Sabtu, 19 Februari 2011

Din Syamsuddin: Kafir meyakini ada Nabi baru

Oleh Althaf pada Jum'at 18 Februari 2011, 08:18 AM
Print 0 Comments

JAKARTA (Arrahmah.com) - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin meminta agar pemerintah dapat bersikap tegas dalam menangani masalah polemik gerakan Ahmadiyah di Indonesia.

"Pemerintah hendaknya dapat mengambil tindakan tegas, jangan ragu-ragu seperti sekarang, sehingga dapat menimbulkan keresahan dan membuka peluang mengambil jalan sendiri bagi sekelompok orang mengatasinya," kata Din Syamsuddin di Palangka Raya, Kamis (17/2/2011).

Ia mengatakan, pemerintah harus mempunyai keputusan tegas, jangan selalu menunda-nunda dan membiarkan terlalu lama terhadap kasus Ahmadiyah, agar tidak lagi menimbulkan kejadian buruk yang tidak diinginkan.

Pemerintah, katanya, mempunyai wewenang untuk membubarkan Ahmadiyah ataupun memberi pilihan agar membentuk agama baru selain Islam, sehingga pengikut ajaran Ahmadiyah jangan menyantolkan diri dengan Agama Islam.

Dikemukakannya, Muhammadiyah mempunyai sikap dasar sangat tegas pada 1933, mengenai fatwa putusan majelis tarjih, yang menegaskan barang siapa baik perorangan atau kelompok yang menyakini ada nabi baru setelah Nabi Muhammad SAW, maka tergolong kafir, karena ke luar dari lingkaran akidah Islam.

Meskipun demikian, ia tetap mengimbau, terhadap jamaah Ahmadiyah, agar dapat kembali pada ajaran Islam yang standar serta diakui dan diyakini oleh umat Islam sedunia, karena tidak bisa diterima jika bertentangan dengan akidah Islamiyah.

Ia sangat keberatan, jika persoalan Ahmadiyah terlalu lama dibiarkan dan tidak ada kepastian tegas dari pemerintah, bisa menjadikan akidah Islam, diobrak-abrik oleh kelompok orang yang menamakan dirinya Islam.

Akan tetapi ia juga tidak setuju, kalau sampai ada tindak kekerasan terhadap Ahmadiyah, karena alangkah lebih bagus jika dilakukan dakwah, untuk mengajak dan merangkul para jamaahnya kembali pada akidah Islam yang tidak bertentangan.

Terkait wacana adanya penggulingan terhadap presiden, Din Syamsuddin menilai hanya reaksi emosional dari Front Pembela Islam (FPI), karena tersinggung pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kupang belum lama ini yang meminta Kapolri untuk membubarkan organisasi masyarakat (ormas) yang bersifat anarkis.

"Saya melihat sebagai reaksi emosional, karena selama ini citra anarkis sering dialamatkan pada FPI," ujarnya.

Dikatakannya, dalam UUD 1945 pembubaran sebuah ormas tidak boleh dilakukan semena-mena, karena dianggap melanggar konstitusi dan Hak Asasi Manusia (HAM), terutama hak berserikat bagi warga negara.

Untuk itu ia meminta sebaiknya pemerintah dalam hal ini presiden, jangan mudah mengeluarkan perkataan bernuansa tuduhan seperti yang dilakukan, karena substansi yang dimaksud anarkis tidak hanya kekerasan fisik saja, akan tetapi bisa dari kekerasan verbal atau kata-kata.

"Saya mengimbau semua pihak untuk mengendalikan diri dan menghentikan tindak kekerasan atas nama apapun terhadap siapapun," tegasnya. (ant/arrahmah.com)

Raih amal shalih, sebarkan informasi ini...

Agen Mata-mata AS punya peran besar di Mesir

Oleh Althaf pada Jum'at 18 Februari 2011, 02:32 PM
Print 0 Comments

WASHINGTON (Arrahmah.com) - Para pejabat intelijen AS menghadapi pertanyaan-pertanyaan sulit dari anggota parlemen pada Rabu (16/2/2011) mengenai Ikhwanul Muslimin Mesir karena dinilai tidak memiliki informasi yang cukup mengenai pandangan dan tujuan kelompok oposisi tersebut, lansir Dawn pada Kamis (17/2).

Para pejabat intelijen berusaha untuk menjawab pertanyaan mengenai agenda gerakan Islam tersebut, di tengah tudingan parlemen bahwa agen intelejen AS tidak siap dengan kerusuhan di Kairo yang memaksa penguasa kuat Mesir, Hosni Mubarak, untuk mundur pekan lalu.

Direktur Intelijen Nasional, James Clapper, mengatakan pada para senator dalam sidang bahwa kelompok itu tidak berbicara dengan satu suara dan bahwa dia tidak yakin tentang sikap Ikhwanul Muslimin terhadap Iran, perjanjian damai Mesir-Israel, dan penyelundupan senjata ke Gaza.

"Sulit untuk saat ini untuk menunjukkan agenda tertentu dari Ikhwanul Muslimin sebagai sebuah kelompok," katanya.

Dianne Feinstein, ketua komite intelijen, menyuarakan ketidakpuasan dengan jawaban Clapper dan mengatakan badan intelejen yang seharusnya mencari tahu informasi mengenai kelompok tersebut agar bisa mengetahui bagaimana kondisi Mesir saat mengalami kehampaan politik seperti saat ini.

"Dari perspektif intelijen, sangat penting bahwa kita mengetahui di posisi mana Ikhwanul Muslimin dan apa yang cenderung terjadi. Mesir adalah negara kunci di Timur Tengah. Dan saya khawatir tentang itu," katanya.

Clapper mengatakan badan-badan intelijen akan mendukung usaha mereka.

"Ini jelas sesuatu yang akan kita amati. Kita harus meningkatkan pengamatan," katanya.

Badan-badan intelijen AS menjalin hubungan dekat lebih dari tiga dekade dengan rezim Mubarak, upaya besar yang dikhususkan untuk melakukan pelacakan dan menekan Ikhwanul Muslimin, serta gerakan-gerakan Islam lainnya.

Selain itu, anggota parlemen pun meminta agar badan intelejen AS mengawasi Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya dengan sangat hati-hati.

Clapper semakin menguatka keraguan parlemen mengenai kinerja badan-badan intelijen minggu lalu ketika ia menyatakan bahwa Ikhwanul Muslimin "sangat sekuler." Namun pada Rabu, ia segera mengklarifikasi pernyataannya.

"Ikhwanul Muslimin ini jelas tidak sekuler. Apa yang ingin saya sampaikan di sini, adalah bahwa Ikhwanul Muslimin di Mesir berusaha untuk memasuki sistem politik yang telah sekuler," kata dia.

Direktur CIA Leon Panetta mengatakan pada senator bahwa Ikhwanul Muslimin tidak "monolitik" tetapi badan intelijen akan mengikuti dan memantau organisasi tersebut, termasuk "unsur-unsur ekstremis."

Mengutip kerusuhan di Mesir dan Tunisia, Panetta telah mengumumkan gugus tugas yang terdiri dari 35 anggota yang seharusnya untuk meningkatkan pengumpulan informasi intelijen bersama CIA terkait dengan segala hal yang bisa menjadi bahan bakar pergolakan politik. (althaf/arrahmah.com)

Kamis, 17 Februari 2011

Virus Takatsur dan Tanda Hilangnya Rahmat

Selasa, 19 Oktober 2010
ADA orangtua yang tinggal di sebuah pelosok desa sebagai petani dan penjual sate, bekerja keras tak kenal lelah, membanting tulang mencari nafkah. Ketika kembali pulang ke rumah, ia disambut oleh istri dan kedua anaknya dengan senyum yang tersungging di bibir. Maka seketika ia merasakan bahagia, kepenatan yang dirasakan sepanjang hari menjadi hilang dengan cepatnya.
Ada orangtua yang menangis karena gembira demi melihat puteranya dilantik menjadi profesor termuda di salah satu perguruan tinggi terkenal di Jawa Timur. Selesai menerima penghargaan dari almamaternya, bapak tersebut tidak mampu menahan isak tangis di belakang kursi wisuda. Betapa pengorbanan yang selama ini dilakukan untuk keberhasilan anaknya tidaklah sia-sia. Ia melupakan penderitaan selama bertahun-tahun demi masa depan buah hatinya. Itulah 1/100 rahmat yang dikaruniakan oleh Allah kepada sang bapak. Rela berkorban tanpa mengharapkan imbalan sedikitpun, yang penting anaknya sukses.
Ada pula cerita. Serombongan gajah mencari lokasi lain untuk mempertahankan kehidupan. Diantara mereka, salah satu induk gajah melahirkan anaknya dengan kaki cacat sebelah. Sementara gajah yang lain terus melaju, seolah-olah tak peduli dengan penderitaan kawannya. Gajah itu sendirian dikerumuni binatang buas yang siap menerkam bayi gajah. Ia akhirnya meninggalkan anak yang baru saja dilahirkan, untuk menghindari ancaman binatang buas. Baru beberapa langkah menyusul rombongan, namun hatinya tidak tega membiarkan anaknya sendirian. Ia kembali mengelus-elus anaknya di tengah-tengah bahaya. Sehingga bisa berjalan dan diajak menyusul rombongannya. Induk gajah itu berani menghadapi ancaman, karena instingkasih sayang terhadap anaknya.
***
Jika kita mencermati kehidupan bangsa kita sekarang, seringkali melihat manusia itu tidak konsisten dalam memelihara rahmat yang diberikan oleh Allah kepadanya, berbeda jauh dengan hewan. Informasi anarki, kekerasan politik, pembunuhan, pemerkosaan, persaingan yang tidak sehat antar kelompok, pertentangan antar etnis dan elit politik serta berbagai kriminalitas lainnya menghiasi media cetak dan elektronik setiap hari.
Barangkali kita tidak heran bahwasanya akhir-akhir ini mendengar orangtua memperkosa anak tirinya, suami yang tega mencari wanita idaman lain di tempat kerjanya pada saat yang bersamaan keluarganya sedang menunggu kehadirannya di rumah dengan harap-harap cemas. Seorang istri tega berbuat serong bersama pria idaman lain yang kebetulan sebagai atasannya. Seorang wanita tega membuang anaknya yang baru saja dilahirkan. Karena hasil hubungan gelap dengan laki-laki lain.
Dimanakah gerangan 1/100 rahmat yang diturunkan Tuhan kepadanya? Apakah sifat itu sudah dicabut oleh-Nya?
Ada ribuan pertanyaan. Persis dengan berbagai masalah, gejolak dan problem bangsa kita. Mengapa bangsa Indonesia yang dikenal murah senyum, pemaaf, sopan, rukun agawe santoso, tepo sliro, paternalistik, tahan menderita, tiba-tiba menjadi bringas dan kejam?
Efek Virus Takatsur
Dr. Yusuf Ali dalam tafsir “The Holy Qur’an”, mengatakan, bahwasanya penyebab hilangnya sifat rahmat pada diri manusia karena telah dihinggapi penyakit ruhani (mental) bernama takatsur (usaha menumpuk-numpuk harta, mengejar jabatan, memperbanyak pengaruh, massa dll).
Menurut Imam Al Ghozali jika virus ruhani tersebut hinggap pada diri seseorang, maka akan melahirkan beberapa penyakit jiwa. Di bawah ini adalah tanda-tanda dari penyakit itu.
Serakah
Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?". Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia.” (QS. Thoha (20) : 120-121 ).
Pohon itu dinamakan Syajaratulkhuldi (pohon kekekalan), karena menurut syaitan, orang yang memakan buahnya akan kekal, tidak akan mati. Pohon ini dilarang Allah bagi yang mendekatinya. Ada yang menamakan pohon khuldi sebagaimana tersebut dalam surat Thaha ayat 120, tapi itu adalah nama yang diberikan syaitan.
Apa yang dilakukan Adam dan Hawa itu adalah sebuah tindakan serakah dan durhaka. Karena lupa, ia telah melanggar larangan Allah. Ia juga telah tersesat mengikuti apa yang dibisikkan syaitan. Kesalahan Adam a.s. meskipun tidak begitu besar menurut ukuran manusia biasa sudah dinamai durhaka dan sesat.
Dengki (Hasud)
Dengki adalah rojaa-u zawaali ni’mati al-ghoir (senantiasa berharap hilangnya nikmat pada diri orang lain). Dalam sejarah kehidupan manusia sifat buruk inilah yang menjadi penyebab pembunuhan pertama kali di dunia. Dilakukan putra seorang Nabi yang bernama Qobil dan Habil. Habil meninggal di tangan kakak kandungnya hanya karena persoalan wanita. Wajar jika Rasulullah mengingatkan kepada kita bahwa sifat hasud tidak sekedar mencukur rambut bahkan mencukur sendi-sendi agama. Beliau juga mengingatkan:
“ Jauhilah oleh kalian sifat dengki, karena sesungguhnya dengki akan membakar seluruh kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.“ (al Hadist). Ummat ini akan menjadi baik selama tidak berkembang sifat dengki.
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang Sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia Berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa." (QS. Al Maidah (5) : 27).
Takabur (Sombong)
Menurut Imam Al Ghozali puncak keruntuhan kepercayaan adalah syirik (menyekutukan Allah) dan puncak kerusakan akhlak adalah takabur. Takabur adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain (bathrul haq wa ghomthun Nas). Sifat warisan iblis inilah yang menjadikan anak manusia tidak pandai melihat kekurangan dirinya sendiri (intropeksi), tetapi lebih senang melihat kekurangan orang lain. Semua orang memiliki kans untuk bersikap sombong dalam profesi apapun.
Pernah suatu kali, ada peristiwa pertentangan antara pemulung di Surabaya. Awalnya hanya sebatas pertarungan mulut, kemudian berkembang menjadi adu fiisik. Salah seorang lawannya ada yang mengancam, “Kamu harus berani mengambil resiko akibat peristiwa yang memalukan ini, tidakkah kamu mengetahui bahwa sayalah yang merintis profesi sebagai pemulung di sini?.
Betapa jelas, bahwa pekerjaan sebagai pemulung saja bisa membanggakan asal usul dan rasa sombong. Apalagi pekerjaan yang lebih bergengsi dari itu.
“Dan (Ingatlah) ketika kami Berkata kepada malaikat : "Sujudlah kamu kepada Adam", Maka mereka sujud kecuali iblis. ia membangkang. “(QS. Thoha (20) : 116).
Allah sangat membenci kesombongan. Karena pada dasarnya manusia itu tempat salah dan lupa (al insanu mahalil khothoi wa an nisyan). Sekalipun manusia memiliki potensi yang baik tetapi dibatasi oleh berbagai kekurangan. Kesempurnaan hanyalah milik Allah. Allah tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga seorang yang dalam dirinya masih tersimpan sifat sombong sekalipun sedikit.
Dendam
Sifat ini sangat berbahaya baik secara individu maupun kelompok/kehidupan sosial. Karena sifat ini akan mendorong seseorang untuk menjatuhkan orang lain yang berbeda dengannya. Ia ingin melihat orang yang menjadi lawan politiknya celaka. Ia akan berusaha agar tidak ada orang lain yang menyainginya, baik dalam aspek jabatan, kekayaan, pengaruh, ilmu dll. Ia gembira jika melihat orang lain bernasib buruk, jatuh agar posisinya tetap eksis dan diakui orang lain. Rasulullah mengingatkan kepada kita agar senantiasa waspada terhadap penyakit jiwa ini. Sebab penyakit ini akan mudah merusak pergaulan hidup. Sabda beliau: “Sekuat apapun seseorang, sebuah perkumpulan, sebuah negara akan hancur, jika dendam ini menjalar. “
Jika kita mencermati carut marutnya kehidupan manusia dari masa ke masa pokok pangkalnya adalah efek ketiga penyakit jiwa tersebut. Yaitu: serakah, dengki, sombong dan dendam. Usaha yang terpenting dalam mengatasi gejolak sosial lanjut beliau, masing-masing individu dari anak bangsa ini mengembangkan tiga sifat berikut : Pertama, maafkanlah orang yang pernah berbuat zalim kepadamu (wa’fu man zhalamaka). Kedua, berilah kepada orang yang pernah menghalangi pemberian kepadamu (wa’thi man haromaka). Ketiga, sambunglah orang yang pernah memutuskan hubungan kepadamu (wa shil man qotho’aka).
Jika sikap senantiasa memberi kepada siapa saja, apapun bentuknya pemberian itu, baik berupa materi dan immateri, menjalin silaturahim dan menyebarkan pintu maaf maka rahmat Allah akan senantiasa meliputi kehidupan mereka.
Resep Memelihara Titipan Rahmat
Dalam al-Quran Surat At-Takastur Allah SWT memberikan resep yang sangat jitu untuk merawat titipan rahmat dari-Nya.
Pertama, ziarah Kubur
Dengan ziarah kubur (rekreasi rohani) seseorang diingatkan tentang hakikat kesementaraan kehidupan. Apa saja yang menjadi kebanggaan kita di dunia, kekuasaan, harta, wanita, pengaruh, ilmu akan berakhir. Saudara yang menjadi kepercayaan kita bisa saja akan berkhianat. Sahabat karib yang kemarin menjadi mitra bergaul dan dialog ternyata menjadi seonggok mayat yang dibungkus kain kafan.
KH. A. Gimnastyar pernah mengingatkan dalam kuliah shubuhnya di RCTI, presiden Amerika lalu George W. Bush yang memimpin perang terhadap teroris, dan diindentikkan dengan kaum muslimin. Beliau mengatakan : Wahai presiden jangan berlagak sombong, apakah anda tidak menyadari bahwa kekuasaan yang sedang anda pegang tidak kuasa menolak kematian anda.
Rasulullah Saw. bersabda: “Aku pernah melarang kalian ziarah kubur, sekarang berziaralah karena ia mengingatkanmu tentang kehidupan akhirat.” (Al Hadits)
Kedua, mempelajari Ilmu Fardhu ‘Ain (Syariat)
Berbicara syariat kita jangan salah dalam memahaminya. Dalam islam syariat adalah ketentuan dari Allah dan Rasul-Nya untuk kita. Didalamnya terkandung ibadah, aqidah dan akhlaq. Jadi tidak ada dichotomi antara syariat dan hakikat sebagaimana yang dipahami oleh kaum sufi.
Dengan ilmu syariat disamping mencerdaskan pikiran kita, sekaligus menata batin kita. Kecerdasan ruhaniah menghantarkan seseorang terampil dalam menarik hikmah di balik peristiwa kehidupan. Sehingga dia mampu bersikap arif dan bijaksana. Ahli hikmah mengatakan : Dunia adalah ladangnya ilmu (Ad Dunya Mazro’atul ilmi). Rangkaian kejadian dan fluktuasinya yang melibatkan kepentingan individu, kolektif akan menjadi bahan renungan, ilmu dan pengalaman. Pengalaman adalah guru yang terbaik.
Jika ketiga resep yang diberikan oleh al-Qur’an diatas kita laksanakan dengan baik, insya Allah gejala anarki, pembunuhan, pertentangan antar elite dan berbagai gejolak sosial yang lain akan segera berakhir. Insya Allah.
“Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), Dan janganlah begitu, kelak kamu akan Mengetahui, Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.” (QS. At-Takatsur (102) : 3-5).
Ketiga, meningkatkan Rasa Tanggungjawab
Apapun yang dilakukan seseorang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah, kelak di kemudian hari. Apakah masa muda yang dimiliki dimanfaatkan untuk pengabdian, untuk apakah umur yang telah dihabiskan, ilmu yang dimilikinya sudahkah disumbangkan kepada yang memerlukan, harta yang dinikmati dari mana diperolehnya dan apakah telah diinfakkan. Semua pertanyaan-pertanyaan tersebut akan kita jawab di akhirat kelak. Sudahkah kita mempersiapkan diri untuk menjawab berbagai pertanyaan diatas dengan jujur dan tanggung jawab?
“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS. At-Takatsur (102) : 8).
Kata Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin: Perbuatan ma’siat lahir yang harus dijauhi, yaitu yang dilakukan oleh anggota badan, mulut, kedua tangan, kedua kaki, kedua mata, kedua telinga.
Semua anggota badan (yang merupakan karunia Allah SWT secara gratis) akan dipertanggung jawabkan di hadapan-Nya kelak.
Tujuh macam kejahatan yang dilakukan oleh tujuh anggota badan itu adalah :
· Mata,

· Telinga,

· Lidah,

· Perut,

· Kemaluan,

· Tangan

· Dan kaki

Konon, karena itulah Allah SWT menjadikan tujuh macam neraka. Untuk tempat penyiksaan mereka yang melakukan kejahatan dengan salah satu anggota tubuh tersebut. Agar anggota tubuh sebagai media untuk menggapai kebahagiaan kehidupan dunia dan menyelamatkan kita di akhirat, maka harus disyukuri dengan cara digunakan untuk menyenangkan Yang Maha Memberikan.
Mata digunakan untuk melihat yang baik dan indah, jangan melihat yang haram. Telinga dipakai untuk mendengar bacaan al-Quran dan As-Sunnah, tidak untuk mendengarkan yang tercela, seperti ghibah, mengumpat dan menimbulkan fitnah, lidah untuk berzikir dan amar ma’ruf nahi mungkar, tidak untuk menghasut, berdusta yang mengantarkan kepada kehancuran. Menjaga perut dengan diisi makanan halal, kemaluan (faraj) disterilkan dari zina, tangan dijauhkan dari membunuh, memukul, mencuri, memegang sesuatu yang haram, kaki hanya digunakan untuk mengerjakan ibadat. Tidak dibawa menuju ke tempat ma’siat. Demikianlah pendidikan akhlak versi Al-Ghazali.
Karena pada dasarnya anggota tubuh dijadikan oleh Allah SWT sebagai nikmat dan amanat. Mengelola nikmat dan amanat dengan di salah gunakan, merupakan kejahatan yang terbesar. Manusia harus menggunakan dan mengambil manfaat anggota tubuh untuk patuh kepada Allah SWT

Perbaikilah Syahadat Anda!

Senin, 27 September 2010

IBARAT sebuah bangunan, syahadat adalah pondasi. Bangunan tanpa pondasi akan mudah roboh oleh serangan badai. Musim hujan tidak bisa dijadikan tempat berteduh. Dan pada musim kemarau tidak bisa dijadikan untuk melindungi diri dari sengatan sinar matahari. Keislaman seseorang tanpa pondasi iman yang kokoh tidak mampu mengubah pola pikir dan sikap mental seseorang. Syahadat akan menjadikan aktivitas keislaman kita melahirkan ruhul jihad.

Tuntutan syahadat adalah amanah yang berat dipikul secara fisik dan rohani. Musa ketika bertanya kepada Allah tentang syahadat, Allah menjawab bahwa seandainya syahadat dalam satu timbangan dan langit, bumi dan seisinya ditambah tujuh langit pada timbangan yang lain, maka tidak akan cukup menyamai beratnya timbangan Kalimah Tauhid itu.

Syahadat identik dengan sebuah komitmen, persaksian, baiat, dan janji setia. Syahadat adalah refleksi dan aktualisasi iman. Bukan sebatas SK, MoU. Dengan mengucapkan kalimat syahadat berarti seseorang telah mengikat janji dengan Allah, bersumpah, dan hanya siap secara lahir dan batin untuk diatur oleh syariat-Nya.

Ada beberapa implikasi jika seorang telah mengucapkan syahadat. Diantaranya adalah;

* . Syahadat juga sebagai bukti pengakuan terhadap keesaan Allah saja.
* · Mengakui Allah Sebagai Pencipta ( QS, Al Anam : 102, QS. Al Mukmin : 43).
* · Tidak ada pemberi rezeki selain Allah ( QS. Hud : 6, QS. Fathir : 3).
* · Merasa tidak ada yang memberi manfaat dan madharat selain Allah (QS. Al Anam : 17, QS. Al Maidah : 76, QS. Yunus : 107).
* · Tidak ada yang mengatur alam semesta selain Allah (QS. As Sajdah : 5). Tidak ada yang menjadi pelindung selain Allah (QS. Al Baqoroh : 257, QS. Al Maidah : 55).
* · Tidak ada yang berhak menentukan hukum selain Allah (QS. Al Anam : 57,114, QS. Yusuf : 40).
* · Tidak ada yang berhak memerintah dan melarang selain Allah (QS.Al Araf : 54).
* · Tidak ada yang berhak menentukan undang-undang selain Allah (QS. Asy Syura : 21).
* · Tidak ada yang berhak ditaati selain Allah (QS. Ali Imran : 32, 132). Semuanya itu tersimpul, tidak ada yang berhak disembah puja (diibadahi) selain Allah (QS. Thoha : 14).
* · Janji setia ini harus didahulukan dengan ikhlas, ilmu, yakin, benar dan dengan penuh mahabbah sebelum terikat dengan janji-janji yang lain.

“Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian dari dulu. Dan (begitu pula) dalam (al Quran) ini supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu menjadi saksi atas segenap manusia.” (QS. Al Hajj (22) : 78).

Karena sebuah perjanjian kepada Allah, maka ia harus dinomorsatukan. Sebab tiada yang paling penting dalam kehidupan ini selain Allah. Perjanjian kepada Allah kita junjung tinggi; yang pertama dan yang terakhir. Allah adalah penentu kehidupan ini. Dialah yang menguasai ubun-ubun kita. Sekalipun besar pengaruh kekuasaan, kekayaan, kepandaian seseorang tidak akan mampu menolak fenomena penciptaan dari-Nya. Siapa yang bisa menolak proses kejadian manusia, dimulai pada masa menjadi janin, masa kanak-kanak, masa muda, masa dewasa, masa tua (beruban), datangnya musibah dan kematian? Allah tempat bergantung semua makhluk di dunia ini.

Tuhan kata Dr. Imaduddin Abdul Rahim (alm) adalah sesuatu yang mendominasi kita sedemikian rupa, dan kita siap dihegemoni oleh sesuatu itu. Jika kekuasaan, harta, wanita mendominasi diri kita sehingga kita rela berkorban apa saja yang kita miliki selama 24 jam untuk meraihnya dan melupakan yang lain, berarti ketiganya adalah Tuhan kita.

Semua bentuk perjanjian yang lain harus diklarifikasi terlebih dahulu. Boleh kita berjanji dengan isteri kita, tetapi janji itu sifatnya relatif, bersyarat, yaitu dalam kerangka penegakan syariat Islam di lingkungan keluarga. Sehingga pernikahan antara dua anak Adam akan menambah kekuatan, kejayaan Islam dan kaum muslimin. Jika ikatan kekeluargaan antara suami isteri hanya memenuhi kebutuhan biologis semata, apalagi dalam prosesi pelaksanaannya tidak mengindahkan nilai-nilai Islam, maka ikatan demikian adalah haram hukumnya.

Rasulullah Saw. Bersabda: “Tidak ada seorang pun yang mentaati apa-apa yang diinginkan oleh (hawa nafsu) seorang istri, melainkan pasti Allah akan membenamkan ke dalam neraka.”

Demikian pula dalam kerjasama bisnis, jangan sampai bersebrangan dengan janji dengan Allah. Kita dituntut teliti apakah ada pasal-pasal tertentu yang menyalahi syariat? Jika perjanjian tersebut menguntungkan Islam, tidak menjadi masalah. Tetapi jika melecehkan harga diri kaum muslimin, maka harus dibatalkan sekalipun menjanjikan keuntungan milyaran rupiah.

Dalam bidang politik kita tidak dilarang untuk membangun koalisi, aliansi, kaukus politik dengan aliran, organisasi, intitusi, kelompok, perkumpulan apa saja dengan syarat mengikuti aturan main yang islami. Menjunjung tinggi nilai keadilan, persatuan, supremasi hukum, dan nilai-nilai moral sebagai panglima. Kita dilarang untuk mengadakan konspirasi jahat. Bekerjasama dalam kebatilan dan kerendahan akhlak.

“Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya.” (QS. Al Maidah (5) : 2).

Ibnu Jarir mengomentari ayat ini ‘ al Istmu’ artinya meninggalkan apa yang diperintahkan untuk dilaksanakan, dan kalimat ‘al ‘Udwan’ artinya melampau batas terhadap ketentuan Allah dalam agamamu dan melangkahi apa yang difardhukan atas dirimu dan selainmu (Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir I, hal. 478).

Berkaitan dengan ayat ini, Rasulullah Saw. bersabda : “Tolonglah saudaramu yang berbuat zhalim dan yang dizhalimi, dikatakan: Ya Rasulullah, ini saya menolongnya yang terzhalimi, bagaimana saya menolongnya jika ia berbuat zhalim? Ia menjawab: engkau cegah dan halangi dari perbuatan zhalim, maka itulah menolongnya.” (HR. Bukhari dan Ahmad dari Anas bin Malik).

Berkata Ahmad dari Yahya bin Witsab - ada seorang lelaki dari sahabat Nabi saw- berkata: seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar atas gangguan, mereka lebih besar pahalanya dari orang yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar atas gangguan mereka.

Dengan syahadat sesungguhnya kita tidak memiliki hak apapun terhadap diri kita. Semuanya telah kita jual dan kita wakafkan kepada Allah. Maka jika kita ingin membangun sebuah ikatan, apapun bentuknya dan dengan pihak manapun, dengan syarat tidak menodai komitmen keislaman, syahadat kita. Harus izin kepada pemilik diri kita, Allah SWT.

“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al Anam (6) : 162).

Janji yang kita ulang-ulang lebih dari 17 kali di atas tidak boleh kita khianati. Kita dituntut konsisten, komitmen dan konsekuen terhadap janji yang telah kita ikrarkan. Jika janji kepada Allah saja berani kita dilanggar, apalagi janji yang kita ucapkan kepada makhluk-Nya?

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al Anfal (8) : 27).

Ketika bersyahadat maka pada saat itu kita harus bangga sebagai muslim. Identitas sebagai muslim harus melekat pada diri kita di mana saja dan kapan saja. Islam adalah darah daging kita. Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang muslim (QS. Ali Imaran (3) : 64).

Syahadat kita nyatakan sejak awal keislaman kita dan kita pertahankan sampai akhir hayat kita. Inilah yang dinamakan istiqomah. Istiqomah berarti tegak lurus pada garis yang ditetapkan oleh Allah. Ibarat kereta api, istiqomah adalah melewati rel yang ada, bergesar sedikit akan fatal akibatnya.

“Inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan kepadamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al Anam (6) : 153).

Dari Ibnu Masud berkata (mengomentari ayat di atas): Pada suatu hari Rasulullah saw membuat garis untuk kita, kemudian bersabda: ini jalan Allah, kemudian membuat garis dari arah kanan dan kirinya kemudian bersabda: inilah jalan-jalan, setiap jalan darinya ada syetan yang mengajak menuju ke arah jalan itu kemudian beliau membaca ayat sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus maka ikutilah jalan itu (shafwatut Tafasir I, hal. 429).

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil persaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (QS. Al A’raf (7) : 172).

Firman Allah Swt diatas menerangkan bahwa janji setia, syahadat, baiat untuk loyal kepada Allah, sesungguhnya telah diikrarkan oleh semua calon manusia kepada Allah sejak di alam rahim. Jawaban terhadap tawaran Allah begitu mantap, karena pada saat itu keindahan, kekuasaan Allah tidak tertandingi oleh yang lain. Bertuhan inheren dengan fitrah manusia (sesuatu yang melekat pada dirinya sejak lahir).

Dengan demikian, komitmen bersyahadat harus kita introdusir secara terus-menerus, agar kesadaran hanya Allah yang dijadikan tumpuhan harapan dalam kehidupan ini tidak luntur. Perbaharuilah syahadatmu dengan (mengucapkan) Laa ilaaha illallah kembali jika persaksianmu dengan Allah jika dinilai mulai melenceng!

Hidup Mulia, Matilah dengan Mulia!

Selasa, 02 November 2010
Namanya William James Sidis. Saat usia belum genap 2 tahun, Sidis sudah menjadikan New York Times sebagai teman sarapan paginya. Sidis sudah menulis beberapa buku sebelum berusia beranjak 8 tahun, Diantara bukunya tentang anatomy dan astronomy. Diusia 11 tahun, ia diterima di Universitas Harvard sebagai murid termuda. Universitas Harvard terpesona dengan kejeniusannya saat ia memberikan ceramah tentang “Jasad Empat Dimensi” di depan para professor matematika. Hebatnya, Sidis mengerti 200 jenis bahasa di dunia dan bisa menerjamahkannya dengan amat cepat dan mudah.

Keberhasilan William Sidis tak lain berkat keberhasilan sang Ayah, Boris Sidis yang juga seorang Psikolog handal berdarah Yahudi. Tapi, mendadak ia menghilang dan ditemukan lagi oleh wartawan dalam kondisi menggenaskan. Sidis meninggal diusia muda, 46 tahun. Sebelum meninggal, ia mengakui kehidupannya tidaklah bahagia. Popularitas dan kehebatannya pada bidang matematika justru membuatnya tersiksa.
Dalam kehidupan sosial, Sidis juga mengaku hanya sedikit memiliki teman. Ia juga sering diasingkan oleh rekan sekampus, tak pernah memiliki seorang pacar ataupun istri. Bahkan Gelar sarjananya tidak pernah selesai, ditinggal begitu saja. Ia pergi dari rumah dan justru lebih memilih menjadi pemulung. Kejayaan masa kecilnya hanya diakui sebagai adalah proyeksi sang ayah. Ia menyadarinya bahwa hidupnya adalah hasil pemolaan orang lain.
***
Pengalaman Sidis dan ayahnya, bisa jadi pelajaran berharga. Islam tak pernah menafikkan gemerlap dunia namun tak menjadikannya sebagai tujuan utama.
Dalam Islam, tujuan puncak seorang Muslim dalam segala bentuk pengabdian, pengorbanan, hidup dan kematiannya, adalah mencari ridho Allah SWT dan memasuki surga-Nya. Seorang Muslim ingin hidup dalam keadaan mulia (memiliki citra yang baik) dan meninggalpun juga dalam keadaan syahid (mengakhiri kehidupan dalam husnul khatimah). Berbeda dengan orang kafir di mana tujuan kehidupannya hanya untuk memenuhi syahwatul bathn (syahwat perut) dan syahwatul farj (syahwat kemaluan). Maka, ia mencari sesuatu yang membuat pemburunya kecewa.

“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya (Orang-orang kafir, karena amal-amal mereka tidak didasarkan atas iman, tidaklah mendapatkan balasan dari Tuhan di akhirat walaupun di dunia mereka mengira akan mendapatkan balasan atas amalan mereka itu.).” (QS. An Nur (24) : 39).
Jadi, program utama kehidupan orang yang jauh dari Allah SWT hanya makan, minum dan kawin. Posisinya lebih rendah dari binatang. Sebab, manusia itu memiliki kelebihan dengan diberikannya akal dan kemampuan menjangkau metapisik (ghaib), tetapi melakukan perbuatan seperti makhluk yang tidak berakal
Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka Makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka. (QS. Muhammad (47) : 12).
Efeknya, panca indranya mengalami disfungsi dalam berinteraksi dengan ayat-ayat-Nya
“Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al A’raf (7) : 179).
Kiat Jitu Meraih Ridho-Nya
Banyak orang memburu dunia, seolah-olah itu kehidupan paling kekal. Pagi bekerja sampe malam. Pulang hanya makan dan tidur, esoknya harus kembali bekerja. Bahkan ia jarang bertemu anak dan istri sendiri untuk sekedar bersapa atau ngobrol berlama-lama. Baginya, hidup hanya uang, uang dan uang.
Tak sedikit orangtua menginkan anak-anak mereka sebagaimana keinginan dia, sampai ia tak dimanusiakan lagi. Anak-anak mereka laksana robot dan mesin.
Pagi sekolah, sore sudah menunggu antri pelajaran les. Ada les Inggris, piano, lukis, sempoa dll. Bahkan hari libur pun, anak-anak mereka sudah menerima jadwal dari para orangtua mereka. Kehidupan anak-anak yang indah sudah hilang. Ia telah menjadi “robot” orangtuanya sendiri. Memang banyak kita saksikan anak-anak intelek dan cerdas hari ini. Tapi jarang kita temukan anak-anak yang “kecerdasan hati” dan “kelembutan budi”. Inilah yang kita saksikan hari ini.
Agar seorang Muslim tidak terjebak pada tujuan memburu kenikmatan sesaat, sebentar, sebagaimana yang diderita oleh kaum yang tidak beragama, tetapi menggunakan karunia-Nya secara maksimal untuk mencapai kenikmatan yang bersifat permanen (akhirat), maka berikut adalah beberapa resepnya.
1. Selalu mendekat kepada-Nya dengan melakukan ibadah mahdhah secara istiqamah. Kecintaan itu akan diperoleh dengan diawali kedekatan, keeratan, keakraban hubungan. Witing trisno jalaran kulino (Bhs Jawa), (munculnya kecintaan itu karena sering bertatap muka)

“Dan apabila hamba-hamba-KU bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-KU, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) KU dan hendaklah mereka beriman kepada-KU, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah (2) : 185).

“Allah lebih berbahagia dengan taubat (kembalinya) hamba-Nya daripada seseorang di tempat sepi dan rawan bahaya dengan hewan kendaraan yang memuat makanan dan minumannya, kemudian ia tidur. Ketika ia bangun, hewan kendaraannya hilang. Ia pun mencarinya hingga ia kehausan. Ia berkata, Aku akan kembali ke tempatku semula, hingga aku mati. Kemudian ia letakkan kepalanya di atas lengannya untuk mati. Kemudian ia letakkan kepalanya di atas lengannya untuk mati. Ketika ia bangun, ternyata hewan kendaraannya ada di sisinya lengkap dengan makanan dan minumannya. Jadi Allah lebih berbahagia dengan taubat (kembalinya) hamba yang Mukmin daripada (kebahagiaan) orang tersebut dengan (kembalinya) hewan kendaraan dan bekalnya.” (Muttafaq Alaih)

Kecintaan itu diperoleh dari-Nya dengan menjalankan ibadah nawafil (tambahan, sunnah). Pengaruh dari ibadah tersebut, seakan-akan kegiatan kehidupan kita merupakan jelmaan dari kehendak-Nya. Sehingga mendatangkan barakah (tambahan kebaikan).

“Allah ‘azza wa jalla berfirman (dalam hadits qudsi) : Aku dalam sangkaan hamba-KU, dan Aku akan selalu bersamanya ketika ia mengingat-KU. Kemudian apabila ia ingat AKU dalam dirinya, AKU pun mengingatnya dalam diri-KU, dan jika ia ingat kepada-KU dalam satu kaum, maka AKU akan mengingatnya dalam kaum yang lebih banyak dari pada kaum itu. Jika ia mendekat kepada-KU sejengkal, AKU akan mendekatinya sehasta. Jika ia mendekat KU satu hasta, AKU akan mendekatinya sedepa. Dan jika ia datang kepada-KU dengan berjalan kaki, aku akan datang kepadanya dengan lari-lari kecil.” (HR. Bukhari dan Muslim).

2. Simpati, membela dan mencintai para kekasih-Nya. Merekalah yang keberadaannya ditolong, dilindungi dan dibela oleh-Nya

“Dari Abu Hurairah r.a. berkata : Rasulullah Saw bersabda : Bahwa Allah Swt berfirman : Barangsiapa memusuhi wali-KU, maka KU-izinkan ia diperangi. Tidaklah hamba-KU mendekatkan diri kepada-KU dengan suatu amal lebih KU-sukai daripada jika ia mengerjakan amal yang KU-wajibkan kepadanya. Hamba-KU selalu mendekatkan diri kepada-KU dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, Aku menjadi pendengaran yang ia mendengar dengannya, menjadi penglihatan yang ia melihat dengannya, sebagai tangan yang ia memukul dengannya, sebagai kaki yang ia berjalan dengannya. Jika ia meminta kepada-KU pasti KU-beri dan jika ia minta perlindungan kepada- pasti KU-lindungi.” (HR. Imam Bukhari).


3. Mengikuti ajaran Rasulullah SAW (ittiba’) sebagai bukti kecintaan kepadanya

“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran (3) : 31).


4. Berperang di jalan-Nya dengan shaf yang rapi

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS. Ash Shaff (61) : 4).

5. Selalu membaca al-Quran, menjaga lisan, memberi makan orang yang lapar, puasa di bulan Ramadhan.

“Surga merindukan kehadiran empat orang : Pembaca Al Quran, yang selalu menjaga mulut, memberi makan orang yang lapar, puasa di bulan Ramadhan.” (al Hadits).


6. Selalu berbuat baik


“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui.” (QS. Ali Imran (3) : 133-135).

7. Mencintai orang lain karena Allah SWT

“Tidak sempurna keimanan seseorang sehingga ia mencintai saudaranya melebihi dari kecintaannya kepada dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

8. Suka menolong sesama

“Dari Abu Hurairah ra. Nabi SAW bersabda, Barangsiapa melepaskan seorang mukmin dari penderitaan-penderitaan dunia, niscaya Allah akan melepaskan darinya penderitaan-penderitaan hari kiamat, barangsiapa memudahkan urusan yang sulit niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup aib seorang Muslim maka Allah akan menutup aibnya di akhirat. Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR. Muslim).

9. Membela kaum tertindas

“Ketika Musa as miqat (bertemu Allah SWT untuk menerima wahyu) bertanya kepada Allah SWT, Ya Allah, dimanakah aku mencari-MU. Allah SWT menjawab, carilah Aku di tengah-tengah orang yang hatinya terluka.” (al Hadits).

10. Ikhlas dalam beramal

“Barangsiapa yang meninggalkan dunia dalam keadaan ikhlas hanya kepada Allah SWT, tidak menyekutukan-Nya, menegakkan shalat, menunaikan zakat, ia wafat, sedangkan Allah Ridha kepadanya.” (HR. Ibnu Majah).

11.Suka memberi

“Orang yang dermawan itu dekat dengan Allah SWT.” (al Hadits)

“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga),Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup[*], Serta mendustakan pahala terbaik, Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.”(QS. Al Lail (92) : 5-10)
Yang dimaksud dengan merasa dirinya cukup ialah tidak memerlukan lagi pertolongan Allah dan tidak bertakwa kepada-Nya.


12. Menyadari kelemahan diri

“Orang yang menyesali diri dari dosa itu menunggu datangnya rahmat, sedangkan orang yang ujub itu menunggu kemurkaan-Nya.” (al Hadits)

13. Bertaubat dengan tulus ikhlas

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At Tahrim (66) : 8).

14. Melaksanakan hak-hak ukhuwwah paling rendah, yakni : salamatush shadri (hatinya selamat dari dengki, sombong, serakah dan dendam) dari sesama Muslim

15. Memenuhi hak-hak ukhuwwah Islamiyah paling tinggi, yaitu al iitsar (mengutamakan orang lain lebih dari dirinya)

Semoga kita termasuk diantara orang yang bisa ‘hidup dalam keadaan mulia, dan mati dalam keadaan mulia[Kudus, November 2010/Hidayatullah.com]

Menjadi Muslim yang Berpendirian

Kamis, 17 Februari 2011

Oleh: Shalih Hasyim

MUHAMMAD Qutub dalam salah karya spektakulernya “Manhajut Tarbiyah Al-Islamiyyah Nadhariyyah wa Tathbiqan” mengatakan, tiga komponen yang amat menentukan keberhasilan sebuah pendidikan. Yaitu input, proses dan out-put. Jika salah satu unsur dari ketiganya kurang ideal, maka mustahil melahirkan out-put yang diharapkan pula.

Karenanya, bagi seorang Muslim, iman harusnya menjadi input penting agar bisa melahirkan sikap dan kepribadian yang baik.

Iman adalah sumber energi jiwa yang senantiasa memberikan kekuatan yang tidak ada habis-habisnya untuk bergerak memberi, menyemai kebaikan, kebenaran dan keindahan dalam taman kehidupan, atau bergerak mencegah kejahatan, kebatilan dan kerusakan di permukaan bumi.

Iman juga merupakan gelora yang mengalirkan inspirasi kepada akal pikiran, yang kelak melahirkan bashirah (mata hati). Sebuah pandangan yang dilandasi oleh kesempurnaan ilmu dan keutuhan keyakinan.

Iman juga sebuah cahaya yang menerangi dan melapangkan jiwa kita, yang kelak melahirkan taqwa. Sikap mental tawadhu (rendah hati), wara’ (membatasi konsumsi dari yang halal), qona’ah (puas dengan karunia Allah), yaqin (kepercayaan yang penuh atas kehidupan abadi). Iman adalah bekal yang menjalar di seluruh bagian tubuh kita, maka lahirlah harakah. Sebuah gerakan yang terpimpin untuk memenangkan kebenaran atas kebatilan, keadilan atas kezaliman, kekauatan jiwa atas kelemahan. Iman menentramkan perasaan, mempertajam emosi, menguatkan tekat dan menggerakkan raga.

Intinya, iman mengubah individu menjadi baik. Ia mampu mengubah yang kaya menjadi dermawan, dan miskin menjadi ‘iffah (menjaga kehormatan dan harga diri). Ia juga bisa membuat yang berkuasa menjadi adil, dan yang kuat menjadi penyayang, yang pintar menjadi rendah hati, dan yang bodoh menjadi pembelajar. Itulah iman.

Syeikh Muhammad al-Ghazali berkata dalam bukunya “Khuluqul Muslim” mengatakan, “Apabila iman telah menyatu jiwa, hanya Allah yang paling berkuasa, segala yang maujud ini hanya makhluq belaka (mumkinul wujud). Keyakinan yang kuat dan tumbuh berkembang dengan subur, laksana mata air yang tidak pernah kering sumbernya, yang memberikan dorongan kepada pemiliknya semangat pengabdian, ibadat secara terus-menerus, mampu memikul tanggngjawab dan menanggulangi kesulitan dan bahaya yang dihadapinya. Pengabdian itu dilakukan tak mengenal lelah sampai menemui ajal tanpa ada rasa takut dan cemas.”

Prinsip Hidup

Orang mukmin adalah sosok manusia yang memiliki prinsip hidup yang dipeganginya dengan erat. Ia berkerja sama dengan siapapun dalam kebaikan dan ketakwaan. Jika lingkungan sosialnya mengajak kepada kemungkaran, ia mengambil jalan sendiri.

“Janganlah ada di antara kamu menjadi orang yang tidak mempunyai pendirian, ia berkata : Saya ikut bersama-sama orang, kalau orang-orang berbuat baik, saya juga berbuat baik, dan kalau orang-orang berbuat jahat sayapun berbuat jahat. Akan tetapi teguhkanlah pendirianmu. Apabila orang-orang berbuat kebajikan, hendaklah engkau juga berbuat kebajikan, dan kalau mereka melakukan kejahatan, hendaknya engkau menjauhi perbuatan jahat itu.” (HR. Turmudzi).

Orang mukmin yang sejati mempunyai harga diri, tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang hina. Apabila ia terpaksa melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak pantas, perbuatannya itu ia sembunyikan dan tidak dipertontonkan di hadapan orang banyak. Ia masih memiliki rasa malu jika aibnya diketahui –apalagi-- ditiru orang banyak.

Karenanya sungguh aneh, saat ini seorang terdakwa kasus pornografi –di mana terbukti melakukan maksiat dan menvideokannya—masih bisa senyum dan tak merasa bersalah di depan publik.

Ada pula tipe orang Muslim yang sering buru-buru menghindari diri ketika orang lain dan musuh-musuh agama Islam menuduh sebagai “teroris” dengan cara menuding kelompok lain. Alih-alih mencari aman, kelompok seperti itu masih tega mengatakan, “kami moderat, mereka itu radikal.”

Seorang mukmin yang baik, ia berani menegakkan kebenaran sekalipun rasanya pahit. Untuk memenuhi perintah Allah, tidak untuk memperoleh maksud duniawi yang rendah dan untuk tujuan jangka pendek dan kenikmatan sesaat (mata’uddunya). Jika ia membiarkan kebatilan mendominasi kehidupan, maka imannya seolah terjangkiti virus kelemahan. Seorang mukmin teguh pendirianya, bagaikan batu karang di tengah lautan. Tegar dari amukan badai dan hempasan gelombang serta pasang surut lautan.

Kekuatan jiwa seorang muslim, terletak pada kuat dan tidaknya keyakinan yang dipeganginya. Jika akidahnya teguh, kuat pula jiwanya. Tetapi jika aqidahnya lemah, lemah pula jiwanya. Ia tinggi karena menghubungkan dirinya kepada Allah Yang Maha Agung dan Maha Tinggi.

Diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik, ia berkata: Rasulullah saw memberikan keputusan terhadap sebuah kasus antara dua orang laki-laki. Ketika kedua-duanya sudah pulang, yang kalah dalam sidangnya ia berkata : “Hasbiyallahu wa ni’mal wakil Hasbiyallahu wa ni’mal wakil.” (Allahlah yang mencukupkan daku, dan Dialah sebaik-baik tempat berlindung).

Mendengar perkataan orang yang kalah itu, yang mungkin seolah-olah mengeluh, Nabi Saw bersabda :

“Bahwasanya Allah mencela dan membenci kelemahan, karena itu hendaklah engkau berlaku bijaksana, agar engkau jangan mendapati kekalahan. Maka apabila sudah berkali-kali engkau bijaksana, dikalahkan juga engkau, barulah engkau berkata : Hasbiyallahu wani’mal wakil.” (HR. Ahmad).

Orang beriman dalam beramal dan mengabdi hanya mengharapkan ridha Allah semata. Ia merupakan manusia yang menakjubkan. Karena ia dianggap sebagai inti (jauhar) daripada unsur-unsur yang ada di alam semesta. Tak peduli julukan, stigma atau sebutan negatif oleh pihak lain.

Iman akan selalu memberikan ketegaran, keteguhan jiwa kepada pemiliknya, sekalipun berhadapan dengan kezaliman raja, bahkan melawannya.

"Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami; Maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia Ini saja.” (QS. Thaha (20) : 72).

Iman-lah memberikan ketenangan jiwa Nabi Musa as. ketika dihadapkan dengan kenyataan pahit.

“Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa : Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul. Musa menjawab : Sekali-kali tidak akan tersusul, sesungguhnya Tuhanku bersamaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Lalu Kami wahyukan kepada Musa : Pukullah lautan itu dengan tongkatmu. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah bagaikan gunung yang besar.” (QS. 26 : 61-63).

Iman-jualah yang menjadikan Nabiyullah Muhammad Saw tertidur dengan pulas sekalipun nyawanya sedang terancam.

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS. 9 : 40).

Karenanya, kedudukan, kekayaan, kepandaian yang tidak ditemani oleh iman, ia hanya akan membuat pemburunya kecewa. Seolah disangka berupa air yang bisa membasahi kerongkongan yang kering karena kehausan. Padahal setelah didatanginya hanya berupa fatamorgana.

“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya .” (QS. 24 : 39).

Karenanya, kata Allah, orang-orang kafir, karena amal-amal mereka tidak didasarkan atas iman, tidaklah mendapatkan balasan dari Tuhan di akhirat, walaupun di dunia mereka mengira akan mendapatkan balasan atas amalan mereka itu. *

Sibuk Hitung Pahala, Malah Lupa Beribadah

Kamis, 17 Februari 2011

Hidayatullah.com--Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali pernah mengingatkan, orang yang tertipu di akhirat kelak adalah orang yang jika berbuat baik, dia berkata, “Akan diterima amal kebaikanku”. Jika berbuat maksiat, dia berkata:”Akan diampuni dosaku.” (Ihya Ulmuddin).

Saat beribadah, kerap kita didatangi perasaan, “Telah banyak ibadah yang saya kerjakan”, atau pertanyaan, “Berapa rupiah uang yang sudah saya sedekahkan”. Bahkan sering juga hati bergumam, “Kiranya semua dosa-dosaku pasti telah diampuni, karena aku shalat sunnah sekian kali setiap hati”.

Perasaan, angan-angan dan pertanyaan seperti tersebut di atas bisa merusak amal perbuatan. Bahkan bisa berakibat meremehkan (tahawun) perbuatan dosa.

Sehingga, ibadahnya bisa menjadi sia-sia. Sebab, semangat ibadahnya bukan lagi karena takwa kepada Allah SWT, tapi ingin jadi kaya atau ingin disebut ahli ibadah.
Sebagaimana hadis Rasulullah SAW di atas, orang seperti tersebut di atas disebut rakus. Beribadah banyak tanpa disertai pengetahuan ancaman-ancaman Allah SWT dalam al-Qur’an. Ancaman-Nya dianggap lalu saja.

Rasulullah SAW member gambaran: “Sesungguhnya orang mukmin itu memandang dosa-dosanya seperti orang yang berdiri di bawah gunung, yang mana dia (sentiasa) rasa takut yang gunung itu nanti akan menghempapnya,dan orang yang keji pula memandang dosa-dosa mereka seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya, yang berkata : dengan hanya begini sahaja (iaitu dengan hanya ditepis dengan tangan sahaja) maka dengan mudah sahaja lalat itu terbang. “ (HR. Bukhari Muslim)

Imam al-Ghazali mengingatkan, meremehkan dosa dan over confident terhadap amal perbuatannya adalah sangat berbahaya. Sebab katanya, orang yang sibuk menghitung-hitung pahala biasanya lupa terhadap banyaknya dosa.

Orang seperti ini akan mendapatkan kekecewaan di akhirat. Ketika di dunia ia lupa mengkalkulasi berapa banyak dosa yang telah dilakukan, sehingga dosa-dosanya lupa dimintakan ampun kepada Allah SWT. Ia hanya sibuk mengkalkulasi jumlah shalat, zakat, puasa dan sedekah yang dilakukan.

Ia tidak mengetahui seberapa besar kalkulasi pahalanya jika dibanding dosanya. Maka, saat di akhirat ia menyangka membawa pahala, padahal pahalanya berguguran sementara dosanya menumpuk. Inilah fenomena yang disinyalir akan banyak terjadi pada akhir zaman.

Maka dalam beribadah kita mesti memiliki pengetahuan seimbang antara kabar baik dan ancaman Allah SWT. Ancaman-ancaman Allah yang tersebut dalam al-Qur’an harus menjadi perhatian kita, agar tidak terjebak di dalamnya. Sementara orang yang hanya berfokus pada jumlah pahala (kabar baik) disebut sebagai jahil. Tidak mengetahui bahwa setiap harinya diawasi oleh Malaikat Raqib dan ‘Atid yang mencatat kebaikan dan keburukan.

Kita pun terkadang terlalu ‘asyik’ melafalkan huruf demi huruf al-Qur’an, tapi lupa isi dan pelajaran di baliknya. ‘Keasyikan’ itu menimbulkan kebanggaan hati, bahwa ia telah melakukan amal baik – yaitu membaca al-Qur’an sebanyak-banyaknya.
Pernahkan terbesit di dalam hati kita kata-kata ini: “Alhamdulillah, sudah sekian kali al-Qur’an telah aku khatamkan. Pasti aku masuk surga”. Ini kata-kata yang menipu. Memastikan diri ini cukup berbahaya. Bisa menimbulkan ‘ujub, bahkan melalaikan dosa.

Fenomena ini pernah terjadi pada masa umat nabi Musa a.s, seperti tertulis dalam al-Qur’an: “...Maka datanglah sesudah mereka, yaitu generasi yang mewarisi Taurat, yang menghambil harta benda dunia yang rendah ini, seraya berkata: ‘Kami akan diberi ampunan oleh Allah.’” (QS. Al-A’raf: 169). Generasi tersebut, berbuat dosa akan tetapi merasa mereka diampuni oleh Allah.

Imam al-Ghazali menjelaskan : “Jika kita terlena menghitung pahala tetapi dosa-dosa dilupakan. Maka kita menjadi orang tertipu terhadap amal kita sendiri. Pada hari penghitungan amal, kita akan terkejut. Sebab ternyata timbangan amal lebih berat daripada pahala yang kita sangka-sangka telah menumpuk.”

Maka, jangan kita tertipu oleh perasaan diri kita sendiri. Yang perlu kita lakukan, bukan asyik mengkalkulasi pundi-pundi pahala. Setelah beramal, biarlah kita serahkan kepada-Nya. Allah SWT Maha Bijaksana, Dia yang mengatur pahala kita secara adil. Jangan pula buru-buru mengatakan “Saya telah ikhlas!”. Biasanya orang yang terang-terangan berkata demikian justru sebaliknya, tidak ikhlas, sebab membawa perasaan ‘ujub di hatinya.

Agar tidak terjebak, kita harus mengkalkulasi dosa yang telah kita perbuat. Sempatkanlah satu waktu dalam sehari untuk menghitung, berapa kali dosa yang telah kita perbuat sehari ini. Jika tidak ada kalkulasi dosa, kita akan terus merasa tidak pernah berbuat dosa.

Allah SWT berfirman: “Tidak ada satu kata pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat Raqib dan ‘Atid.” (QS. Qaaf: 18). Perasaan selalu diawas ini akan menjadikan kita orang yang selalu berhati-hati dalam beribadah. Tidak asal ibadah, tapi tahu ilmu tentang ibadah.

Kita boleh saja memikirkan pahala-pahala dari ibadah, akan tetapi hal itu jangan sampai membuat kita terlena dengan keutamaan-keutamaannya (fadlilah). Keutamaan ini menjadi penyemangat kita bukan memperlemah. Mengetahui keutamaan ibadah sekaligus memahami akibat dari melakukan dosa. Inilah keseimbangan yang perlu dijaga dalam beribadah.

Ahmadiyah Versus A Hassan

Sabtu, 12 Februari 2011

Oleh: Artawijaya

Gang Kenari, Batavia, September 1933. Sebuah perdebatan sengit antara A Hassan, tokoh Persatuan Islam (Persis) dengan mubaligh Ahmadiyah yang diwakili oleh Abu Bakar Ayyub dan Maulana Rahmat Ali H.A.O.T digelar. Perdebatan ini begitu terkenal dalam sejarah keberadaan Ahmadiyah di Indonesia. Maklum, ketika itu, organisasi bentukan imprealis Inggris ini sedang giat-giatnya menyebarkan ajarannya. Ada tiga hal penting yang menjadi materi perdebatan, dua diantaranya adalah soal kenabian Mirza Ghulam Ahmad dan turunnya Isa as dan Imam Mahdi.

Dalam perdebatan itu, A Hassan yang dikenal piawai dalam berdebat, mengemukakan sebuah ‘hadits’ yang dikutip dari kitab Mirza, yang berbunyi: “Di hari Rasulullah saw meninggal, bumi berteriak. Katanya: “Ya Allah, apakah badanku ini akan Engkau kosongkan daripada diinjak oleh kaki-kaki nabi sampai hari kiamat?” Maka Allah berfirman kepada bumi itu: “Aku akan jadikan di atas badanmu (di atas muka bumi, red) manusia yang hatinya seperti nabi-nabi.”

Secara spontan, Abu Bakar Ayyub menanyakan kepada A Hassan tentang riwayat hadits ini. Dengan berpura-pura, A Hassan menjawab “tidak tahu” sambil mengatakan, “Apakah tuan suka hadis ini? Bila tuan suka silakan pakai, bila tidak silakan tolak.” Mendengar jawaban A Hassan yang tidak mengetahui siapa perawi hadits itu, Abu Bakar Ayyub dan para pengikut Ahmadiyah yang hadir menyunggingkan senyum dan bersorak kemenangan. Mereka mengganggap A Hassan sudah kalah karena mengutip ’hadits’ yang tak jelas siapa perawinya, diambil dari kitab mana dan siapa penulisnya. Karena tak jelas, Abu Bakar Ayyub menolak ’hadits’ itu.

Setelah sorak sorai ’kemenangan’ itu reda, A Hassan menyebutkan bahwa ’hadits’ itu ada dalam kitab yang ditulis Mirza, yang berjudul Tuhfah Baghdad halaman 11, terbitan Punjab Press Sialkot, Muharram 1311. Seketika, Abu Bakar Ayyub dan para pendukungnya tersentak dan pucat pasi. Selanjutnya, giliran A Hassan tersenyum sambil menyuruh Abu Bakar Ayyub bertanya kepada ’nabinya’ (Mirza Ghulam Ahmad) untuk menanyakan siapa perawi hadits itu dan dari kitab mana diambilnya. Tanyakan pula, kata A Hassan, bagaimana bumi bisa bicara kepada manusia, sebab ’hadits’ itu bukan hadits Nabi, mengingat dalam kitab Mirza itu ditulis, bumi berteriak setelah Rasulullah wafat. ”Tentu ada orang lain yang mendengar omongan bumi. Siapa dia? Tanyakan kepada ’nabi’ Mirza,” ketus A Hassan.

Meski sudah terdesak, Abu Bakar Ayyub masih berkelit dan mengatakan bahwa ’hadits’ itu bisa jadi terdapat dalam Kitab Kanzul Ummi yang juga milik Ahmadiyah. Namun saat itu, Abu Bakar Ayyub mengatakan tidak membawa kitab tersebut, jadi tidak bisa dicek. A Hassan kemudian menegaskan, dengan adanya perkataan itu yang ditulis oleh Mirza Ghulam Ahmad sudah cukup menunjukan palsunya kenabian Mirza. “Kalau perkataan yang begini terang, tuan mau putar-putar lagi, saya minta diadakan juri. Saya heran, apa sebab Ahmadiyah takut diadakan juri. Juri tidak akan makan orang!” tegas A. Hassan.

Kisah perdebatan itu ditulis oleh H Tamar Djaya, seorang sejarawan Muslim dalam buku Riwayat Hidup A Hassan, dan ditulis kembali oleh Yusuf Badri dalam Persis dan Ahmadiyah. Meski tak ada kesepakatan apapun setelah debat itu, risalah perdebatan A Hassan versus Ahmadiyah kemudian dibukukan dan disebarluaskan ke seluruh Indonesia. Pihak Ahmadiyah memanipulasi sejarah dengan mengatakan, setelah debat itu banyak orang yang tertarik masuk dalam kelompoknya.

Perang Hati dan Pemikiran : Media Jihad VS Media Crusader

Oleh Hanin Mazaya pada Kamis 16 Desember 2010, 05:55 AM
Print

Dengan nama Allah yang Maha pengasih dan Maha penyayang. Segala puji hanya milik Allah, Tuhan seluruh alam. Salawat dan salam tercurah untuk Rasulullah Muhammad SAW dan kelurganya dan seluruh pengikutnya.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Allah berfirman dalam Al-Qur'an : Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. (As-Shaff : 7)

Ini bukan rahasia bahwa perang hati dan pemikiran sedang berkobar selama 10 tahun terakhir sebagai tornado darat antara kekuatan baik dan jahat. Jika kita melihat kembali sejarah, kita akan menemukan bahwa perang hati dan pemikiran bukanlah sesuatu yang terjadi pada abad terakhir. Satu-satunya yang berubah adalah alat yang digunakan manusia untuk menyebarkan berita ke seluruh wilayah. Media hari ini, dengan saluran satelit dan penulis mereka, agen dan penyair tengah melakukan kampanye fitnah paling mengerikan terhadap Islam. Mereka mengarahkan tombak dan pedang mereka terhadap apa yang mereka sebut gerakan Salafi-Jihadi, yang menyerang pusat rumah mereka dan sumbu kekuasaan mereka dan merupakan ancama terbesar bagi mereka dan negara Zionis.

Kita memiliki tentara salib dan Zionis di satu sisi dan gerakan Salafi-Jihadi di sisi lain. Kedua belah pihak mengklaim bahwa mereka berperang untuk kebenaran dan keadilan. Bagaimana kita tahu siapa yang berjuang untuk tujuan yang benar?

Sebagai Muslim itu adalah tanggung jawab saya untuk berbicara untuk saudara-saudaraku seiman dan mendukung mereka dalam perjuangan mereka. Ini tertulis dalam suatu hadist shohih dari Abu Hurairah radiallahu anhu beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Janganlah kalian saling hasud, dan janganlah kalian melakukan najas (memuji barang dagangan sendiri supaya laku), dan janganlah kalian saling membenci, dan janganlah kalian saling berpaling muka, dan janganlah sebagian kalian menjual atas jualan yang lainnya. Dan jadilah kalian hamba Allah sebagai saudara. Seorang muslim adalah saudara muslim yang lainnya. Tidak boleh dia menganiayanya, mengecewakannya, dan tidak boleh menghinanya. Takwa itu ada di sini. Dan beliau menunjuk ke dadanya tiga kali…Setiap muslim atas muslim lainnya haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” ( Hadis Riwayat Muslim).

Anda benar wahai utusan Allah!

Kami akan mematuhimu dalam hal apapun dan tidak mematuhi semua orang yang menentangmu.

Anda berbicara benar wahai nabi Allah!

Kami akan berbicara untuk saudara-saudara kami dan mendukung perjuangan mereka.

Pertempuran antara masyarakat tauhid dan orang-orang kafir pada dasarnya dan pada intinya merupakan pertempuran atas doktrin Islam dan sesungguhnya Allah telah menulis peperangan agama ini. Sesungguhnya seorang kafir, kafir apapun, apakah Kristen atau Yahudi, tidak membenci orang beragama kecuali untuk keyakinan mereka, bebas dari segala noda. Setiap slogan yang diangkat dalam setiap pertempuran yang terjadi antara kita dan mereka terlepas dari agama murni berbohong dan kepalsuan-sebagai bagian dari kebencian mereka-untuk rakyat monotheisme tidak pernah muncul dari motif ekonomi atau politik. Ini adalah pertempuran antara kekafiran dan keyakinan.

Media jihad yang menyebabkan kerusakan besar kampanye tentara salib. Tentara salib tidak berharap bahwa sekelompok kecil kaum Muslim dapat membuat mereka sibuk selama lebih dari 10 tahun. Cyber salibis telah menerima cek kosong dari tuan mereka untuk memerangi media jihad dengan setiap cara yang memungkinkan. Apakah tentara salib berhasil melemahkan media jihad? Ini sangat jelas bahwa tentara salib dibuat frustasi dan jengkel oleh ketabahan pemuda Muslim yang menginvestasikan waktu luang mereka dalam menjaga media jihad online. Tentara salib telah gagal dan masih menabrakkan kepala mereka melawan langit-langit kebodohan. Setiap kali mereka menyerang website jihad maka semakin banyak kita mulai mencari dan meneliti pengetahuan di bidang teknologi informasi.

Tentara slaib memiliki teknologi terbaik di bidang alat-alat media. Mengapa mereka tidak mampu menutup seluruh situs jihad? Jawabannya sangat singkat dan sederhana. Kami melakukan pekerjaan kami demi Allah dan tentara salib melakukannya demi kepentingan duniawi mereka. Allah penguasa dunia berjanji kepada kita bahwa ia akan mendukung hambanya dan mempermalukan musuh-musuhnya.

Dan Allah berfirman dalam ayatnya yang lain : dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman. (Ali Imran : 68). Serta : Janji Allah itu benar, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Luqman : 9).

Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa tentara salib tidak meneliminasi media jihad karena mereka ingin melacak orang-orang yang aktif di dalamnya. Saya benar-benar tidak setuju dengan pendapat lemah ini. Kebanyakan mereka yang melakukan operasi jihad di Barat bukan anggota forum jihad. Mereka dilatih di luar negeri dan anggota kelompok jihad.

Argumen lemah dari konspirasi talafi disangkal!

Itu membuat saya sangat sedih saat melihat Muslim buta mengikuti ulama mereka tanpa melakukan penelitian. Ada dua jenis ulama. Jenis pertama adalah ulama soleh yang telah menjual jiwa mereka kepada Allah dan mengambil tanggung jawab untuk mengatakan kebenaran bahkan jika seluruh dunia melawan mereka. Jenis kedua cendikiawan adalah orang yang telah menjual jiwa mereka untuk penciptaan, bukan Sang Pencipta.

Ada ratusan situs yang mengklaim sebagai pembela sunnah dengan pemahaman pendahulu. Pada kenyataannya mereka adalah pembela dari para ulama yang bekerja untuk kepentingan penguasa mereka. Mereka menjual agama dengan imbalan keuntungan duniawi, menggunakan posisi dan status mereka di tengah yang lainnya. Anda dapat mengenali situs merkea dengan nama sub forum mereka. Anda akan selalu menemukan sub forum "terorisme". Saya sangat terkejut melihat orang-orang saya sendiri yang mempublikasikan artitel yang mengutuk keberanian para Mujahid dan memuji para pemimpin korup yang melayani tuan mereka, Amerika. Saya telah ratusan kali masuk ke dalam situs "salafi" dan mencari thread yang mengutuk pasukan tentara salib. Saya menemukan beberapa thread yang mengutuk invasi AS ke Afghanistan, Irak dan tempat-tempat lain. Ketika saya memasuki thread tersebut, saya menemukan bahwa anggota yang mempostingnya telah di ban. Apakah Anda tahu mengapa mereka di ban? Saya meneliti dan menemukan bahwa mereka dilarang di forum tersebut karena menghasut para pemuda untuk mempersiapkan jihad sebelum musuh menyerang negara mereka.

Allah berfirman dalam Al-Qur'an : Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya. (Al-Anfal : 59).

Rasul SAW bersabda : Jika seseorang mati tanpa berpartisipasi dalam jihad dan tidak pernah memiliki tujuan berjihad, dia mati dalam cabang kemunafikan.

Apakah mereka menolak ayat-ayat Al-Qur'an?

Apakah mereka menolak sabda Nabi?

Ada banyak alasan mengapa mereka melarang anggota forum dari forum mereka.

Berikut adalah alasan pentingnya :

- Memuji para pemimpin kelompok jihad bersenjata
- Memposting video, buku, artikel dan statemen pro-jihadi
- Mengekspos para pemimpin korup dan ulama seperti yang mereka sebut

Lalu, bagaimana caranya kita membawa media jihad ke tahap yang lebih tinggi?

Menghormati anggota dan tamu

Saat ini kita hanya memiliki satu situs berbahasa Inggris yang menyebarkan propaganda ke seluruh perbatasan negara. Apa yang akan terjadi jika situs ini dilumpuhkan? Siapa yang akan menjaga penutur non-Arab yang memperbaharui berita-berita terkini?

Saya telah menulis daftar singkat dari apa tabf dipelukan di masa mendatang untuk membawa media jihad ke tingkat lebih tinggi.

1. Buat situs Salafi-Jihadi berbahasa Inggris
2. Membuat situs Islam baru yang menjelaskan pemahaman Islam berdasarkan pemahaman para pendahulu, salafush sholeh.
3. Membuat kelompok jihad media yang mengkhususkan diri dalam menerjemahkan materi jihad
4. Membuat tim yang mampu mengekspos dan menolak klaim palsu para ulama pemerintah
5. Membuat tim yang mengkhususkan diri dalam menulis majalah Islam
6. Membuat tim yang mengkhususkan diri dalam membuat video-video jihad
7. Membuat tim yang mengkhususkan diri di bidang IT.

Apa yang tidak boleh dilakukan ketika membangun website

1. Jangan membuat website dalam bahasa yang diucapkan oleh minoritas. Contoh, ada enam negara kecil di mana orang berbicara dalam bahasa Belanda : Belanda, beberapa bagian Belgia, Afrika Selatan, Suriname, Curacao dan Aruba, total 27 juta.

Saya pikir lebih baik memiliki situs berbahasa Perancis, Spanyol dan Jerman. Mengapa? Karena jika dibandingkan dengan bahasa Belanda, Anda akan mendapatkan hasil sebagai berikut :

- 27 juta orang berbahasa Belanda
- 265 juta orang berbahasa Perancis
- 180 juta orang berbicara dalam bahasa Jerman
- 380 juta dalam bahasa Spanyol

Anda dapat dengan jelas melihat perbedaan dalam jumlah besar. Membuat situs dengan bahasa yang digunakan sebagian kecil orang tidak akan bermanfaat bagi ummat pada titik apapun. Kita membutuhkan situs yang akan mencapai jutaan Muslim di seluruh dunia.Penting

- Hanya masuk ke dalam situs dan kelompok media yang diakui dan dikenal kelompok media jihad
- Jangan masuk ke dalam situs tanpa mengetahui siapa yang mengontrol

Hati-hati saudara dan saudariku. Terdapat banyak anjing di internet yang berusaha mendapatkan uang dengan mengumpulkan informasi tentang tamu dan anggota forum jihad. Maka berhati-hatilah!

Biarkan keberanian menjadi perisai Anda, jadikan pengetahuan menjadi makanan Anda, jadikan Jihad sebagai jalan hidup dan biarkan diri Anda memahami.

Dan kabar baiknya adalah bukan apa yang didengar musuh namun apa yang dilihat musuh!

Wassalamualaikum

Pelayan Islam