersumpah-setia sebagaimana dilakukan oleh sebagian besar mantan petinggi NII lainnya.

Gerakan tersebut menamakan diri sebagai gerakan NII Fillah (bersifat Non Struktural). Kepemimpinan gerakan dijalankan secara kolektif oleh Kadar Shalihat dan Djadja Sudjadi. Munculnya kelompok Fillah atau NII non struktural ini, ditanggapi serius oleh pihak militer NKRI. Yaitu, dengan menciptakan "keseimbangan", dengan cara melakukan penggalangan kepada para mantan "mujahid" NII yang pernah diberi amnesti dan telah bersumpah setia pada Agustus 1962 lalu.

Melalui jalur dan kebijakan Intelijen, pihak militer memberikan santunan ekonomi sebagai bentuk welfare approach (pendekatan kesejahteraan) kepada seluruh mantan "mujahid" petinggi NII yang menyerah dan memilih menjadi desertir sayap militer NII.

Nama-nama Tokoh Penting di Belakang Gerakan Komando Jihad.

Nama Danu Mohammad Hasan[3] yang pertama kali dipilih Ali Murtopo untuk didekati dan akhirnya berhasil dibina menjadi 'orang' BAKIN, pada sekitar tahun 1966-1967. Pendekatan intelijen itu sendiri secara resmi dimulai pada awal 1965, dengan menugaskan seorang perwira OPSUS bernama Aloysius Sugiyanto.[4] Tokoh selanjutnya yang menyusul dibidik Ali Murtopo adalah Ateng Djaelani Setiawan.

Tokoh lain yang diincar Ali Murtopo dalam waktu bersamaan yang didekati Aloysius Sugiyanto adalah Daud Beureueh mantan Gubernur Militer Daerah Istimewa ACEH tahun 1947 yang memproklamirkan diri sebagai Presiden NBA (Negara Bagian Aceh) pada 20 September 1953, dan menyerah, kembali ke NKRI Desember tahun 1962.

Selanjutnya pendekatan terhadap para mantan petinggi sayap militer DI-TII yang lain yang berpusat di Jawa Barat dilakukan oleh Mayjen Ibrahim Aji, Pangdam Siliwangi saat itu.[5] Mereka yang dianggap sebagai "petinggi NII" oleh Ibrahim Aji itu di antaranya: Adah Djaelani dan Aceng Kurnia. Kedua mantan petinggi sayap militer DI ini pada saat itu setidaknya membawahi 24-26 nama (bukan ulama NII). Sedangkan mereka yang dianggap sebagai mantan petinggi sayap sipil DI yang selanjutnya menyatakan diri sebagai NII Fillah –antara lain adalah Kadar Shalihat, Djadja Sudjadi dan Abdullah Munir dan Kamaluzzaman– membawahi puluhan ulama NII.

Pengaruh dan Akibat Kebijakan Intelijen Ali Murtopo – ORDE BARU.

Baik menurut kubu para mantan petinggi sayap militer maupun sayap sipil NII, politik pendekatan pemerintah orde baru melalui Ibrahim Aji yang menjabat Pangdam Siliwangi tersebut, sangat diterima dengan baik, kecuali oleh beberapa pribadi yang menolak uluran pemerintah tersebut, yaitu Djadja Sudjadi[6] dan Abdullah Munir. Para mantan tokoh sayap militer dan sayap sipil DI selanjutnya menjadi makmur secara ekonomi. Hampir masing-masing individu mantan tokoh DI tersebut diberi modal cukup oleh Letkol Pitut Suharto berupa perusahaan CV (menjadi kontraktor) dilibatkan dalam proyek Inpres, SPBU atau agen Minyak Tanah.

Kebijakan OPSUS dan Intelijen selanjutnya menggelar konspirasi dengan meminta para mantan laskar NII tersebut mengkonsolidasikan kekuatan melalui reorganisasi NII ke seluruh Jawa dan Sumatra. Pada saat itu Ali Murtopo masih menjabat Aspri Presiden selanjutnya menjadi Deputi Operasi Ka BAKIN dan merangkap Komandan OPSUS ketika mendekati detik-detik digelarnya 'opera' konspirasi dan rekayasa operasi intelijen dengan sandi: “Komando Jihad” di Jawa Timur.

Dalam waktu yang bersamaan Soeharto menyiapkan Renstra (Rencana Strategis) Hankam (1974-1978) sebagaimana dilakukan ABRI secara sangat terorganisir dan sistematis melalui penyiapan 420 kompi satuan operasional, 245 Kodim sebagai aparat teritorial dan 1300 Koramil sebagai ujung tombak intelijen dalam gelar operasi keamanan dalam negeri yang diberi sandi Opstib dan Opsus.

Sementara, pada saat yang bersamaan di tahun 1971-1973 tersebut Ali Murtopo juga melindungi sekaligus menggarap Nurhasan al-Ubaidah Imam kelompok Islam Jama'ah yang secara kelembagaan telah dinyatakan sesat dan terlarang oleh Kejaksaan Agung tahun 1971, namun pada waktu yang sama justru dipelihara serta diberi kesempatan seluas-luasnya melanjutkan kiprahnya dengan missi menyesatkan ummat Islam melalui lembaga baru LEMKARI (Lembaga Karyawan Islam) di bawah naungan bendera Golkar dan berganti nama menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) yang berlanjut hingga sekarang.

Dari sinilah pendekatan itu berkembang menjadi makin serius dan signifikan, ketika Ali Murtopo mengajukan ide tentang pembentukan dan pembangunan kembali kekuatan NII, guna menghadapi bahaya laten komunis dari utara maupun dalam rangka mengambil alih kekuasaan. Ide Ali Murtopo ini selanjutnya diolah Danu Mohammad Hasan dan dipandu Letkol Pitut Suharto, disambut Dodo Muhammad Darda, Tahmid Rahmat Basuki (anak SMK) dan H.Isma'il Pranoto (Hispran).

Keberadaan dan latar belakang Letkol Pitut Suharto yang memiliki kedekatan hubungan pribadi dengan Andi Sele di Makassar, juga dengan H. Rasyidi [7] di Gresik Jawa Timur, pada tahun 1968 akhirnya ditugaskan Ali Murtopo untuk mengolah hubungan dan keberadaan para mantan petinggi NII yang sudah dirintisnya sejak 1965 tersebut dengan kepentingan membelah mereka menjadi 2 faksi.

Faksi pertama diformat menjadi moderat untuk memperkuat Golkar, dan faksi kedua diformat bagi kebangkitan kembali organisasi Neo NII.

Keterlibatan Pitut Suharto yang akhirnya dinaikkan pangkatnya menjadi pejabat Dir Opsus di bawah Deputi III BAKIN terus berlanjut, Pitut tidak saja bertugas untuk memantau aktifitas para mantan tokoh DI tersebut, tetapi Pitut sudah terlibat aktif menyusun berbagai rencana dan program bagi kebangkitan NII, baik secara organisasi maupun secara politik termasuk aksi gerakannya.

Ketika BAKIN membuat program pemberangkatan atau pengiriman pemuda (aktifis kader) Indonesia ke Timur Tengah –seperti Mesir, Syria, Libya dan Saudi Arabia yang diantara alumnnya kemudian terkait dengan konflik Moro (MNLF) dan kelompok perlawanan Aceh– Pitut Suharto-lah yang ditunjuk Ali Murtopo untuk mengelola (membimbing, memantau, mengurus dan menyelesaikan) masalah tersebut, sekalipun keberangkatan para kader aktifis Indonesia ke Negara-negara Timur Tengah tersebut terbukti hanya untuk mempelajari pola-pola gerakan Islam di sana, sembari mempelajari syari’ah sebagai cover, dan melakukan pelatihan militer.

Tetapi antisipasi yang dilakukan pihak pemerintah Indonesia pada saat itu terlampau maju dan cepat, sekitar tahun 1975 keberadaan kedutaan Libya di Jakarta dipaksa tutup. Tetapi skenario Opsus terhadap kebangkitan organisasi NII terus digelindingkan. Bahkan Pitut Suharto (pihak intelijen/orde baru) justru menggunakan isu politik Libya di mata Barat dan bangkitnya NII tersebut dijadikan sebagai isu sentral terkait dengan “bahaya laten kekuatan ekstrim kanan” di Indonesia.

Kebijakan Abbuse of Power Intelijen Ali Murtopo.

Bersamaan dengan kebijakan itu (memanfaatkan situasi politik terhadap Libya tersebut) strategi Opsus yang dilancarkan melalui Pitut Suharto berhasil meyakinkan para Neo NII tersebut untuk sesegera mungkin menyusun gerakan jihad yang terkonsentrasi di Jawa dan Sumatra untuk melawan dan merebut kekuasaan Soeharto. Semakin cepat hal tersebut dilaksanakan semakin berprospek mendapat bantuan persenjataan dari Libya, yang sudah diatur Ali Murtopo.

Berkat panduan Letnan Kolonel TNI AD Pitut Suharto[8] kegiatan musyawarah dalam rangka reorganisasi NII yang meliputi Jawa-Sumatra tersebut berlangsung beberapa hari, hal itu justru dilaksanakan di markas BAKIN jalan Senopati, Jakarta Selatan. Di sinilah situasi dan kondisi (hasil rekayasa BAKIN-Ali Murtopo dan Pitut Suharto melalui kubu Neo NII Sabilillah di bawah Daud Beureueh, Danu Mohammad Hasan, Adah Djaelani, Hispran dkk) berhasil didesakkan kepada kubu Fillah yang dipimpin secara kolektif oleh Djaja Sudjadi, Kadar Shalihat dan Abdullah Munir dkk untuk memilih kepemimpinan.

Hasil musyawarah kedua kubu (Fillah dan Sabilillah ini) yang dilakukan pada tahun 1976 ini menetapkan, kepemimpinan NII diserahkan kepada Tengku Daud Beureueh sekaligus membentuk struktur organisasi pemerintahan Neo NII yang terdiri dari Kementrian dan Komando kewilayahan (dari Komandemen Wilayah hingga Komandemen Distrik dan Kecamatan) namun tanpa dilengkapi dengan Majelis Syura maupun Dewan Syura.

Provokasi dan jebakan OPSUS terhadap para mantan tokoh DI berhasil, Struktur organisasi NII kepemimpinan Daud Beureueh berdiri dan berlangsung di bawah kendali Ali Murtopo yang saat itu menjabat sebagai Deputi Operasi Ka BAKIN melalui Kolonel Pitut Suharto.

Gerakan dakwah agitasi dan provokasi neo NII Sabilillah disponsori Pitut Suharto dan Ali Murtopo mulai berkembang ke seantero pulau Jawa. Muatan dakwah, agitasi dan provokasi para tokoh Neo NII bentukan Ali Murtopo-Pitut Suharto hanya berkisar seputar pentingnya struktur organisasi NII secara riil.

Karenanya kegiatan seluruh anggota kabinet Neo NII adalah melakukan rekrutmen melalui pembai'atan secepatnya untuk mengisi posisi pada struktur wilayah (Gubernur sekaligus sebagai Pangdam = Komandemen Wilayah) dan posisi pada struktur Distrik (Bupati sekaligus sebagai Kodim = Komandemen Distrik) seraya menebar janji akan segera memperoleh supply persenjataan dari Libya sebanyak satu kapal[9] yang akan mendarat di pantai selatan Pulau Jawa.

Sasaran rekrutmen (pembai'atan) dilakukan hanya sebatas mengisi posisi pada komandemen distrik struktur Neo NII, maka sasaran rekrutmen dipilih secara tidak selektif di antaranya adalah para tokoh pemuda Islam dan ulama atau kiai yang nota bene sangat awam politik maupun organisasi.

Tugas rekrutmen untuk Jawa Tengah dan Jawa Timur dilakukan oleh H. Isma'il Pranoto dan H. Husein Ahmad Salikun. Di Jawa Timur aktifitas rekrutmen bagi kebangkitan Neo NII yang dilakukan oleh H. Isma'il Pranoto tersebut sama sekali tidak terlihat ada tindak lanjut apapun, baik yang berbentuk pelatihan manajemen dakwah dan organisasi maupun yang bersifat fisik baris berbaris, menggunakan senjata atau merakit bom. Tetapi hanya terhitung selang sebulan atau dua bulan kemudian, aparat keamanan dari Laksus tingkat Kodam, Korem dan Kodim menggulung dan menyiksa mereka tanpa ampun.

Jumlah korban penangkapan oleh pihak Laksusda Jatim yang digelar pada tanggal 6-7 Januari 1977 terhadap para rekrutan baru H. Isma'il Pranoto mencapai sekitar 41 orang, 24 orang di antaranya diproses hingga sampai ke pengadilan.

H. Ismail Pranoto divonis Seumur Hidup, sementara para rekrutan Hispran yang juga disebut sebagai para pejabat daerah struktur Neo NII tersebut, baru diajukan ke persidangan pada tahun 1982, setelah "disimpan" dalam tahanan militer selama 5 tahun, dengan vonis hukuman yang bervariasi. Ada yang divonis 16 tahun, 15 tahun, 14 tahun hingga paling ringan 6 tahun penjara.

H. Ismail Pranoto disidangkan perkaranya di Pengadilan Negeri Surabaya tahun 1978 dengan memberlakukan UU Subversif PNPS No 11 TH 1963 atas tekanan Pangdam VIII Brawijaya saat itu, Mayjen TNI-AD Witarmin[10]. Sejak itulah UU Subversif ini digunakan sebagai senjata utama untuk menangani semua kasus yang bernuansa makar dari kalangan Islam.

Nama Komando Jihad sendiri menurut H. Isma'il Pranoto merupakan tuduhan dan hasil pemberkasan pihak OPSUS, baik pusat maupun daerah (atas ide Ali Murtopo dan Pitut Suharto). Sementara penyebutan yang berlaku dalam tahanan militer Kodam VIII Brawijaya – ASTUNTERMIL di KOBLEN Surabaya, mereka dijuluki sebagai jaringan Kasus Teror Warman (KTW).

Sementara keberadaan Pitut Suharto sendiri sejak tanggal 6 Januari 1977 – saat dimulainya penangkapan terhadap H. Isma'il Pranoto dan orang-orang yang direkrutnya sebagai kelompok Komando Jihad– Pitut justru pergi menyelamatkan diri dengan menetap di Jerman Barat, dan baru kembali ke Indonesia setelah 6 atau 7 tahun kemudian.

Di Jawa Tengah sendiri aksi penangkapan terhadap anggota Neo NII rekrutan H. Isma'il Pranoto dan H. Husen Ahmad Salikun oleh OPSUS, seperti Abdullah Sungkar maupun Abu Bakar Ba'asyir dan kawan-kawan berjumlah cukup banyak, sekitar 50 orang, akan tetapi yang diproses hingga sampai ke pengadilan hanya sekitar 29 orang. Penangkapan terhadap anggota Neo NII wilayah Jawa Tengah rekrutan H. Isma'il Pranoto dan H. Husen Ahmad Salikun berlangsung tahun 1978-1979.

Di Sumatera, aksi penangkapan secara besar-besaran berdasarkan isu Komando Jihad ini terjadi sepanjang tahun 1976 hingga tahun 1980, dan berhasil menjaring dan memenjarakan ribuan orang.

Sementara penangkapan terhadap para elite Neo NII –yang musyawarah pembentukan strukturnya dilakukan di markas BAKIN (jalan Senopati, Jakarta Selatan)– seperti Adah Djaelani Tirtapradja, Danu Mohammad Hasan, Aceng Kurnia, Tahmid Rahmat Basuki Kartosoewirjo, Dodo Muhammad Darda Toha Mahfudzh, Opa Musthapa, Ules Suja'i, Saiful Iman, Djarul Alam, Seno alias Basyar, Helmi Aminuddin Danu[11], Hidayat, Gustam Effendi (alias Ony), Abdul Rasyid dan yang lain dengan jumlah sekitar 200 orang, mereka ditangkap Laksus sejak akhir 1980 hingga pertengahan 1981.

Namun dari sekitar 200 orang anggota Neo NII yang ditangkap OPSUS tersebut, hanya sekitar 30 elitenya saja yang dilanjutkan ke persidangan, selebihnya dibebaskan bersyarat oleh OPSUS termasuk beberapa nama yang menjadi tokoh komando KW-9 [12], kecuali satu nama tokoh yang dibebaskan tanpa syarat, yaitu Menlu kabinet Neo NII yang bernama Helmi Aminuddin bin Danu, salah seorang alumni program pemberangkatan atau pengiriman pemuda (aktifis kader) Indonesia ke Timur Tengah (Madinah, Saudi Arabia) oleh Bakin.

Akan tetapi isu dan dalih keterkaitan dengan bahaya kebangkitan NII, Komando Jihad dan Teror Warman berdasarkan hasil pengembangan penyidikan pihak keamanan terhadap mereka yang pernah ditangkap maupun yang diproses ke pengadilan, oleh pihak OPSUS digunakan terus untuk melakukan penangkapan-penangkapan secara berkelanjutan dan konsisten.

Sekitar medio 1980 OPSUS Jawa Timur melakukan penangkapan terhadap 5 tokoh pelanjut Komandemen Wilayah Jawa Timur, Idris Darmin Prawiranegara. Kemudian dilanjutkan dengan penangkapan berikutnya pada medio 1982, terhadap orang-orang baru yang direkrut Idris Darmin di wilayah jawa timur dengan jumlah sekitar 26 orang.

Kesimpulan
Secara substansi, makna kebangkitan Neo NII yang lahir dibidani dan buah karya operasi intelijen OPSUS tersebut, sangat tidak layak untuk dinilai dan atau diatasnamakan sebagai wujud perjuangan politik berbasis ideologi Islam (apalagi sampai dikategorikan sebagai jihad suci fii sabilillah).

Misi dan orientasi kiprah gerakan reorganisasi yang dilakukan para mantan tokoh sayap militer NII tersebut adalah lebih didorong oleh dan dalam rangka memperoleh materi dan kedudukan politis, kemudian bertemu-bekerjasama (bersimbiosis mutualistis) dengan para tokoh intelijen BAKIN yang benci terhadap Islam. Dengan demikian gerakan Komando Jihad, Kebangkitan Neo NII maupun para mantan tokoh sayap militer DI tersebut sulit dinilai sebagai perjuangan yang murni untuk tegaknya Islam.

Perjuangan dan usaha para pihak atau pribadi yang dilakukan karena semangat dan ketulusan untuk memperjuangkan Islam, yang tidak didorong dalam rangka memperoleh jabatan politis atau sarana materi sebagaimana halnya sikap dan tindakan para mantan tokoh sayap sipil DI tersebut, menunjukkan posisi mereka sebagai korban pengkhianatan para mantan tokoh sayap militer DI sendiri dalam berpolitik.

Seluruh bentuk kerugian atau efek negatif yang menimpa masyarakat Neo NII adalah karena provokasi dan agitasi para mantan tokoh sayap militer DI, yang secara sadar dan sukarela menyetujui dan mendukung kebijakan intelijen OPSUS (orde baru). Oleh karenanya merekalah yang harus bertanggungjawab atas hancurnya gerakan dakwah Islam dan citra negatif citra negatif dakwah. Dalam hal ini, ada tiga pihak yang harus bertanggung jawab :

Pihak ke I adalah aparat teritorial pemerintah Orde Baru, mulai dari tingkat Kodim, Korem hingga Kodam yang pada masa itu disebut sebagai aparat Laksusda (DanSatgas Intel atau Intel Balak = Intelijen Badan Pelaksana) yang bertugas melakukan penangkapan, penyiksaan hingga pemberkasan terhadap jaringan gerakan Islam (Neo NII, Komando Jihad, Teror Warman, Teror Imran* dan Usrah) yang menjadi target obyek operasi intelijen. Pihak berikutnya adalah para pemrakarsa, pembuat skenario dan sutradara dari operasi intelijen yang dirancang oleh sayap intelijen yang berkuasa penuh di bawah struktur Kopkamtib.

Pihak ke I bisa juga disebut sebagai kekuatan bayangan dari struktur kekuasaan yang ada saat itu namun diformat memiliki kewenangan penuh untuk merancang program, mekanisme dan pengelolaan (mengendalikan) terhadap perjalanan sistem politik, ekonomi dan pemerintahan yang berlaku. Pihak ke I sangat dimungkinkan untuk melakukan kerjasama dan menerima order, baik dari penguasa domestik maupun asing, mengingat hukum Politik, kepentingan kekuasaan dan intelijen selalu mengglobal, sesuai peta dan kubu ideologi yang eksis di dunia atau berlaku universal.

Oleh karena itu pihak ke I diberi kewenangan luar bisa, baik dalam menyusun grand 'scenario' hingga tingkat pelaksanaan (juklak) yang dilakukan secara rahasia dan rapi, selanjutnya dikordinasikan penerapan aturan mainnya dengan lemhannas dan departemen-departemen maupun kementrian. Dengan demikian tugas, peran dan keberadaan pihak ke I menurut garis besar haluan negara merupakan hal yang legal dan wajar, sekalipun untuk kepentingan itu harus mengorbankan apa saja (abuse of power: terhadap demokrasi dan HAM) atau membuat sandiwara dan rekayasa apa saja. Itulah hukum yang berlaku dalam dunia politik, kepentingan kekuasaan dan intelejen.

Selanjutnya, pihak ke I lainnya adalah mereka yang menjadi inisiator membangkitkan neo NII, dalam rangka memberikan stigma negative terhadap umat Islam, menciptakan beban psikologis kepada umat Islam Indonesia yang hingga kini diposisikan sebagai produsen gerakan radikal bahkan pelaku teror. Sebagai aparat negara seharusnya mereka menggali potensi rakyat dan memberdayakan potensi tersebut ke tempat semestinya, bukan justru dijadikan instrumen politik untuk menggapai kekuasaan dan atau mempertahankan kekuasaan.

- Pihak ke II adalah pihak yang secara sengaja dan sadar menjalin hubungan dengan pihak ke I, yang dikenal dan dipahami sebagai pejabat intelejen militer sekaligus sebagai pejabat pemerintah dan Negara yang licik dan kejam.

- Pihak ke III, adalah orang-orang yang bersedia direkrut dan memposisikan dirinya sebagai pihak yang secara sadar telah terdorong dan termotivasi untuk berjihad secara ikhlas di jalan Islam namun terperosok dan terlanjur masuk ke dalam struktur gerakan Neo NII. Posisi mereka adalah sebagai korban tak sadar dari abuse of Power, sistem dan kebijakan politik maupun intelejen Orde Baru.

Keterangan Tambahan Mengenai Teror Imran:

Munculnya kasus Jama'ah Imran pada pertengahan tahun 1980 berlangsung melalui proses yang berdiri sendiri. Dalam artian, tidak ada keterkaitan dan tidak ada hubungan –baik secara ideologi maupun sikap politik– dengan eksistensi gerakan Neo NII atau Komando Jihad dan Teror Warman.

Memang sempat terjadi "interaksi" antara anggota Jama'ah Imran dengan beberapa elite KW-9 (Komandemen Wilayah 9) dalam struktur Neo NII atau Komando Jihad hasil ciptaan Ali Murtopo dan Pitut Suharto tersebut.

Bentuk "interaksi" yang terjadi pada akhir 1980-an itu, bukanlah "interaksi" yang kooperatif tetapi justru saling kecam dan saling ancam. Hal ini terjadi, karena H.M. Subari (alm) yang merupakan elite (orang struktur) Neo NII KW-9 pernah mengatakan, "dalam satu wilayah tidak boleh ada 2 Jama'ah dan 2 Imam yang berlangsung secara bersamaan, kecuali salah satunya harus dibunuh."

FOOTNOTE
[1] Padahal, amanat/wasiat sang imam (SMK) adalah tidak boleh menyerah.

[2] Rahmat Gumilar Nataprawira, RUNISI (Rujukan Negara Islam Indonesia). Dipertegas juga oleh pernyataan lisan dari Abdullah Munir dan tertulis dari Abdul Fatah Wirananggapati (pemegang amanah KUKT dari SMK 1953).

[3] Mantan Panglima Divisi atau Komandan Resimen DI-TII, pada saat sidang pengadilan Militer – MAHADPER, Agustus 1962 mengaku salah dan memberi kesaksian yang isinya menyalahkan sikap dan kebijakan politik SM Kartosoewiryo. Hubungan ini kemudian memberi OPSUS buah menguntungkan yang tidak disangka-sangka. "Saya berperan sebagai petugas pengawas Danu," kenang Sugiyanto, "dan di bulan Maret 1966, kami menggunakan dia dan anak buahnya untuk memburu anggota BPI yang sedang bersembunyi di Jakarta." Selanjutnya sejak tahun 1971, Danu Muhammad Hasan dan Daud Beureueh sering terlihat di jalan Raden Saleh 24 Jakarta Pusat (salah satu kantor Ali Murtopo), terkadang di Jalan Senopati (Kantor BAKIN), ada kalanya di Tanah Abang III (Kantor CSIS).

[4] Menurut Sugiyanto hubungan ini kemudian memberi OPSUS bunga menguntungkan yang tidak disangka-sangka. "Saya berperan sebagai petugas pengawas Danu," kenang Sugiyanto, "dan di bulan Maret 1966, kami menggunakan dia dan anak buahnya untuk memburu anggota BPI yang sedang bersembunyi di Jakarta." (lebih jelasnya lihat Kenneth Conboy, Intel: Inside Indonesia's Inteligence Services).

[5] Seperti pengakuan Ules Suja'i: "Soal pak Adah yang santer diisukan menerima jatah minyak dari militer, memang dulu itu saya tahu pak Adah pernah menerima jatah minyak dan oli dari RPKAD (KOPASSUS sekarang, pen), karena setiap pasukan itu kan memiliki jatah dari Pertamina, nah oleh RPKAD jatah tersebut diberikan ke pak Adah. Itu mah lewat perjuangan. Saya sendiri dengan pak Adah memang pernah dipanggil oleh Ibrahim Aji mendapat surat supaya dibantu oleh Pertamina lalu masuk ke Pertamina pusat jawabannya kurang memuaskan, malah kalau saya sendiri sampai ke WAPERDAM sampai ketemu Khaerus Shaleh, ya Alhamdulillah berhasil."

[6] Djadja Sudjadi akhirnya tewas dibunuh Ki Empon atas perintah Adah Djaelani. Ironisnya, hingga akhir hayatnya Ki Empon meninggal dalam keadaan miskin dan serba susah sedangkan Adah Djaelani hidup terpandang dan lumayan sejahtera sebagai petinggi yang lebih dihormati dari AS Panji Gumilang di lingkungan mabes NII di Ma'had Al-Zaytun, Indramayu.

[7] H. Rasyidi, adalah bapak kandung Abdul Salam alias Abu Toto alias Syaikh A.S. Panji Gumilang, yang kini menjadi syaikhul Ma'had Al-Zaytun yang dikenal sebagai "mabes" NII yang kental dengan nuansa misteri intelejen. Abu Toto alias Abdul Salam Panji Gumilang sendiri sejak mahasiswa menjadi kader intelejen kesayangan Pitut Suharto.

[8] Pitut Suharto pensiun dengan pangkat Kolonel, kini berdomisili di Surabaya.

[9] Janji serupa ini juga berulang pada diri Nur Hidayat, provokator kasus Lampung (Talangsari) yang terjadi Februari 1989. Nur Hidayat dkk ketika itu yakin sekali bahwa rencana makarnya pasti berhasil karena akan mendapat bantuan senjata satu kapal yang akan mendarat di Bakauheni, Lampung.

[10] Witarmin, menurut penuturan H Isma'il Pranoto di masa pergolakan DI-TII adalah sebagai komandan Batalyon 507 Sikatan yang sempat dilucuti oleh pasukan TII di bawah komando H. Ismail Pranoto.

[11] Helmi Aminuddin adalah putera Danu Mohammad Hasan, alumni Universitas Madinah, yang dikirim Bakin ke Saudi Arabia dalam Program pemberangkatan para pemuda ke Timur Tengah, yang ketika kembali ke Indonesia aktive dalam pergerakan.

[12] Pada tahun 1984, para para elite NII Komandemen Wilayah IX (yang ditangkap OPSUS pada pertengahan tahun 1980 hingga pertengahan tahun 1981, bersama dengan para pimpinan Neo NII, Adah Djaelani-Aceng Kurnia) dibebaskan bersyarat dari Rumah tahanan militer Cimanggis, tanpa melalui proses hukum (Pengadilan), mereka itu adalah: Fahrur Razi, Royanuddin, Abdur Rasyid, Muhammad Subari, Ahmad Soemargono, Amir, Ali Syahbana, Abdul Karim Hasan, Abidin, Nurdin Yahya dan Muhammad Rais Ahmad, dan Anshory; kecuali Helmi Aminuddin bin Danu M Hasan yang dibebaskan tanpa syarat.

Mohamad Fatih.

Referensi:

* Dengel,Holk H., Darul Islam dan Kartosuwiryo (terj.), Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.
* Jackson, Karl D., Kewibawaan Tradisional, Islam dan Pemberontakan: Kasus Darul Islam Jawa Barat, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989.
* Kansil, C.S.T. dan Julianto S.A., Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1982.
* Kuntowidjojo, Dinamika Sejarah Perjuangan Umat Islam Indonesia, Yogyakarta: Shalahuddin Press, 1985.
* Van Dijk, C. Darul Islam: Sebuah Pemberontakan (terj.), Jakarta: Pustaka Grafiti Utama, 1989.
* Horikoshi, Hiroko, “The Darul Islam Movement in West Java : An Experience in Historical Process”, Indonesia, Nr.20, 1975.
* Simatupang, T.B. dan Lapian, “Pemberontakan di Indonesia: Mengapa dan Untuk Apa”, Prisma, 1978.
* Basri, Jusmar, Gerakan Operasi Militer VI: Untuk Menumpas DI-TII di Jawa Tengah, Jakarta: Mega Bookstore dan Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata SAB., n.d.
* Dinas Sejarah Militer TNI-AD, Penumpasan Pemberontakan DI-TII/SMK di Jawa Barat, Bandung: Dinas Sejarah TNI-AD.
* Komando Daerah Militer VII Diponegoro, Staf Umum I, Bahan Perang Urat Syaraf Terhadap Gerombolan D.I. Kartosuwirjo.
* Wawancara dengan beberapa tokoh terkait peristiwa Komando Jihad.