Sabtu, 07 Mei 2011

Proyek Menghadang Negara Islam

Proyek Menghadang Negara Islam
PostDateIconFriday, 06 May 2011 17:04 | PostAuthorIconWritten by Shodiq Ramadhan | PDF Print E-mail

Lintas Berita

alt
NII KW9 ternyata berhubungan dengan Pesantren Al Zaytun di Indramayu dan dengan pemimpin yang sama. Keresahan terjadi tapi kenapa polisi tak bertindak?

Dr Azhari, Noordin Muhamad Top, Dulmatin, atau sejumlah tokoh teroris lainnya mati ditembak Densus 88. Yang lainnya ditangkap, diadili, dan mendekam di penjara. Pendek kata, Densus 88 bukan main hebatnya. Hampir tak ada tempat yang aman bagi para penjahat untuk menyembunyikan diri.

Karena itu menjadi tanda tanya besar kenapa pemerintah tak berhasil membongkar jaringan Negara Islam Indonesia (NII)? Padahal NII telah meresahkan masyarakat karena diketahui melakukan cuci otak kepada para pelajar dan mahasiswa yang menjadi korbannya di berbagai daerah dan kota. Lebih meresahkan setelah ternyata Pepi Fernando, 32 tahun, sutradara film dan otak teroris bom buku dan perencana peledakan bom di dekat pipa gas di Serpong, Tangerang, pernah pula menjadi anggota NII.

Jaringan ini diketahui memeras, menipu, memoroti duit korbannya, dan itu menggunakan nama Islam. Sampai ada anak membenci atau melawan orang tua, remaja raib dan tak pulang ke rumah, dan banyak lagi cerita serupa lainnya. Yang menghebohkan adalah kasus Laila Febriani alias Lian, gadis yang ditemukan April lalu, dalam keadaan linglung di Masjid At-Taawun, Puncak, Bogor. Dia adalah korban cuci otak oleh NII.

Nama negara Islam, atau bahkan nama Islam itu sendiri sudah hancur-hancuran, babak-belur, paling tidak menjadi amat jelek, karena perbuatan NII. Sebentar lagi orang akan takut mendengar nama negara Islam, bahkan mendengar nama Islam itu sendiri.

Tapi mengapa pemerintah diam saja? Kenapa Densus 88 tak menunjukkan kebolehannya menyergap dan menembaki markas dan para anggota NII, seperti dilakukannya selama ini dalam memberantas terorisme?

Ternyata karena intelijen berada di belakang dan selalu melindungi NII. Itulah yang diungkapkan secara terbuka kepada wartawan oleh Al Chaidar, peneliti dan penulis sejumlah buku tentang NII. Menurut Al Chaidar masalah NII sebenarnya sudah cukup jelas sejak lama karena sejumlah pihak telah melakukan penelitian, termasuk penelitian oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) beberapa tahun yang lalu.

Dari penelitian itu diketahui bahwa NII KW 9 (Komando Wilayah 9) punya kaitan dengan Pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat, yang dipimpin A.S Panji Gumilang alias Abu Toto. ‘’Panji Gumilang itu adalah orang yang dilindungi pemerintah atau oleh oknum intelijen,’’ kata Al Chaidar yang beberapa kali pernah mengunjungi Pesantren Al Zaytun dan mewawancarai Abu Toto.

Dalam operasionalnya NII berusaha mengumpulkan duit sebanyak-banyaknya dari para simpatisan dan para korban (yang tertipu). Menurut Al Chaidar hanya sekitar 10% uang itu digunakan untuk keperluan pesantren. Sisanya dibagi-bagi, termasuk dengan para oknum intelijen.

Dengan cara seperti ini, Al Chaidar mengatakan bahwa tujuan NII ini (yang disebutnya gadungan) hanya untuk mencari duit dan sama sekali tak ada urusannya dengan rencana mendirikan negara Islam atau untuk kepentingan Islam lainnya.

Pada tahun 1999, Al Chaidar pernah bertemu Letjen Z.A. Maulani, Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) – sekarang dikenal sebagai Badan Intelijen Negara (BIN). Ketika itu Z.A.Maulani berbicara untuk kepentingan Abu Toto alias Panji Gumilang, meminta agar Al Chaidar membatalkan rencana menerbitkan buku yang menyangkut Panji Gumilang. Tapi permintaan itu tak dipenuhi Al Chaidar. ‘’Kawan-kawan saya bilang, ditulis saja korbannya banyak, apalagi nggak ditulis,’’ kata Al Chaidar.

Al Chaidar malah pernah melaporkan Kepala BIN Hendropriyono ke Mabes Polri pada 2003, untuk perbuatan mengancam dan penghinaan. Pada 13 Mei 2003, Hendro mengunjungi Pesantren Al Zaytun dan berpidato di sana. "Dia bilang akan menghajar siapa saja yang melawan Al Zaytun,’’ kata Al Chaidar. Selain itu Hendro mengatakan bahwa orang yang menghujat Al Zaytun adalah iblis. Semua pernyataan Hendro itu terekam dalam VCD dan dijadikan Al Chaidar barang bukti kepada polisi. Tapi maklum sajalah: mana polisi berani mengusut seorang Kepala BIN.

RATUSAN MILYAR DI BANK CENTURY

Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin juga mengungkapkan bahwa pimpinan NII KW 9 dan pimpinan Pesantren Al Zaytun adalah orang yang sama. Dan selama 20 tahun beroperasi NII KW 9 dibiarkan saja oleh pemerintah. ‘’MUI sudah lama memberikan fatwa mau pun peringatan berdasarkan pengaduan banyak pihak yang menjadi korban. Dan itu disampaikan juga kepada pemerintah, namun tak ada tindakan pemerintah yang memuaskan,’’ kata Din.

Pembiaran itu menyebabkan NII kemudian menyebar dengan mudah sampai ke sekolah menengah mau pun perguruan tinggi. Maka Din berpendapat masyarakat harus mencegah penyebaran NII karena pembiaran oleh pemerintah. ‘’Kalau tak dicegah, NII itu hanya akan mendiskreditkan ummat Islam,’’ kata Din.

Hubungannya yang dekat dengan intelijen Indonesia menyebabkan Al Zaitun berkembang dengan cepat dan disebut-sebut sebagai pesantren terbesar di Asia Tenggara. Dan yang lebih menakjubkan ternyata pesantren itu atau NII amat kaya memiliki duit sampai puluhan milyar rupiah – sementara pesantren lain ngos-ngosan kesulitan dana.

Tatkala heboh kasus Bank Century, 21 Desember 2009, Kepala PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) Yunus Husein melaporkan kepada Panitia Khusus (Pansus) DPR tentang Bank Century bahwa seorang bernama Abu Maarik memiliki simpanan di bank itu sebesar Rp 46,2 milyar.

Abu Maarik diduga nama lain dari Panji Gumilang alias Abu Toto, pemimpin Pesantren Al Zaytun dan pemimpin tertinggi NII KW 9. ‘’Kita minta negara segera melumpuhkan jaringan yang merusak negara seperti NII. Apalagi setelah ditemukan dana milyaran rupiah di Bank Century. Kenapa itu tak terendus dari dulu?’’ kata Priyo Budi Santoso, Wakil Ketua DPR.

Malah sebenarnya dana yang dimiliki NII KW9 pernah lebih besar lagi, mencapai ratusan milyar rupiah dan didepositokan di Bank Century Cabang Senayan, Jakarta. Dana itu berasal dari sumbangan para pendukungnya yang militan. Hal itu diungkapkan bekas Menteri Peningkatan Produksi NII KW9 Imam Supriyanto kepada wartawan Detik.Com.

Dari 1997 – 2003 yang menjadi Kepala Negara NII KW9 adalah Syamsul Alam yang diyakini oleh Imam Supriyanto tak lain dari Panji Gumilang, pimpinan Pesantren Al Zaytun yang dikenal sekarang. Pada 2002 terjadi gejolak internal ketika Syamsul Alam tak bisa mempertanggung-jawabkan dana yang ia gunakan. Saat itu sekitar separuh anggota NII keluar.

Lantas pimpinan NII membuat kewajiban bagi anggota untuk memberikan sumbangan dengan target tertentu. Sejak itulah menurut Imam Supriyanto, terdengar ada anggota NII yang melakukan pemerasan, penipuan, dan semacamnya, guna memenuhi target sumbangan yang telah ditentukan.

Begitu pun Al Zaitun tetap berkibar. Soalnya selain Hendropriyono, cukup banyak pejabat penting yang membekingnya. Presiden BJ Habibie, bekas Panglima TNI Wiranto, Wapres Jusuf Kalla, adalah nama-nama pejabat penting yang pernah mengunjungi Al Zaytun.

Karena itu sekali pun di berbagai tempat terjadi masalah tentang laporan anak sekolah atau mahasiswa yang dicuci otak, atau remaja yang menghilang, polisi tak bertindak ke Al Zaytun mau pun NII. Tampaknya menjadi jelas bahwa NII adalah proyek intel untuk menjelek-jelekkan Islam dan konsep negara Islam kepada rakyat.

Hanya sekali, ketika Irjen Pol Susno Duadji menjadi Kapolda Jawa Barat di tahun 2008, dia bekerja sama dengan MUI menggerebek sebuah upacara pindah warga negara dari warganegara Indonesia menjadi warganegara Negara Islam Indonesia (NII) yang dilakukan di sebuah tempat di Kabupaten Bandung. Sekitar 20 orang NII itu sedang dilantik dan langsung diringkus polisi. Mereka kemudian terbukti melakukan perbuatan makar di pengadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar