Minggu, 12 Desember 2010

Setelah APBA Meningkat, Korupsi di Aceh Pun Naik

Sunday, 12 December 2010 14:18 Nasional
E-mail Print PDF

Tercatat terjadi 122 kasus tindak pidana korupsi dalam kurun 2009-2010



Hidayatullah.com--Provinsi Aceh sepertinya menjadi “surga” bagi para koruptor. Setidaknya dalam rentang waktu dua tahun terakhir, 2009-2010, tercatat terjadi 122 kasus tindak pidana korupsi dalam wilayah hukum di provinsi berjulukan Serambi Mekkah ini.

Ironisnya, selama rentang waktu itu pula ada 13 terdakwa korupsi yang divonis bebas dan lima tersangka yang sudah mendekam di tahanan juga dikeluarkan atas perintah Pengadilan Tinggi Aceh.

“Ini fenomena yang sangat ironis,” kata Plt Koordinator Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani, Sabtu (11/12).

Menurut Askal, jika dibandingkan sebelumnya, tingkat korupsi di Aceh pada 2009-2010 jauh lebih tinggi, seiring meningkatnya anggaran APBA yang mencapai Rp 6-7 triliun lebih per tahun. “Potensi korupsi di Aceh jauh lebih meningkat dibandingkan pada saat Aceh dalam kondisi ‘miskin’,” katanya.

Disebutkan, berdasarkan hasil monitoring GeRAK, ke-122 kasus korupsi tersebut ditangani di berbagai tingkatan penegak hukum. Mulai Polres, Polda, Kajari, dan Kajati. Hasil monitoring tersebut juga mengungkapkan, ada 16 kasus korupsi yang divonis bebas pengadilan di seluruh Aceh selama tahun 2007-2010.

Perkembangan korupsi di Aceh ini memang diakui oleh Wakil Direktur Reserse dan Kriminal Polda Aceh, AKBP Dedy Setyo Yudho. Dia menyebutkan, kompleksitas perkara sering memerlukan pengetahuan penyidik yang komprehensif.

Dari rincian kasus yang ditangani Polda, kata Dedy, dari 7 kasus pada 2010, baru satu yang diselesaikan dengan jumlah uang yang berhasil diselamatkan Rp 3 miliar lebih. “Polisi saat ini juga kesulitan dalam mengungkap kasus korupsi karena faktor SDM dan jumlah penyidik yang minim,” katanya.

Sementara itu, Miswar Fuady dari Tim Anti-Korupsi Pemerintah Aceh (TAKPA) menyebutkan, pihaknya telah menyerahkan tiga laporan dugaan korupsi dana Otsus kepada Polda Aceh. Yakni pemalsuan tanda tangan pengamprahan dana pembangunan jalan Paya Ilang-Paya Tumpi, Takengon, Aceh Tengah 2009 senilai Rp 5,8 M.

Selanjutnya, pengadaan bibit kelapa sawit unggul di Nagan Raya 2009 senilai Rp 5,9 miliar dan dugaan korupsi pengadaan 2 juta bibit kopi di Bener Meriah 2009 senilai Rp 7,6 M. “Kami berharap Polda bisa menindaklanjutinya. Data dan bukti dari kasus ini juga sudah kita laporkan ke KPK,” tegas Wiswar.

Sementara itu, akademisi Unsyiah, Saifuddin Bantasyam menegaskan, pemberantasan korupsi sulit dilakukan jika tidak ada keseriusan pemerintah. Kondisi ini diperparah lagi kultur masyarakat yang permisif pada perilaku korup.
“Jika ingin berhasil dalam memberantas korupsi, maka keseriusan mutlak harus ditunjukkan. Perilaku korup dalam diri aparat penegak hukum juga harus diberantas,” ujarnya. [was/hidayatullah.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar