Senin, 04 Oktober 2010

PANSUS CENTURY, RAHASIA BANK DAN HAK ASASI NASABAH

Ada banyak pertunjukan dilakukan anggota Pansus Bank Century ketika terjun ke lapangan baru-baru ini. Dengan berbekal masukan dari PPATK, misalnya, mereka menyebar ke lima kota, lalu mengacak-acak nasabah Bank Century yang sekarang beralih nama menjadi Bank Mutiara. Khusus di Bali, Denpasar, rupanya anggota Pansus Bank Century mengalami kesulitan. Kepala Cabang Bank Mutiara menolak permintaan anggota Pansus Bank Century membuka rekening nasabah dan mengobok-oboknya. Alasan Kepala Cabang jelas; ia wajib melindungi kerahasiaan rekening nasabahnya. Itu sesuai undang-undang. Begitu juga wewenang untuk membuka kerahasiaan rekening nasabah, sesuai undang-undang pula, hanya bisa dilakukan oleh penyidik. Siapakah mereka? Undang-undang juga mengatakan, hanya ada dua macam badan yang punya wewenang penyidikan; pejabat polisi negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus. DPR atau Pansus Angket Bank Century tidak sampai ke situ, karena wewenangnya hanya sampai penyelidikan. Sekarang, khabarnya, Pansus meminta bantuan Pengadilan Negeri Denpasar melaksanakan penyitaan dan pembukaan rekening nasabah. Dasarnya kecurigaan semata. Kita lihat saja nanti cerita lanjutannya.

Pertunjukan selanjutnya terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan. Ada nasabah Bank Century di sana yang dicurigai, Amiruddin Rustan. Depositonya di Bank Century berjumlah 66 miliar. Tahu Bank Century bakal kolaps, Amiruddin mencairkan depositonya 34, 75 miliar. Sisanya masih ngedon di Bank Century, dan sampai sekarang belum jelas nasibnya. Dalam tayangan teve terlihat, betapa anggota Pansus mencecar Aminuddin yang gagap dan tidak mahir bicara itu. Aminuddin yang korban karena uangnya masih banyak ngedon di Bank Century dan tidak jelas nasibnya, kini seperti pesakitan di hadapan anggota Pansus Bank Century yang gagah berani. Betapa tragisnya. Peristiwa ini juga dialami Boedi Sampoerna, Surabaya, nasabah Bank Century. Depositonya bahkan mencapai 1,5 triliun, juga belum jelas nasibnya. Boedi sekarang mondar-mandir ke KPK, Kuningan sana, diundang dan diminta keterangan. Wajahnya menjadi kuyu, dan kita bertanya-tanya; korban Bank Century itu siapa sebenarnya? Kita belum tahu ujungnya sampai di sana.
Pertunjukan lain lagi sebetulnya sudah lebih dulu terjadi di ruang rapat Pansus Bank Century di Senayan sana. Seorang Ibu, nasabah Century katanya, sampai sekarang uangnya ngedon di Century sebesar 1,5 miliar dan tidak jelas nasibnya. Drama yang mengharukan itu disaksikan semua anggota Pansus dan Direksi Bank Mutiara. Sampai selesai rapat yang memanas dan memeras banyak energi itu, tidak ada sama sekali solusinya. Padahal Ibu itu sudah mengekspresikan duka nestapanya dengan marah, makian, tangis dan raungan. Hasilnya tetap nihil. Apa gunanya Pansus Bank Century untuk para korban anggota masyarakat ini?

Kita hanya tertegun menyaksikannya, dan bertanya-tanya; apa sesungguhnya target Pansus Bank Century? Semata-mata menjadi arena pertunjukan politik, bahwa partai anu perduli pada rakyat atau masyarakat, dan karena itu berjuang ‘demi rakyat’ karenanya pantas dipilih pada Pemilu 2014 nanti? Lalu bagaimana dengan penderitaan nasabah Bank Century – nasib uang hasil keringat mereka – kapan dan siapa yang bertanggungjawab? Direksi Bank Mutiara keberatan membayarnya, karena nama mereka tidak tercantum dalam daftar nama nasabah. Mereka korban dari Robert Tantular yang mengalihkan uang nasabah masuk ke dalam Antaboga, perusahaan miliknya, dengan menggunakan nama dan fasilitas Bank Century. Betapa kejam dan tragisnya kalau anggota Pansus tidak ada yang bersuara mencarikan solusinya sehingga uang nasabah yang tertipu itu bisa kembali. Karena jelas bahwa mereka adalah korban dari lemahnya pengawasan Bank Indonesia. Itulah faktanya.

Apapun alasannya, uang nasabah harus kembali menjadi miliknya. Pacta sunt servanda (harfiahnya ‘hendaknya kesepakatan harus dipatuhi’ atau ‘hendaknya hutang harus dibayar’), begitu pepatah Latin dan asas hukumnya. Itulah hak asasi nasabah. Karena betapa mengerikannya sebuah negara kalau tidak bisa membantu dan memperjuangkan hak rakyatnya. Bahkan betapa memalukannya sebuah negara dengan perangkatnya kalau tidak bisa menjaga dan menjamin hak-hak rakyatnya. Para nasabah Bank Century itu bukan pengemis, melainkan mereka hanya meminta sedikit dari haknya, yaitu kembalikan uangnya yang sudah didepositokan dalam Bank Century dan pemerintah sudah pinjamkan dana talangan sebesar 6,7 triliun. Pansus Bank Century dan BI harus berjuang dan mencarikan solusinya, bukan menonton dan berdecak menyaksikan penderitaan masyarakat yang duitnya tak jelas juntrungannya di Bank Century. Kasihan mereka. ESM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar